:
Mandalika, InfoPublik - Demi memperkuat arsitektur kesehatan global, tema “Recover Together, Recover Stronger” yang diusung oleh Presidensi G20 Indonesia 2022, menekankan pentingnya kerja sama global untuk mengatasi kondisi saat ini dan mempersiapkan kondisi pandemi yang mungkin terjadi di masa depan.
Mengingat, bahwa kapasitas untuk mengatasi ancaman kesehatan sangat bervariasi di seluruh negara.
Seminar Tingkat Tinggi yang menjadi bagian dari rangkaian pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) meeting G20 diadakan pada Kamis (17/2) secara hybrid.
Mengusung tema “Penguatan Arsitektur Kesehatan Global”, seminar ini dibuka secara resmi oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.
“G20 harus berada di garis depan dalam proses penguatan arsitektur kesehatan global. Diperlukan komitmen yang kuat dan investasi yang lebih besar dari sebelumnya untuk mengatasi pandemi saat ini dan memitigasi dampaknya dengan mobilisasi sumber daya kesehatan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Salah satu kesenjangan yang saat ini masih ditemui dalam arsitektur kesehatan global adalah masalah pembiayaan PPR (Prevention Preparedness and Response).
Oleh sebab itu, Gugus Tugas Gabungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan negara-negara G20 (Joint Finance and Health Task Force/JFHTF) yang dibentuk, diharapkan untuk membahas modalitas dalam membangun fasilitas pembiayaan yang digerakkan oleh G20 untuk dirancang secara inklusif, dengan menekankan peran pentingnya Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO).
“Krisis pandemi COVID-19 telah menunjukkan pentingnya kebutuhan aliran pendanaan internasional untuk merealisasikan PPR. Namun demikian, untuk mendapatkan hal tersebut dibutuhkan assessment atas kesenjangan pembiayaan yang solid dengan melibatkan berbagai pihak.” pungkas Menteri Keuangan.
Di sesi pertama, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyoroti tiga prioritas Indonesia untuk mencapai arsitektur kesehatan global yang lebih kuat, yaitu: (i) meningkatkan ketahanan kesehatan global; menyelaraskan standar protokol kesehatan global; dan (iii) redistribusi pusat manufaktur dan pusat penelitian global untuk mengurangi kerentanan kesehatan di masa depan.
Hal itu, diamini oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, bahwa skema pendanaan untuk arsitektur kesehatan butuh dilakukan oleh agensi khusus dan bersifat mengikat secara legal.
Pada sesi kedua yang bertajuk "Mobilisasi Pembiayaan untuk Global Public Goods", Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, menyampaikan pentingnya peningkatan peran pihak swasta untuk berkolaborasi dalam pendanaan sektor kesehatan global.
Para pembicara di sesi II sepakat, bahwa situasi pandemi COVID-19 dan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi lainnya di masa depan, mengharuskan komunitas global untuk bersatu serta bertindak bersama serta memastikan tidak ada negara yang tertinggal.
Selanjutnya, dalam pidato penutupannya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa penguatan sistem kesehatan global dengan mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan menjadi bagian krusial dari exit strategy menuju Recover Together dan Recover Stronger.
Dengan itu, presidensi G20 Indonesia berkomitmen untuk mendorong agenda ini dapat memberikan hasil yang konkrit pada 2022.
Seminar Tingkat Tinggi itu, terdiri atas dua sesi diskusi. Sesi pertama yang bertema “Penguatan Sistem Kesehatan Global” dihadiri oleh narasumber antara lain Menteri Kesehatan Italia Roberto Sparanza, Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Norwegia Anne Beathe Tvinnereim, dan Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Sedangkan, sesi kedua dihadiri oleh narasumber antara lain Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman, Presiden World Bank David Malpass, dan Menteri Senior dan Menteri Koordinator Bidang Kebijakan Sosial Singapura Tharman Shanmugaratnam.
Foto: Biro KLI Kemenkeu