BRIN Sebutkan Arah Kebijakan Riset dan Inovasi Indonesia

:


Oleh G. Suranto, Kamis, 16 Desember 2021 | 17:09 WIB - Redaktur: Wawan Budiyanto - 417


Jakarta, InfoPublik - Plt.  Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito menyampaikan, bagaimana riset dan inovasi dalam konteks saat ini dan globalisasi, khusus terkait dengan climate change (perubahan iklim),  kemudian apa yang sedang, sudah, dan sedang dirasakan di dalam konteks pandemi COVID-19, serta bagaimana nanti pascapandemi COVID kedepannya.

“Tetapi inilah yang kemudian kami mewakili dari BRIN, melihat berbagai kesempatan-kesempatan, dan sekaligus juga menyampaikan beberapa yang disebut dengan arah kebijakan riset dan inovasi Indonesia di dalam BRIN,” kata Mego pada Webinar Nasional Peluncuran Science20 Dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 yang disiarkan melalui Youtube, Kamis (16/12/2021).

Disebutkannya, BRIN  sudah menjadi satu lembaga pemerintah yang kemudian mengkoordinasikan, konsolidasikan seluruh sumber-sumber daya yang ada. Artinya tidak hanya anggaran, tetapi juga sumber daya manusianya, peneliti, yayasannya, dan seluruh SDM Iptek yang ada. Kemudian juga program-program menjadi satu, dan kemudian bagaimana sebetulnya.

“Kita masih menginginkan pernguatan-penguatan yang dirasakan secara jumlah atau critical mass yang belum terpenuhi dengan gabungan-gabungan ini. Diharapkan akan muncul kemampuan-kemampuan yang lebih besar lagi, dan critical mass yang diharapkan akan mampu menggerakkan riset  dan inovasi secara nasional,” paparnya.

Terkait dengan pola kerjasama, dan juga bagaimana kolaborasi di seluruh kegiatan, baik itu yang terkait dengan yang dulunya ada di LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN, dan Ristek sendiri, nantinya juga di badan penelitian dan pengembangan kementerian dan lembaga, bisa menjadi kekuatan besar untuk menggerakkan riset inovasi di Indonesia.

Pengintegrasian seluruh sumber daya yang ada,  kemudian melihat bahwa kita akan bicara secara global dengan posisi Indonesia di G20, maka tidak bisa lagi melihat secara nasional, tetapi juga bagaimana sebetulnya  kondisi internasional, tetapi di sisi yang lain bagaimana kemudian kekayaan, tidak hanya kekayaan alam, tetapi kekayaan budaya, kekayaan hayati, kekayaan  keragaman dari biologi,  bisa  melihat kepada struktur dan lain-lainnya, karena Indonesia dihimpit dengan dua benua besar, dan dua samudra besar. Hal Itu juga mempengaruhi pola iklim, karena berada di daerah khatulistiwa, merupakan daerah tropis, dan merupakan negara kepulauan.

“Jadi cakupan inilah, atau kekayaan inilah yang kemudian kita harus angkat menjadi sebuah modal besar,  dimana kita akan bisa berbicara lebih kuat lagi di dunia internasional, disisi  yang lain kita juga memiliki berbagai keragaman hayati, walaupun saat ini masih kebanyakan adalah berfokus kepada keanekaragaman hayati darat, ini juga penguatan penguatan terhadap keanekaragaman hayati laut juga menjadi penting,” ujarnya.

Bagaimana kedepannya, sains G20 itu, bisa didorong khusus, kalau bicara pascapandemi  itu sendiri dikaitkan dengan masalah kemanusiaan,  masalah bagaimana industri yang harus dikembangkan, masalah kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

“Kalau kita bicara tujuan-tujuan, kemudian harus dirangkum dalam beberapa target besar, dan secara khusus yang besarnya dan bagaimana membuat sebuah global platform yang ada dengan tadi kekayaan alam yang ada, kemudian memberikan fasilitasi atau membuat sesuatu menjadi bisa atau enabling dari berbagai industri-industri yang ada di Indonesia. Jadi ini yang kemudian menjadi dasar bagaimana sebetulnya riset dan inovasi kedepannya akan kita bangun,” paparnya.

Ini adalah beberapa strategi regulasi. “Jadi regulasi regulasi yang mendorong terciptanya atau memungkinkan riset dan inovasi kita akan menjadi lebih baik lagi yang terkait dengan prioritas dari dukungan-dukungan, kalau bisa bicara industri yang dihasilkan kemudian kita bicara insentif insentif, baik itu insentif  industri, insentif untuk pelaku-pelaku risetnya ditambah juga dengan bagaimana pengalokasian anggaran-anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan riset dengan melihat pada berbagai program, seperti program ataupun bagaimana manajemen talenta Nasional tidak hanya untuk yang seni, budaya kemudian olah raga,  tetapi juga riset dan inovasi,” terangnya.

Disamping itu juga, bagaimana sebetulnya pembukaan fasilitas-fasilitas yang ada untuk dimanfaatkan, tidak terbatas hanya untuk periset BRIN tetapi justru untuk industri, dan juga ke perguruan tinggi, serta masyarakat, dan nantinya berbagai  adalah dukungan terhadap anggaran anggaran yang ada.

Hal ini yang  menjadi dasar bagaimana kemudian ekosistem yang akan di kondisi riset dan inovasi  itu akan terus dikembangkan, sehingga open platform yang sifatnya adalah terbuka untuk semuanya,  itu bisa di digunakan oleh akademisi. Artinya dari perguruan tinggi, kemudian juga buka untuk dukungan kepada industri, sehingga minimal yang sudah sering didengar Triple Helix, ada pemerintah, ada bisnis, dan ada akademisi yang menjadi satu di suatu tempat.

Inilah yang kemudian berbagai program, mulai  dari program yang terkait dengan penelitian itu sendiri, kemudian kita melihat kepada sumber daya manusianya, dan melihat kepada fasilitas yang ada bisa digunakan.

“Jadi kalau kita bicara saat ini, kami sampaikan secara lebih detil, kalau kita bicara menghadapi pandemi, maka  kita tidak hanya bicara masalah Kesehatan, tapi juga bagaimana masalah pangan, kemudian masalah peralatan Kesehatan, kemudian  masalah obat dan sebagainya, dan tentunya tidak lepas juga dari bagaimana sebetulnya penelitian bidang social, karena kita tahu dampak dari pandemi COVID ini yang terbesar, dan juga bagaimana kita melihatnya dari sisi sosial budaya, kemanusiaan dan sebagainya,” jelasnya.

Mego juga menyebutkan, beberapa infrastruktur yang sudah dan sedang dibangun secara menyeluruh oleh BRIN yang bisa digunakan  secara terbuka, baik itu dengan perguruan tinggi, industri, mewujudkan masyarakat yang keseluruhannya ada di dalam satu komando, dalam satu pengelolaan, sehingga akan lebih mudah untuk bisa digunakan, dan berharap bahwa pakar-pakar, kemudian ahli-ahli juga bisa memanfaatkan laboratorium yang ada di mana pun,  karena  gabungan dari seluruh institusi akan membuat kita memiliki berbagai beragam fasilitas yang ada di seluruh Indonesia.

“Di BRIN sendiri, kita membuka luas, dan ini terkait juga dengan beberapa program khusus misalnya, bagaimana sepertinya riset dan inovasi untuk mendukung digitalisasi blue economy, Green economy, dan di sisi lain juga bagaimana bicara biodiversity kita, bicara masalah yang terkait langsung dengan obat-obatan, kemudian perawatan Kesehatan, tapi di sisi yang lain kita juga melihat bahwa teknologi luar angkasa. Kemudian  teknologi untuk melakukan mitigasi bencana, juga bagaimana masalah sosial humaniora, serta industri juga menjadi hal penting. Oleh karena itu, kalau kita bicara sains teknologi yang mungkin dan harus mendorong kegiatan riset dan inovasi,  tidak lepas dari adanya standar internasional dan nasional, regulasinya,  kemudian bagaimana tentang rivers material, dan sebagainya yang ujung-ujungnya adalah berada di dalam konteks artifisial intelijen, digital,  transformasi Kesehatan, dan sebagainya, itu ada di sana,” sebutnya.

Ia menambahkan, kalau sudah bicara bagaimana solusi ataupun penelitian-penelitian yang terkait dengan kelautan, juga menyentuh pada bagaimana sebetulnya kemampuan dari masyarakat pesisir.

“Kita bicara dari geologinya atau geoisikanya, kita bicara  bioversity  di laut, dan pengembangan untuk bioteknologi yang juga berasal dari biota laut, selain juga kita fokus kepada oceanografi itu sendiri,” imbuhnya.

Nah, kemudian juga kalau bicara remote sensing, ini sangat erat kaitanya juga dengan clemate change, selain bisa mendapatkan berbagai macam data-data yang berasal dari satelit, dan kombinasi atau gabungan dari ground station yang ada, misalnya di bawah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama-sama dilakukan satu analisis, bagaimana sebenarnya perubahan iklim itu terjadi, itu juga dengan berbagai program kedepannya, penguatan  dengan pengembangan satelit yang terus digalakkan, kemudian juga dengan remote sensing, sehingga kita bisa melihat secara khusus perubahan yang terjadi ini, bisa menjadi salah satu hal yang penting di dalam konteks dukungan, untuk clemate change, dan perubahan-perubahan lainnya.

“Termasuk rencana pengembangan dari mulai dari mikro satelit, kemudian mini satelit sampai dengan satelit yang memiliki resolusi tinggi, sehingga  kita bisa melihat sampai bagaimana perubahan perkembangan di pedesaan,” tuturnya.

Kemudian kalau bicara terkait dengan pandemi COVID sudah dilakukan berbagai kegiatan.  Kegiatan bersama-sama, dan ini merupakan satu gabungan riset, baik  yang ada di perguruan tinggi, kemudian di lembaga lainnya, termasuk dari industri farmasi  bersama-sama dengan BRIN.

“Inilah yang kemudian terus kita upaya, dan gabungan ini menghasilkan beragam,  baik itu yang berkait dengan peralatan-peralatan untuk proteksi, untuk treatment, kemudian termasuk skrining diagnostic  itu sendiri, serta juga hasil-hasil riset yang sosial homaniura. Di sisi  yang lain tentunya dalam konteks riset dan inovasi bidang industri. Inilah yang kemudian kita ingin bahwa seluruh program-programnya itu mendapat dukungan dari industri.  Kalau kita sudah bicara industri, maka ada hal lain, bagaimana  konektivitas antara hasil riset dan juga industri itu untuk bisa memproduksi secara masal,” ungkapnya.

(Foto: InfoPublik)

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber InfoPublik.id.