Pemuda Bertani? Kenapa Tidak

:


Oleh MC Kab Aceh Tengah, Minggu, 2 Mei 2021 | 18:52 WIB - Redaktur: Kusnadi - 1K


Oleh : Fathan Muhammad Taufiq *)

Sektor pertanian, sejatinya merupakan sektor informal yang paling sanggup menampung tenaga kerja nyaris tanpa batasan kuota. Luasnya cakupan sektor ini, membuat sektor pertanian menjadi satu-satunya sektor yang bisa menampung tenaga kerja tanpa persyaratan khusus dan kualifikasi pendidikan tertentu. Semua kalangan dapat masuk ke sektor ini, asal memiliki kemauan kuat untuk bekerja keras. Bahkan pada saat dunia didera pandemi Covid berkepanjangan, hanya sektor pertanian yang terus mampu bertahan dan memberi kontribusi besar dalam ketahanan ekonomi masyarakat. Karena kebutuhan akan produk pertanian justru akan terus meningkat pada saat pandemi. Ini menjadi peluang bagi saiapa saja yang mau dan mampu memanfaatkannya.

Semakin menyempitnya lahan pertanian, khususnya di pulau Jawa, juga bukan alasan untuk tidak ‘terjun’ ke sektor ini, karena pertanian tidak terbatas hanya pada usaha tani atau budidaya semata, tapi juga meliputi aspek mekanisasi atau penyediaan alat-alat pertanian, agribisnis atau pemasaran hasil pertanian, pengolahan hasil pertanian, penangkaran bibit atau benih, dan masih banyak aspek lain yang semuanya bisa menjadi peluang bagi siapa saja untuk menekuninya.

Lahan yang terbatas sebenarnya bukan berarti tidak bisa melakukan kegiatan usaha tani, sistim hidroponik, aquaponik, Tabulampot (tanam buah dalam pot), Tasalamkar (tanam sayur dalam karung), vertikultur, adalah beberapa alternatif budidaya pada lahan terbatas. Kebutuhan alat pertanian baik yang tradisional (manual) maupun modern (otomatis) yang semakin meningkat, juga membuka peluang penyerapan tenaga kerja di bidang produksi maupun disitribusi lata dan mesin pertanian (alsintan). Demikian juga permintaan konsumen akan berbagai produk pangan olahan, akhirnya membuka peluang kerja di bidang pengolahan hasil pertanian.

Bibit atau benih yang menjadi komponen utama dalam budidaya pertanian, juga membuka peluang bagi masyarakat untuk menjadi penangkar bibit atau benih. Meningkatnya kebutuhan bibit dan benih untuk mendukung berbagai program pengembangan komoditi pertanian, juga menjadi peluang usaha bagi mereka yang tidak memiliki lahan pertanian yang luas, karena untuk usaha penangkaran bibit dan benih skala kecil atau menengah, tidak membutuhkan lahan yang luas.

Setiap petani pasti ingin hasil pertanian mereka bisa terserap oleh pasar, dan ini juga membuka peluang usaha untuk menjadi pelaku bisnis hasil pertanian yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja, mulai dari menjadi pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, kebupaten, provinsi bahkan sampai kepada pelaku usaha ekspor hasil pertanian. Limbah pertanian yang selama ini nyaris belum termanfaatkan, juga bisa mejadi peluang usaha bagi mereka yang selama ini mengeluhkan sulitnya mendapatkan lapangan kerja. Dengin sedikit keterampilan mengolah limbah pertanian menjadi pupuk organik padat seperti pupuk kandang, kompos dan bokashi, limbah pertanian itu bisa menjadi ‘tambang’ untuk mendulang rupiah. Jika limbah pertanian tersebut kemudian diolah menjadi pupuk organik cair, nilai ekonomisnya akan meningkat beberapa kali lipat, apalagi permintaan akan pupuk organik saat ini semakian meningkat seiring dengan fenomena atau tren pertanian organik.

Tidak memiliki lahan? Itu juga bukan berarti tidak bisa melakukan aktifitas di sektor pertanian. Usaha pengolahan hasil pertanian seperti pembuatan keripik, dodol buah, sirup, saus, manisan dan sebagainya adalah peluang usaha di bidang pengolahan hasil pertanian yang tidak membutuhkan lahan luas, dapat dilakukan di rumah sendiri. Kita dapat melihat banyak contoh orang-orang tua yang sukses menyekolahkan atau menguliahkan anak-anak mereka dari usaha home industry pengolahan hasil pertanian yang mereka tekuni.  Artinya peluang usaha di bidang pengolahan hasil ini, juga seuah peluang untuk meraih sukses, dan peluang itu akan terus terbuka selagi ada kemauan untuk memulainya.

Peluang bagi pemuda di saat pandemi Covid

Melihat besarnya peluang usaha di sektor  pertanian, pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus berupaya ‘menggaet’ kalangan muda untuk mau bekerja dan berwirausaha di bidang pertanian.Tenaga kerja di bidang pertanian saat ini memang didominasi usia tua. Karena usia muda lebih senang bekerja di industri yang upahnya lebih pasti ketimbang pertanian. Selain itu, pekerjaan di industri lebih bergengsi tanpa harus berpanas-panasan di lapangan yang hasilnya tergantung dari faktor alam.

Data BPS tahun 2015 mencatat, sektor pertanian lebih didominasi petani dengan usia lanjut. Kelompok petani usia di bawah 34 tahun hanya berjumlah 3,36 juta atau hanya 12,85%, dari total 26,14 juta rumah tangga petani. Selebihnya merupakan petani dengan usia 34 tahun ke atas atau 87,14%. Sementara data lain menyebutkan, usia petani Indonesia pada 2013 terdiri 61,8 persen berusia lebih 45 tahun, 26 persen berusia 35-44 tahun dan 12 persen berusia kurang dari 35 tahun.

Rendahnya minat generasi muda atau pemuda untuk terjun di dunia pertanian dtengarai akibat adanya asumsi salah yang selama ini berkembang di masyarakat , antara lain :

  1. Bekerja atau berusaha di bidang pertanian bagi pemuda dianggap kalah ‘gengsi’ disbanding dengan menjadi pegawai pemerintah atau karyawan swasta. Kondisi ini membuat mereka berebut untuk bisa masuk ke lapangan kerja yang sejatinya pelauangnya sangat terbatas itu.
  2. Penghasilan sebagai petani dianggap tidak menjanjikan dan menjamin masa depan mereka, sehingga mereka enggan untuk terjun sebagai petani.
  3. Profesi petani hanya pekerjaan informal, menjadi petani sering dianggap bukan sebuah pekerjaan.
  4. Menjadi petani dianggap pekerjaan kasar yang sehari-hari hanya bergelut dengan lumpur dan tanah, sehingga muncul asumsi bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang bisa dibanggakan.
  5. Adanya anggapan bahwa ussaha tani butuh modal yang besar, dan sulit mengakses permodalan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya.
  6. Adanya anggapan bahwa bertani butuh lahan yang luas, sehingga hanya mereka yang meiliki lahan luas yang bisa menjalankan usaha tani.

Padahal asumsi tersebut sama sekali tidak benar, karena menjadi di era teknologi seperti saat ini, justru merupakan pekerjaan yang prospeknya sangat menjanjikan. Analisa usaha hampir pada semua komoditi pertanian menunjukkan bahwa bertani merupakan jenis usaha yang paling menguntungkan disbandingkan dengan pekerjaan lainnya. Begitu juga dengan luas lahan dan modal usaha, bukanlah hal yang perlu menjadi ‘momok’, karena masih banyak usaha pertanian yang tidak membutuhkan modal besar dan lahan yang luas.

Ini sudah dibuktikan oleh seorang pemuda asal Bandung, Charlie Tjendapati, hanya dengan menekuni usaha kangkung hidroponik pada lahan yang tidak begitu luas, dia mampu meraih puluhan juta rupiah setiap bulannya. Contoh lain, Safriga yang akrab dipanggil Riega, petani muda dari dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah ini. Memanfaatkan lahan lahan terlantar di kawasan Pantan Terong, dia juga mampu meraup jutaan rupiah dari usaha Kentang dan Kol organiknya.

Berkembangnya mekanisasi pertanian dengan hadirnya berbagai alat pertanian modern, juga memberi kemudahan untuk menjalankan usaha tani. Tak perlu lagi membuang-buang tenaga berhari-hari ditengah terik matahari untuk menggarap lahan pertanian, karena keberadaan alata mesin pertanian sudah siap untuk menggantikan tenaga manusia maupun hewan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan lahan pun menjadi lebih murah, sementara waktu yang dibutuhkan juga mejadi lebih singkat.

Mahalnya harga pupuk juga bisa disiasati dengan membuat atau mengolah pupuk organic sendiri yang bahan bakunya banyak disekitar kita, bahkan sebagian tersedia dengan gratis tanpa harus membeli, seperti limbah buah dan sayuran di pasar-pasar, sisa-siasa tanaman di sawah, kotoran ternak dan sebagainya. Itu artinya, tidak selamanya menjalnkan usaha tani harus meiliki modal besar. Kalaupun dibutuhkan modal usaha, kini kases perbankan juga sudah banyak memberi kemudahan kepada petani, melalui kredit lunak KUR (Kredit Usaha Tani) misalnya. Bantuan sarana produksi dari instansi terkait, sekarang juga banyak diprogramkan untuk membantu petani. Pengetahuan dan keterampilan berusaha tani, sekarang juga sangat mudah diakses petani, karena lembaga penyuluhan pertanian sudah menyebar ke seluruh pelosok negeri, dan para penyuluh pertanian siap melakukan pembinaan, penyuluhan dan pendampingan setiap saat. Informasi tentang teknologi budidaya pertanian, sekarang juga sudah sangat mudah diakses kapan saja dan dari mana saja, berkat teknologi informasi yang sudah ‘menyusup’ sampai ke pelosok desa.

Jadi sekarang kuncinya adalah kemauan untuk bekerja keras, dan sosok-sosok pemuda lah yang diharapkan untuk tampil di depan memajukan usaha pertanian ini., karena tenaga dan fisik mereka masih kuat. Sementara skill dan keterampilan di bidang pertanian bisa didapatkan sambil menjalankan usaha tani, karena berbagai kemudahan sudah tersedia.

Gengsi?, bukan jamannya lagi untuk mempertahankan gengsi, karena tuntutan kebutuhan terus membayangi kehidupan, sementara lapangan kerja formal, peluangnya semakin menyempit. Lalu kenapa pemuda tidak mau terjun menjadi petani?, bukalah mata kita, lihatlah para petani-petani muda yang telah sukses dengan usaha mereka. Penampilan mereka tidak kalah keren dan trendy, kamana-mana mengendarai kendaraan mewah yang semuanya mereka peroleh dari usaha tani yang mereka jalankan. Terus kita masih akan tetap berpangku tangan, berharap suatu saat akan mendapatkan pekerjaan sesuai impian kita?, kalau itu yang terjadi, maka mimpi akan tetap menjadi mimpi, tidak akan pernah kesampaian.

Pandanglah di sekeliling kita, begitu banyak lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal, atau liriklah pekarangan rumah kita bisa dimanfaatkan untuk usaha tani hidroponik misalnya. Kenapa kita tidak tergerak untuk memulainya?, sementara kebutuhan sandang, pangan dan papan terus ‘membuntuti’ kehidupan kita. Bagaiman kita akan memenuhi semua kebutuhan itu, kalau kita tidak mau merubah ‘jalan hidup’ kita sendiri. Dan usaha pertanian pada lini manapun (budidaya, mekanisasi, pengolahan hasil, pemasaran hasil) adalah peluang terbuka yang menanti kiprah para pemuda.

Begitu juga melimpahnya hasil pertanian, menunggu kiprah tangan-tangan terampil pemuda untuk mengolahnya menjadi produk olahan yang lebih tinggi nilai ekonomisnya. Kebutuhan alsintan yang semaikin meningkat, juga memberi peluang pemuda untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dengan menciptakan alat pertanian tepat gunya yang tentu saja bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Bisnis pertanian juga mamsih terbuka lebar untuk memberi kesempatan bagi para pemuda untuk berkiprah disana, apalagi sekarang bisnis pertanian sudah dapat dilakukan secara online, ini tentu menjadi sebuah kemudahan, karena tidak perlu lagi membuka ‘lapak’ berupa toko atau kios  untuk memasarkan hasil pertanian. Dan semuanya bisa dipelajari dengan mudah seiring dengan mudahnya mengakses teknologi informasi.

Satu hal yang harus diingat oleh para pemuda kita, suatu saat mereka pasti akan memasuki usia tua, dimana produktivitas individunya akan semakin menurun, Kalau pada saat memasuki usia tua tersebut, kita tidak memiliki bekal yang cukup, sengsara di masa tua, itu menjadi niscaya. Menunggu datangnya ‘mukjizat’ berupa lapangan kerja di sektor formal, mungkin hanya sebuah mimpi, sementara kehidupan kita adalah nyata. Maka dunia pertanian adalah pilihan yang bijak untuk memulai usaha bagi pemuda-pemuda kita, karena dunia inilah paling banyak menyediakan dan membuka peluang kerja bagi para pemuda. Tinggalkan gengsi ‘semu’ kalian, karena gengsi yang sesungguhnya adalah kita mampu menunjukkan keberhasilan yang kita raih dengan usaha keras kita. Dan salah satu sukses yang relatif ‘mudah’ untuk diraih adalah dengan menekuni usaha pertanian, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, maka kita akan terus dalam mimpi dan khayalan.

Pandemi Covid yang dianggap sebagai biang merosotnya perekonomian bangsa, justru bisa menjadi spirit dan motivasi bagi pemuda untuk tampil sebagai petani melenial atau agropreneur muda. Jika  mengharap pekerjaan yang sesuai dengan keinginan kita adalah sebuah kemustahilan, mengapa kita tidak mencoba ‘menembus’ kemustahilan itu melewati usaha tani. Yakinlah melalui usaha tani, para pemuda akan mampu menjadi ‘pahlawan’ bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, lebih-lebih pada saat dunia terpuruk akibat pandemi seperti yang kita rasakan saat ini. Jangan hanya menyalahkan keadaan, karena masa depan kita ada di tangan kita, ayo bangkit para pemuda, dunia pertanian yang menjanjikan masa depan gemilang sudah menunggumu.

*) Kasie Layanan Informasi dan Media Komunikasi Publik pada Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah dan Peminat Bidang Pertanian