Sosok Inspiratif M. Nur Gaybita, Persembahkan Seluruh Hidupnya Untuk Pertanian

:


Oleh MC Kab Aceh Tengah, Selasa, 27 April 2021 | 14:56 WIB - Redaktur: Kusnadi - 1K


Catatan : Fathan Muhammad Taufiq *)

Penampilan laki-laki 80 tahun ini terlihat sangat bersahaja, mengenakan kain sarung dan baju kaos yang warnanya sudah mulai memudar, orang yang belum pernah mengenal sosok ini sebelumnya, pasti mengira beliau adalah seorang petani biasa-biasa saja, tidak ada yang menyangka kalau sosok laki-laki tua yang masih terlihat energik dan penuh semangat itu adalah orang yang pernah menduduki berbagai jabatan penting di negeri ini. Tapi begitu terlibat perbincangan dengan beliau, kita akan segera tau kualitas dan kapasitas beliau dalam dunia pertanian. Sosok sederhana itu tidak lain adalah Ir. H. M Nur Gaybita, M Si, putra asli Gayo kelahiran Kampung Bintang, Aceh Tengah tahun 1941 ini pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Aceh selama 12 tahun, menjadi Direktur Bina Usaha Tani Departemen Pertanian dan Direktur Utama BUMN milik Kementerian Pertanian, PT Pertani (Persero). Beliau juga beberapa periode memimpin oragnisasi PERPADI (Perhimpunan Pengusaha Penggilingan Padi Indonesia), dan sampai saat ini masih aktif menjadi dosen pertanian di beberapa perguruan tinggi.

Lahir dari keluarga petani yang sederhana, M. Nur sejak usia muda memang sudah tertarik pada dunia pertanian, itulah sebabnya, setamatnya dari SMA Negeri 1 Takengon tahun 1962, beliau memilih Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai tempat untuk memperdalam ilmu pertaniannya. Namun hanya bertahan selama 1 tahun di IPB, M. Nur kemudian memilih tawaran ikatan dinas dari Akademi Pertanian Ciawi, Bogor sampai memperoleh gelar sarjana muda pertanian dengan gelar BA pada tahun 1965. Selesai dari Akademi Pertanian, M Nur muda langsung bergabung dengan Departemen Pertanian sebagai Penyuluh Pertanian di wilayah Banten yang waktu itu masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat.

Tahun 1966, M Nur merasa terpanggil untuk ikut membangun daerahnya, maka diapun kembali ke Aceh dan diangkat sebagai Petugas Statistik Pertanian pada Dinas Pertanian Aceh. Namun panggilan jiwanya yang selalu ingin terjun langsung ke lapangan mempraktekkan ilmu pertanian yang didapatkannya di bangku kuliah, membuatnya memilih untuk kembali ke tanah kelahirannya di Gayo sebagai petani. Berbagai usaha tani kemudian beliau jalani, mulai dari budidaya tembakau, padi, kedelai dan berbagai komoditi pertanian lainnya menjadi pilihan usaha beliau untuk menyalurkan ilmu yang dimilikinya. Namun keinginan untuk menjadi petani ditentang oleh orang tuanya yang menginginkan M Nur menjadi pegawai negeri sipil.   

M Nur pun kembali ke “habitat”nya pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh pada tahun 1968. Merintis karir pegawai dari bawah, kemudian karirnya mulai “menanjak” karena pada waktu itu tenaga skill di bidang pertanian masih sangat langka di Aceh. Menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi (Kasi) Produksi Pertanian, M Nur seperti menemukan “dunia”nya kemali, dia jadi sering turun ke lapangan untuk terlibat langsung dengan proses produksi pertanian. Sambil menjalankan tugasnya, beliau sempat menyelesaikan kuliah yang “tertunda”, sampai akhirnya meraih gelar Insinyur Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh pada tahun 1977.

Melihat skill yang dimilikinya, akhirnya pada tahun 1978, beliau mendapat kepercayaan dari Gubernur Aceh waktu itu untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Pertanian Provinsi Aceh, sebuah jabatan yang kemudian disandangnya sampai 12 tahun. Berbagai gebrakan pemangunan pertanian kemudian beliau lakukan untuk membangun daerahnya. Peningkatan produksi pangan khususnya padi, kemudian menjadi prioritas beliau, karena pada masa itu produktivitas padi di daerah ini masih tergolong rendah. Berbagai upaya kemudian beliau lakukan untuk mendongkrak produktivitas padi, mulai dari memperkenalkan bibit unggul, teknologi pengolahan lahan melalui mekanisasi pertanian, sampai ke penanganan panen dan pasca panen. Beliau pulalah yang kemudian merancang mesin perontok padi yang kemudian dikenal sebagai Power tresher yang sampai saat ini masih terus digunakan petani untuk kegiatan pasca panen.

Tak hanya berfokus pada padi saja, M Nur kemudian mulai memetakan potensi pertanian di smua kabupaten di Aceh yang kemudian dikemas dalam program pertanian terpadu yang diberi nama “Gerakan Makmue Busare”. Melalui program ini, produktivitas padi, jagung, kedelai dan hortikultura di Aceh mengalami peningkatan yang luar biasa. Prestasi inilah yang kemudian “dilirik” oleh Departemen Pertanian yang akhirnya “menarik” beliau ke pusat. Menteri Pertanian waktu itu, Ir. Wardoyo meminta izin kepada Gubernur Aceh, Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA untuk “membawa” Ir. M. Nur Gaybita ke Jakarta. Tahun 1990, M. Nur resmi menjabat sebagai Direktur Bina Usaha Tani dai Departemen Pertanian, jabatan ini dilakoninya sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 1997.

Meski sudah memasuki masa pensiun, namun Departemen Pertanian belum mau “melepaskan” M. Nur, tenaga dan pemikiran beliau masih sangat dibutuhkan di kementerian tersebut. Jabtan berat dan “menantang” akhirnya beliau terima ketika Menteri Pertanian akhirnya menunjuk beliau sebagai Direktur Utama PT. Pertani (Persero), sebuah perusahaan BUMN yang berada di bawah Departemen Pertanian. Karena merasa jabatan itu sangat sesuai dengan panggilan jiwanya yang ingin melihat petani maju dan sejahtera, beliau menerima amanat tersebut. Dengan posisi tersebut, M Nur memiliki kewenangan untuk mengatur distribusi sarana produksi pertanian di seluruh Indonesia, sehingga beliau punya kesempatan untuk lebih banyak membantu para petani dalam penyediaan saranan produksi pertanian (saprodi) seperti benih/bibit unggul, pupuk dan obat-obatan pertanian.

Sambil menjalankan tugas pokoknya, M Nur juga terus komit untuk memperjuangkan agar Indonesia mampu menghasilkan produksi beras berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Salah satu fokus beliau adalah pada proses pengolahan padi menjadi beras melalui usaha penggilingan padi. Aktifitas ini kemudian membawa beliau dipercayakan sebagai Ketua Perhimpunan Pengusaha Penggilingan Padi Indonesia (Perpadi) selama dua periode. Lewat organisasi ini, M Nur bisa memantau kualitas beras yang dihasilkan oleh perusahaan penggilingan padi di seluruh Indonesia. Berkat kiprah beliau ini kemudian kulaitas beras Indonesia mulai mendapat pengakuan dunia.

Pensiun dari PT Pertani pada usia 65 tahun, M Nur sebenarnya ingin segera kembali ke daerah asalnya untuk menekuni kembali profesinya sebagai petani, namun keinginan itu terpaksa beliau tunda karena, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi kemudian merekrut beliau sebagai Konsultan Ahli di kemeterian tersebut. Karena masih erat kaitannya dengan pembangunan pertanian perdesaan yang menjadi spesifikasinya, belaiuapun akhirnya menerima tawaran tersebut, sampai beliau memutuskan untuk “istirahat” dari lingkaran birokrasi, apalagi waktu itu usianya sudah mulai memasuki 70 tahun. Namun keinginan belaiu untuk segera kembali ke tanah kelahirannya bulum bisa terlaksana, berbagai organisasi pertanian dan perguruan tinggi, masih sering mengundang beliau sebagai nara sumber dalam berbagai kegiatan. Kesempatan ini pula yang akhirnya juga beliau manfaatkan untuk meraih gelar pasca sarjananya sampai beliau mampu mraihnya di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada tahun 2011, tepat ketika usia beliau mencapai 70 tahun, sungguh sebuah semangat belajar yang luar biasa yang patut dicontoh oleh para generasi muda.

Angan kasat” (keinginan) beliau untuk kembali ke Gayo akhirnya kesampaian juga tiga tahun yang lalu. Di lahan peninggalan orang tuanya di Desa Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, kemudian M Nur yang fisiknya masih terlihat fit ini mulai “merukah” (membuka kembali) lahan pertanian yang selama ini terlantar karena tidak ada yang mengurusnya. Di lahan seluas lebih dari 2 hektare itu, M Nur mulai mengimplementasikan ilmu yang sudah lama dia “pendam”. Merekrut beberapa orang pemuda dari sekitar desanya, M Nur kemudian “menyulap” lahan terlantar tersebut menjadi sebuah areal pertanian terpadu (Mix Farming) dengan membudidayakan berbagai komoditi, mulai dari kop arabika Gayo, haortikultura sampai kolam ikan air tawar. Tak hanya sebagai “mandor” di lahan pertaniannya, M Nur juga ikut terjun langsung untuk menyiapkan lahan, membuat pembibitan, menanam, memelihara dan melakukan pemupukan tanaman.

Bukan sekedar ingin mencari keuntungan dari kegiatan usaha tani tersebut, M Nur juga menginginkan lahan pertanian yang dikelolanya juga menjadi tempat penelitian dan pembelajaran berbagai ilmu pertanian kepada siapa saja yang mau datang ke tempat ini. Berbekal ilmu pertanian yang memang sudah sangat “matang”, hanya dalam tempo kurang dari 2 tahun, real mix farming miliknya sudah bisa dijadikan sebagai tempat praktek untuk kegiatan  penelitian dan pembelajaran ilmu pertanian. Apalagi beliau juga dengan senag hati menerima mereka yang mau melakukan penelitian atau belajar disini, dengan antusias beliau akan mebagikan ilmu yang dimilikinya kepada siapa saja, karena menurut beliau hanya dengan ilmu yang bermanfaat inilah, hidupnya akan lebih berarti. Selain itu, melaui usaha yang dilakukannya ini, beliau ingin “membuka mata”  dan memberdayakan para pemuda Gayo yang ada disekitar beliau agar mampu memanfaatkan potensi yang ada untuk kesejahteraan mereka. Karena menurut beliau menjadi petani itu profesi bergengsi yang penghasilannya tidak kalah dengan profesi lainnya, asal dilakukan dengan benar dan serius.

Itulah sosok H. M Nur Gaybita, di usia senjanya beliau tetap tidak mau berdiam diri, terus mengabdikan dirinya pada dunia pertanian, dunia yang telah membesarkannya. Satu hal yang sangat penulis kagumi dari beliau adalah semangatnya untuk terus berbuat yang tidak pernah luntur, karena bagi beliau usia bukanlah halangan untuk terus melahirkan karya-karya yang bermanfaat, dan itu sudah beliau buktikan. Inilah sosok yang benar-benar mempersembahkan seluruh hidupnya untuk pertanian, sosok yang mungkin sudah sangat langka di negei ini. Itulah sekelumit rangkuman hasil bincang-bincang penulis dengan sosok yang sangat mengagumkan ini beberapa waktu yang lalu. Sebuah pembelajaran yang sangat berharga tentang  inspirasi dan motivasi, telah saya dapatkan dari sosok yang secara fisik sangat sederhana, namun menyimpan potensi sumber daya manusia yang luar biasa.

*) Kasie Layanan Informasi dan Media Komunikasi Publik pada Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah dan Peminat Bidang Pertanian.