Seberapa Penting Dukungan Peralatan Klimatologi Bagi Daerah?

:


Oleh MC Kab Aceh Tengah, Senin, 8 Maret 2021 | 12:12 WIB - Redaktur: Kusnadi - 3K


Oleh : Fathan Muhammad Taufiq

Aceh Tengah, InfoPublik - Perubahan iklim global (global climate change) yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah berdampak hampir kepada semua sektor, mulai dari pertanian, perikanan, infrastruktur, perhubungan dantransportasi, sampai berbagai peristiwa bencana seperti banjir bandang dan longsor. Di sektor pertanian, perubahan iklim global telah berdampak pada penurunan produktivitas berbagai komoditi pertanian, gagal panen (puso), meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman yang bermuara pada kerugian petani. Disektor perikanan juga berdampak pada penurunan hasil tangkapan pada perikanan laut dan kematian masal ikan pada budidaya perikanan darat.

Di bidang infrastruktur, perubahan iklim global juga berdampak pada terkendalanya penyelesaian proyek-proyek pembanguan.  Kondisi cuaca yang sulit ditebak, juga mengganggu sistem navigasi pada moda transportasi udara dan laut, sementara tumbangnya pepohonan dan tiang listrik ke jalan akibat hujan dan angin kencang, juga menghambat transpurtasi darat.

Kondisi tersebut sebenarnya bisa diantisipasi atau setidaknya diminimalisir dampaknya jika informasi cuaca dan iklim tersedia secara lengkap. Selama ini Badan Metorogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan informasi lengkap tentang cuaca dan iklim melalui informasi harian, early warning, informasi bulanan dan prakiraan cuaca dan iklim secara berkala. Namun karena luasnya cakupan wilayah, serta kondisi wilayah yang sangat beragam dan keterbatasan peralatan klimatologi, belum semua daerah terekam informasi cuacanya secara detil. Ditambah lagi dengan masih banyaknya pihak-pihak yang mengabaikan informasi cuaca dan iklim, serta kekengganan sebagian besar masyarakat untuk mengakses informasi tersebut, menyebabkan berbagai kejadian alam terlambat diantisipasi, sehingga banyak menimbulkan korban baik nyawa maupun harta benda.

Upaya maksimal BMKG dalam menyediakan layanan informasi cuaca dan iklim, tentuk hasilnya tidak akan optimal jika tidak didukung oleh pemerintah daerah. Informasi cuaca dan iklim yang disajikan oleh BMKG dilakukan berdasarkan wilayah dan dikendalikan oleh Stasiun Klimatologi yang jumlahnya hanya satu atau dua dalam setiap provinsi dengan kondisi peralatan klimatologi yang standar (kalau tidak boleh dibilang minim). Bisa dimaklumi, karena pengadaan alat-alat klimatologi pada stasiun-stasiun klimatologi sangat bergantung pada anggaran BMKG yang kita ketahui juga sangat minim.Ada juga stasiun klimatologi di seputaran bandara, namun informasi cuaca yang dihasilkan lebih difokuskan untuk keperluan pengeloalan bandara dan navigasi.

Secara umum, sebenarnya peralatan pemantau cuaca yang dimiliki oleh BMKG  Pusat sudah memadai dukungan teknologi satelit  Himwari, sehingga kondisi cuaca secara umum dapat terpantau dan terprediksi secara periodik. Namun tidak demikian dengan stasiun klimatologi yang ada di daerah, dimana peralatan klimatologi seperti Campbell Stokes, Penakar Hujan Otomatis, Anemometer, Pengukur Suhu, Evaporator dan peralatan klimatologi lainnya jumlahnya sangat terbatas.

Alat klimatologi sebagai sumber informasi cuaca dan iklim

Selain mengandalkan satelit cuaca, informasi cuaca dan iklim yang kemudian disampaikan oleh BMKG kepada publik, berasal dari hasil pengamatan, pengukuran  dan pencatatan alat klimatologi. Data curah hujan misalnya, berasal dari hasil pengamatan dan pencatatan alat penakar hujan baik yang manual (type OBS), semi maual (type Hellman) maupun otomatis (Automatic Rain Gauge/ARG) yang dilakukan secara terus menerus. Data curah hujan ini kemudian dijadikan oleh BMKG dalam menyusun analisa dan prakiraan hujan di berbagai wilayah serta  menentukan awal musim hujan dan kemarau.

Begitu juga dengan keberadaan alat pengukur arah dan kecepatan angin (Anemometer), hasil pengukuran dan pencatatan dari alat ini, akan menjadi dasar informasi tentang arah dan kecepatan angin di suatu daerah pada waktu tertentu dan sarana peringatan dini (early warning) kemungkinan terjadinya angin kencang, badai dan ketinggian gelombang

Secara kumulatif, hasil pengamatan, pengukuran dan pencatatan alat-alat klimatologi itulah yang kemudian menjadi acuan dalam menyusun informasi, analisis dan prakiraan cuaca dan iklim yang jika diakses oleh publik akan sangat bermanfaat untuk berbagai keperluan baik oleh stake holder terkait, kelompok komunitas maupun perorangan.

Bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah, informasi, analisis dan prakiraan cuaca dan iklim bisa dimanfaatkan oleh stakeholder dalam menyusun perencanaan, jadwal pelaksanaan kegiatan dan monitoring serta evaluasi kegiatan, sehingga semua kegiatan bisa tepat waktu dan sasaran. Bagi komunitas seperti kelompok tani, informasi iklim dan cuaca dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam menyusun pola dan jadwal tanam yang dilakukan secara berkelompok, dengan demikian dapat menekan biaya produksi dan tidak terjadi over produksi di suatu waktu dan kelangkaan produksi di waktu lainnya, sehingga harga produk pertanian terjaga stabilitasnya.

Sementara bagi perorangan, informasi cuaca dan iklim sangat dibutuhkan untuk semua profesi, mulai dari petani, nelayan, pengusaha, mahasiswa, peneliti, kontraktor dan bidang jasa lainnya, karena sangat terkait erat dengan schedule aktifitas mereka. Seorang petani misalnya, akan terkendala aktifitas usaha taninya pada saat ketersediaan air terbatas atau pada saat air berlebihan. Dengan kemampuan dan kemauan mengakses informasi iklim dan cuaca, petani akan lebih tepat dalam mengatur pola taman maupun jadwal tanam sertamemilih  komoditi tepat yang akan dibudidayakan. Begitu juga dengan nelayan, dengan mengetahui informasi cuca dan iklim, akan dapat menentukan kapan waktu melaut yang tepat. 

Perlu dukungan pemerintah daerah

Kembali kepada masalah keterbatasan peralatan klimatologi yang dimiliki oleh BMKG sehingga tidak bisa dipasang di semua wilayah, tentu sangat diharapkan partisipasi aktif pemerintah daerah untuk mendukung aktifitas pemantauan cuca dan iklim di daerah masing-masing. Sistem dekonsentrasi anggaran pada era otonomi daerah, berakibat sebagian besar anggaran pembangunan di daerah dikelola oleh masing-masing daerah. Kondisi demikian sangat memungkinkan daerah untuk dapat melakukan sharing anggaran untuk mendukung aktifitas klimatologi ini.

Kepedulian pemerintah daerah dalam penyediaan informasi cuca dan iklim untuk mendukung apa yang telah dilakukan oleh BMKG,  sejatinya merupakan bagian dari pembangunan di daerah, karena manfaat dari program ini juga akan kembali kepada pemerintah daerah. Pengadaan fisik peralatan klimatologi oleh pemerintah daerah, akan sangat membantu masyarakat maupun stake holder di daerah untuk memperoleh informasi cuca dan iklim yang valid dan akurat, sehingga seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan tepat dan hasil pembangunan bisa lebih optimal.

Namun realita yang kita lihat pada saat ini, sebagian besar pemerintah daerah masih abai akan hal ini. Ada beberapa kemungkinan penyebab abainya pemerintah daerah terhadap aktifitas pengamatan, pengukuran dan pencatatan klimatologi ini.

Pertama, sebagian (besar) pejabat atau pemangku kebijakan di daerah baik di level eksekutif maupun legislatif, belum sepenuhnya memahami manfaat dari informasi cuaca dan iklim, sehingga menganggap bahwa pengadaan peralatan klimatologi bukanlah hal penting yang harus diprioritaskan.

Kedua, adanya asumsi sebagian besar pejabat daerah bahwa masalah cuca dan iklim sudah menjadi urusan BMKG, sehingga pemerintah daerah merasa tidak perlu campur tangan, padahal kalau ada sinergi yang terbangun antara pemerintah daerah dan BMKG, tentu manfaat yang akan diterima daerah akan lebih besar.

Ketiga, minimnya kemauan masyarakat untuk mengakses informasi cuaca dan iklim serta manfaatnya bagi mereka, sehingga nyaris tidak ada masukan atau saran kepada pemerintah daerah.

Keempat, kalaupun ada sebagian kecil masyarakat yang peduli akan hal ini, kemudian memberikan masukan kepada pemerintah daerah namun tidak mendapatkan respon, maka akan muncul sikap apatis dan skeptis masyarakat.

Terkait dengan kondisi tersebut, kiranya perlu membangun komunikasi efektif BMKG dengan pemerintah daerah melalui kegiatan pertemuan teknis, rapat koordinasi, workshop, Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan langsung para pemangku kebijakan di daerah. Dengan demikian akan lahir pemahaman pejabat daerah tentang pentingnya informasi cuca dan iklim ini bagi daerah, sehingga timbul iktikad baik untuk bersinergi dalam penyediaan sarana dan prasaran klimatologi di daerah.

Sebenarnya selama ini pihak BMKG juga sudah melakukan pendekatan dengan daerah melalui kegiatan Sekolah Lapang Iklim, Diklat Dasar Pengamat Curah Hujan serta FGD yang melibatkan aparatur daerah baik penyuluh, kelompok masyarakat mapun perorangan. Namun kegiatan-kegiatan tersebut baru menyentuk level akar rumput, sehingga pengaruhnya terhadap pemangku kebijakan sangat minim.

Ke depan, mungkin pola seperti ini harus diubah, kegiatan-kegiatan BMKG yang melibatkan aparur daerah, mesti ditindaklanjuti dengan koordinasi dan sinergi pada level penentu kebijakan, sehingga kegiatan seperti sekolah lapang iklim yang terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat ini, mendapat respons positif dari pemerintah daerah. Kalau saja semua daerah bisa menganggarkan pengadaan peralatan klimatologi yang sebenarnya tidak terlalu mahal, kemudian BMKG memberikan bantuan teknis dan pelatihan sumberdaya manusianya, tentu inergi seperti ini akan melahirkan informasi klimatologi yang sangat bermanfaat bagi daerah dan masyarakat.

Inilah  sekelumit kedar ‘uneg-uneg’ dari saya yang selama sepuluh terakhir terlibat interaksi aktif dengan urusan cuaca dan iklim di daerah. Semoga saja tulisan sederhana ini ‘terbaca’ oleh para pemangku kebijakan di daerah baik dari eksekutif maupun legislatif.

*) Kasie Layanan Informasi dan Media Komunikasi Publik pada Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah, Peminat bidang pertanian dan agroklimatologi.