:
Oleh MC Prov Sumatera Barat, Senin, 29 Oktober 2018 | 12:37 WIB - Redaktur: Noor Yanto - 1K
Mentawai, InfoPublik - Bunyi jejeineng (lonceng Sikerei) dihalaman kantor bupati Mentawai, KM. 5 Tuapeijat, Sipora Utara yang dimainkan. Tujuannya untuk mengundang pengunjung Festival Masyarakat Adat 2018, yang diselenggarakan Yayasan Citra Mandiri (YCM) Mentawai dalam Program Peduli-Kemitraan Partnership dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk merapat di depan panggung, Sabtu malam (27/10).
Di tangan kiri Aman Boroi Ogok, seorang penggiat seni, sudah ada daun-daun sikerei yang diramu dan dimasukkan dalam sepotong bambu. Mereka memainkan turuk (tarian) sambil membawakan daun sikerei tersebut.
"Kita masukkan daun aileppet, surak dan mumunen di dalamnya agar kita yang terlibat di dalam kegiatan ini terjaga dan terselamatkan," kata Aman Boroi, Sabtu (27/10/2018).
Setelah beberapa menit memainkan ramuan, daun sikerei diletakkan pada salah satu tiang panggung dan beristirahat sejenak. Terlihat keringat dan tarikan nafas yang dalam pada ketiga penggiat seni dari sanggar seni dan budaya Uma Jaraik Sikerei, Muntei Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan.
"Tak malabbei," kata Aman Boroi sambil mengisap rokoknya dari lintingan daun pisang.
Setelah beristirahat, mereka kembali melakukan turuk (tarian) sambil memainkan daun Sikerei yang ada di dalam bambu. Makin lama gerakan dan hentakkan kaki mereka makin cepat. Mereka bertiga jongkok dan terihat seakan berebut daun Sikerei.
Tiba-tiba Johanes Mangaritan dan Aikup, dua anggota lainnya, terlempar gemetaran dan tidak sadarkan diri. Aman Boroi lalu mengambil pameingak (ramuan Sikerei untuk menyadarkan mereka dari pingsan) dan mengusapkannya pada wajah dan kepala. Keduanya sadarkan diri.
Aman Boroi lalu memberikan isyarat agar pendamping sanggar seni dan budaya untuk mengambil ayam sebagai persembahan. Aman Boroi lalu memegang dan mengucapkan sukat kepada leluhur agar semua yang hadir dalam acara diberikan kemudahan dan kesehatan. Setelah mengucapkan sukat sambil mengangkat ayam ke atas, ayam lalu dipotong.
Pada tahap terakhir, mereka kembali melakukan turuk dengan membawakan sesajen di dalam sebuah piring. Sesajen tersebut terdiri dari tinemei atau subbet yang terbuat dari keladi dan dimasak serta dihaluskan dan dibulatkan sebesar telur ayam lalu ditaburi parutan kelapa. Selain tinemei, ada juga telur ayam yang sudah dimasak dan dikupas.
Setelah melakukan turuk dan memanggil roh atau jiwa pengunjung yang terlibat di dalam acara, Aman Boroi meminta semuanya berkumpul di panggung utama untuk dibersihkan dan makan sesajen secara bersama.
"Kalau untuk lajo simagre, orang sakit kita pakai daun untuk pasibitbit (mengusir) dan juga ramuan yang ada di dalamnya itu daun dan akar-akar kayu yang mati. Namun karena ini ritualnya dalam acara pesta maka yang kita lakukan ritual membersihkan diri agar terjauhkan dari bahaya dan diberikan kesehatan," jelasnya.
Aman Boroi Ogok, Johanes Mangaritan dan Aikup berasal dari Sanggar Seni dan Budaya Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan yang didirikan 2015 dan merupakan media kreasi untuk melestarikan serta mempertahan budaya Mentawai. (Eko Kurniawan/Kominfo Mentawai)