- Oleh Jhon Rico
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:13 WIB
: Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat menghadiri Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Potensi Bencana Hidrometeorologi di Kantor Kemendagri, Jakarta pada Senin (18/11/2024)/ dok. BNPB.
Jakarta, InfoPublik – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengungkapkan bahwa hingga 16 November 2024, tercatat ada 1.756 kejadian bencana di Indonesia. Sebagian besar bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Untuk itu, pemerintah daerah (Pemda) diminta untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah yang diprediksi masih terjadi pada bulan November dan Desember 2024.
Hal tersebut disampaikan Suharyanto dalam Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Potensi Bencana Hidrometeorologi yang digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, pada Selasa (19/11/2024). Ia menyatakan bahwa lebih dari 1.000 kejadian bencana hidrometeorologi basah terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada tahun ini.
Melihat adanya potensi bencana yang semakin meningkat, BNPB mengimbau seluruh stakeholder untuk meningkatkan kesiapsiagaan, salah satunya dengan melakukan apel kesiapsiagaan baik personel maupun peralatan. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana kekuatan daerah dalam menghadapi potensi bencana yang akan datang.
"Pemerintah daerah diminta untuk segera melaksanakan apel kesiapsiagaan. BNPB juga akan berkeliling bersama daerah untuk mengadakan apel siaga," ujar Suharyanto.
Selain itu, BNPB juga akan melakukan pemetaan terhadap potensi bencana di berbagai wilayah. Suharyanto berharap, pemda tingkat kabupaten, kota, dan provinsi turut melakukan pemetaan serupa agar mitigasi bencana dapat lebih efektif.
Suharyanto menegaskan bahwa meskipun bencana tidak dapat dicegah sepenuhnya, upaya untuk mengurangi dampak dari bencana tersebut sangat penting. Fokus utama adalah meminimalisir kerusakan infrastruktur dan korban jiwa.
"Bencana tidak bisa kita cegah, namun yang bisa kita upayakan adalah mengurangi dampaknya, baik kerusakan infrastruktur maupun korban yang meninggal dunia atau luka-luka," ungkapnya.
Lebih lanjut, Suharyanto juga mengimbau pemerintah daerah untuk segera menetapkan status siaga darurat bencana, terutama di daerah yang berpotensi terkena bencana hidrometeorologi basah. Proses ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat, berdasarkan data sejarah bencana di masing-masing daerah.
"Segera kuasai titik-titik rawan bencana berdasarkan sejarah bencana sebelumnya, jangan sampai terlambat. Jika daerah diprediksi berpotensi mengalami bencana hidrometeorologi basah, segera tetapkan status siaga darurat," tambahnya.
Dengan penetapan status siaga darurat, BPBD diharapkan dapat merespons dengan cepat dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam waktu 3x24 jam setelah bencana terjadi, sebelum bantuan dari pemerintah pusat diterjunkan.
"Kabupaten dan kota harus segera mengeluarkan status siaga darurat, kami akan turun membantu. Logistik seperti mobil dapur umum lapangan, perahu, genset, dan pompa air akan disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing," ujar Suharyanto.
Suharyanto berharap, dengan adanya koordinasi yang lebih baik dan penetapan status siaga darurat, BPBD dapat memberikan respons yang cepat dan efektif dalam menangani bencana. "Setelah status siaga darurat ditetapkan, BPBD harus siap memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam 3x24 jam," katanya.