- Oleh Jhon Rico
- Kamis, 12 Desember 2024 | 21:58 WIB
: Upaya pemadaman karhutla oleh satgas darat dan udara di wilayah Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (1/10/2024)/ dok. BNPB.
Jakarta, InfoPublik - Muara Enim dan Musi Banyuasin adalah dua kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang masih dilanda kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto pun meninjau langsung penanganan karhutla dan kondisi di lapangan.
Dalam keteranganya, Rabu (2/10/2024), Suharyanto menyatakan, pada 2024, sebanyak 12 kabupaten di “Bumi Sriwijaya” telah melaporkan kejadian karhutla, termasuk dua kabupaten itu, meskipun sebagian wilayah di selatan Pulau Sumatera telah memasuki musim penghujan.
Karhutla sendiri menjadi jenis kejadian bencana peringkat kedua setelah banjir dan banjir bandang. Dari total 1.464 kejadian bencana sejak 1 Januari hingga 27 September 2024, kejadian karhutla tercatat sebanyak 289 kali terjadi.
Menggunakan helikopter, Kepala BNPB bersama Pj Gubernur Sumatra Selatan kemudian melakukan patroli udara di wilayah Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim.
Dalam peninjauan udara itu, keduanya melihat sendiri beberapa titik api (hot spot) yang ditandai dengan adanya kepulan asap berwarna putih masih terlihat membumbung tinggi ke angkasa.
Meski sudah tidak terlalu banyak titik hot spot, namun hal itu tetap menjadi prioritas utama pemadaman. Sebab, jika itu diabaikan maka dapat berpotensi semakin luas.
Usai melakukan patroli udara, Kepala BNPB meninjau lokasi terdampak karhutla menggunakan sepeda motor jenis trail. Jaraknya tidak lebih dari tiga kilometer dari lokasi pendaratan helikopter.
Setibanya di lokasi, Kepala BNPB masih menjumpai adanya kepulan asap yang keluar dari dalam tanah. Seperti yang sebelumnya terlihat dari pantauan udara.
Dari hasil tinjauan lapangan itu, Kepala BNPB mengingatkan agar penanganan karhutla harus terus dilakukan dengan cepat, terorganisir, tepat sasaran dan dipastikan bahwa api benar-benar padam.
Kepala BNPB tidak ingin kejadian karhutla 2015 dan 2019 terulang kembali. Sebab, kejadian karhutla di dua periode itu telah membuat reputasi penanganan dipertanyakan oleh berbagai pihak.
“Karena di 2019 ketika el nino kita seolah-olah tidak berdaya mengatasi karhutla. Pada 2015 kita diprotes karena asapnya menyeberang ke negara tetangga,” kata Suharyanto.
Kepala BNPB kemudian mengapresiasi upaya tim satgas gabungan dalam menumpas titik api yang masih membandel. Kebakaran lahan gambut memang butuh penanganan khusus. Sebab, meski terlihat sudah padam namun boleh jadi bara api masih terkandung di dalam tanah.
Kepala BNPB juga melihat bagaimana dua helikopter water bombing BNPB mondar-mandir mengguyurkan air ke titik-titik api yang masih menyala.
Upaya satgas darat dan udara itu menjadi bukti bahwa sebenarnya Indonesia mampu, meski fenomena el nino juga melanda di tahun 2023 lalu.
“Tahun 2023 walau el nino karena kita lebih cepat, gesit dan terpadu, kebakarannya ada, tapi lebih sedikit dan tidak sampai menyeberang. Dari 2015 sampai tahun ini turun terus,” jelas Suharyanto.
Sumsel Primadona Karhutla
Di hadapan forum, Kepala BNPB menyebut bahwa karhutla di Sumatera Selatan ini menjadi incaran para pemilik jasa helikopter water bombing, sebab menjadi wilayah terdampak paling luas.
Padahal, terang dia, negara harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk operasi satgas udara ini.
Oleh sebab itu, Kepala BNPB mengajak seluruh personel satgas dan jajaran forkopimda untuk mengubah cara pikir agar karhutla ini tidak serta merta menguntungkan beberapa pihak dan membuat penderitaan masyarakat.
Di sisi lain, hasil temuan mengatakan bahwa 99 persen faktor karhutla ini terjadi karena ulah manusia.
Ia menyatakan masih banyak praktik-praktik pembukaan lahan dengan cara dibakar karena dinilai lebih efisien dan ekonomis. Padahal hal itu jelas-jelas sudah dilarang.
Kepala BNPB meminta agar upaya law enforcement atau penegakan hukum dilakukan.
Menurut Suharyanto, hal itu dapat menjadi salah satu solusi untuk menekan kejadian karhutla di Tanah Air termasuk di Sumatera Selatan.
“Sumatera Selatan ini primadona karena kebakarannya besar. Mereka (penyedia jasa helikopter-red) maunya ke Palembang, kalau digeser ke Riau atau Jambi tidak mau. Karena mereka menganggap penghasilannya sangat besar. Makanya coba kita ubah pola pikirnya,” ujar Suharyanto.
“Jangan sampai ini kita justru membantu orang yang membakar dan mendapat keuntungan. Jangan sampai kita dihujat negara tetangga karena asap. Kita harus bisa menjaga kedaulatan rakyat,” sambung dia.