Kota Malang Belum Akan Membuat Perda Ormas

:


Oleh Dian Thenniarti, Rabu, 2 Agustus 2017 | 11:51 WIB - Redaktur: Juli - 389


Malang, InfoPublik - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mengatakan belum merasa perlu membuat perda tentang organisasi masyarakat (ormas). Perda yang merupakan turunan dari Perppu nomor 2 tahun 2017 hingga kini masih dalam kajian.

"Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang ormas menjadi kewajiban kami untuk melaksanakan peraturan itu, tapi kami belum ke arah membuat peraturan daerahnya (perda). Saat ini kami baru tahap menata dan koordinasi intensif dengan seluruh pihak yang terkait, kami juga akan meminta masukan terlebih dahulu dari masyarakat Malang," ujar Wakil Wali Kota Malang Sutiaji kepada InfoPublik di kantornya, Selasa (1/8). 

Sutiaji menilai, di Kota Malang suasananya sangat kondusif, semua kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat terpantau dengan baik. Pihaknya juga menegaskan tidak akan melakukan pendekatan formal karena tidak sesuai dengan budaya masyarakat Malang. 

"Kami kedepankan dialog guna mencegah konfrontasi. Kalau kami paksakan saat ini dibuat perdanya, khawatirnya malah justru memantik reaksi yang tidak diinginkan," katanya. 

Menurut Sutiaji, untuk pembinaan ormas di Kota Malang, pihaknya bekerja sama dengan Bakesbangpol dalam melakukan pemantauan. "Dalam Bakesbangpol ini kan ada dua unsur yang terlibat dalam pemantauan, yakni intelijen dan forum komunikasi tangkal dini," ujar Sutiaji.

Sementara untuk indikasi pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat dalam ormas radikal, seperti HTI yang kini telah dibubarkan pemerintah, Sutiaji mengakui adanya indikasi ke arah itu. Namun hingga saat ini pihaknya belum bisa melakukan justifikasi, karena masih dalam konteks investigasi. 

"Sebelum memperoleh bukti yang konkret kami belum akan memberikan tindakan. Jika dalam perjalanannya ditemukan bukti maka PNS yang terlibat itu akan dipanggil, untuk sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan aturan kepegawaian yang berlaku, yakni PP nomor 53 tahun 2010," jelasnya. 

Sedangkan untuk mencegah metamorfosisnya ormas-ormas terlarang itu, pihaknya mengambil langkah menggandeng beberapa pihak, seperti dinas pendidikan, sekolah-sekolah, dan pihak kampus. "Ini kami lakukan karena kewenangan kami yang terbatas hanya pada Paud, SD, SMP, SMA. Sedangkan perguruan tinggi berada di provinsi," ungkapnya.

Sutiaji mencontohkan, salah satu indikasi sekolah yang terlibat ormas terlarang biasanya biaya sekolah yang murah dengan kualitas yang baik. Selain itu, tidak pernah mengadakan upacara dan penghormatan bendera, serta tidak mau membaca pancasila.

Untuk tindak lanjut sekolah yang terbukti milik atau terlibat ormas terlarang itu menurutnya akan diserahkan pada dinas pendidikan. Begitu juga dengan mahasiswa yang terlibat, akan diserahkan pada pihak kampus untuk tindak lanjutnya. 

"Namun bila kegiatan itu terjadi di luar wilayah kampus maupun sekolah, dan melibatkan masyarakat, itu menjadi kewenangan kami. Sebagaimana amanat undang-undang, pemerintah memiliki tiga kewenangan, yakni menjamin kelangsungan hidup, kepastian hukum, dan pengayoman. Ketiga kewenangan itu yang musti kami laksanakan," tambahnya. 

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mendorong para kepala daerah untuk membuat Perda Anti-ormas Radikal karena keberadaanya yang bisa memecah belah bangsa dan negara. Termasuk organisasi yang ada di daerah-daerah.