Bayar Iuran Dulu, Punya Rumah Kemudian

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Selasa, 30 Juni 2020 | 20:04 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 513


Jakarta, InfoPublik – Kebutuhan untuk memiliki rumah jadi idaman setiap warga negara. Untuk itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2020.

PP ini merupakan landasan bagi Badan Pengelola (BP) Tapera untuk segera beroperasi  dengan tujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan layak huni dan terjangkau bagi peserta.

Tapera merupakan akronim dari Tabungan Perumahan Rakyat. Merujuk pada PP Nomor 25 Tahun 2020, tabungan tersebut berupa simpanan uang yang dilakukan oleh peserta Tapera secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Tapera hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaannya berakhir.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengungkapkan, penyelenggaraan program Tapera diperuntukkan bagi seluruh segmen pekerja dengan asas gotong royong. Tapera merupakan salah satu bentuk kewajiban konstitusional Presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 H ayat 1 Undang-undang Dasar 1945.

Dalam pasal tersebut dikatakan, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan'. Dengan ditekennya PP Nomor 25 Tahun 2020 artinya Presiden telah menuntaskan kewajibannya tersebut.

Jauh sebelum diteken oleh Presiden Jokowi, Tapera telah melewati jalan panjang yang diinisiasi pada Tahun 2012 dimana beberapa program sudah dijalankan pemerintah. Tetapi, dengan keterbatasan anggaran, program ini tak bisa menyelesaikan persoalan kebutuhan permukiman penduduk dalam waktu singkat.

Di samping itu, Pemerintah juga sudah meluncurkan skema pembiayaan berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Kebutuhan akan penyediaan perumahan pada waktu itu disebut akan terjawab dengan adanya skema Tapera. Konsepnya adalah dengan tabungan, pekerja bisa memanfaatkan untuk mendapatkan hunian.

Maka dari itu, diperlukan aturan guna mengakomodasi kebutuhan tersebut. Pada akhirnya, terbitlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pembahasannya sudah dilaksanakan sejak 2012, namun, RUU tersebut baru disahkan empat tahun kemudian.

Perjalanan Panjang Tapera

Dalam perjalanannya, pembahasan RUU Tapera menuai kontroversi. Pada tahun 2014, Pemerintah meminta RUU tersebut ditunda karena akan membebani uang negara.

Pada saat-saat akhir pembahasan RUU, pasal mengenai besaran iuran kepesertaan dihapuskan dari draf dan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Penghapusan besaran iuran tersebut dilakukan sebagai kompromi dengan pelaku usaha yang tidak setuju dengan adanya UU Tapera, karena dikhawatirkan akan memberatkan dunia usaha.

Lalu pada tahun 2016 silam, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada 24 Februari 2016.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat itu mengatakan, pembentukan UU Tapera merupakan hal yang tepat sebagai bentuk kehadiran Negara untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal layak huni dan terjangkau.

Meski saat itu UU sudah disahkan, namun Tapera belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya tak lain karena masih menunggu sejumlah persiapan seperti PP dan pemilihan komisioner.

Seperti yang sudah disebutkan, landasan hukum terbentuknya Tapera adalah PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) PP Nomor 25 Tahun 2020 tersebut juga merupakan turunan dari PP Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang telah diteken oleh Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain itu, beleid ini juga merupakan turunan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Berdasarkan UU Tapera Nomor 4 Tahun 2016 mengamanatkan pembentukan Komite Tapera dalam waktu tiga bulan setelah undang-undang disahkan. Komite ini terbentuk setelah enam bulan UU disahkan. Anggota Komite Tapera awalnya berjumlah lima orang, terdiri dari Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, satu komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai anggota Komite Tapera ex officio, dan satu anggota Komite Tapera dari kalangan profesional.

Komite ini memiliki kewenangan merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera. Selain itu, Komite Tapera berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian komisioner dan deputi komisioner dari jabatannya kepada Presiden.

Komite ini juga melaksanakan tugas pembinaan dan pengelolaan Tapera, merumuskan ketentuan gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya bagi Komisioner dan Deputi Komisioner yang merupakan anggota BP Tapera. Terbentuknya Komite Tapera diikuti pula oleh pembentukan komisioner dan deputi komisioner Badan Pengelolaan (BP) Tapera.

Tapera menjadi tangung jawab BP Tapera, yang dipimpin oleh satu komisioner dan paling banyak empat deputi komisioner. Keempat deputi ini meliputi bidang pengerahan, bidang pemungutan, bidang pemupukan, serta bidang administrasi dan hukum. Setelah melalui proses pemilihan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono akhirnya resmi melantik Komisioner dan empatt orang deputi komisioner BP Tapera pada Jumat, 29 Maret 2019.

Ada lima orang yang diangkat dalam susunan kepengurusan BP Tapera, yaitu Adi Setianto sebagai Komisioner. Kemudian, Eko Ariantoro sebagai Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera, dan Gatut Subadio sebagai Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana Tapera. Lalu, Ariev Baginda Siregar seabgai Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, dan Nostra Tarigan sebagai Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi.

Tugas BP Tapera Setelah Komite Tapera dibentuk, diikuti pula dengan pembentukan komisioner dan deputi komisioner BP Tapera. BP Tapera diketahui mengemban tiga pokok utama dalam menyelenggarakan sistem tabungan perumahan untuk pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan.

Pertama, BP Tapera bertugas untuk mengerahkan dana Tapera. Pengerahan dana ini artinya menghimpun dana dari masyarakat supaya melakukan simpanan di BP Tapera.

Kedua, melakukan pemupukan dana Tapera. Artinya, BP Tapera harus mengembangkan dana tabungan masyarakat yang sudah dihimpun untuk diinvestasikan sehingga jumlahnya terus bertambah.

Tugas ketiga yakni pemanfaatan dana Tapera. Para peserta bisa memanfaatkan tabungannya untuk membeli rumah baru, merenovasi, dan membangun rumah di atas tanah miliknya sendiri.

Kepesertaan Tapera

Kriteria peserta Tapera adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) eks peserta Taperum-PNS maupun ASN baru. Selanjutnya, kepesertaan akan diperluas secara bertahap untuk segmen pekerja penerima upah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kemudian diperluas ke TNI/Polri, pekerja swasta, pekerja mandiri, hingga pekerja sektor informal.  Kepesertaan Tapera juga berlaku bagi pekerja dan pekerja mandiri yang berusia minimal 20 tahun.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengungkapkan, kepesertaan untuk pekerja swasta paling lama dilaksanakan tujuh tahun setelah PP Penyelenggaraan Tapera diterbitkan. Peserta yang mengikuti Tapera lainnya adalah memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, seperti tertulis pada pasal 5 PP Tapera.

Lalu, bagaimana dengan pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum?  Mereka tetap dapat menjadi peserta Tapera. Mereka dapat mendaftarkan dirinya sendiri ke BP Tapera. Dengan adanya Tapera, setiap pemberi kerja yakni orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BP Tapera.

Selain itu, Pemerintah juga mewajibkan Warga Negara Asing (WNA) menjadi peserta Tapera. WNA tersebut akan membayar kewajiban iuran sama seperti pekerja WNI karena mereka juga mendapatkan penghasilan di Indonesia.

Nantinya, perusahaan tempat WNA tersebut bekerja diwajibkan untuk mendaftarkan mereka menjadi peserta. BP Tapera juga terbuka bagi pekerja asing yang menjalankan usaha mandiri untuk mendaftarkan diri mereka sebagai peserta.

Dana yang terhimpun nantinya akan dikembalikan beserta hasil pemupukan selama WNA tersebut menjadi peserta, ketika mereka kembali ke negaranya masing-masing. Adapun perkiraan potensi pekerja yang bergabung menjadi peserta Tapera dalam 5 tahun ke depan sebanyak 13 juta peserta. 

Besaran Iuran Tapera Simpanan yang ditetapkan untuk tabungan BP Tapera yakni sebesar 3 persen dari gaji atau upah pekerja. Rinciannya, 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persennya ditanggung oleh pekerja itu sendiri.

Bagi para pekerja mandiri ditanggung sendiri oleh mereka sendiri. Dasar perhitungan untuk menentukan gaji atau upah ditetapkan sama dengan program jaminan sosial lainnya yakni, maksimal sebesar Rp 12 juta. Untuk membayar simpanan, peserta membayarkannya kepada Rekening Dana Tapera di bank kustodian, melalui bank penampung, atau pihak yang menyelenggarakan mekanisme pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh bank kustodian.

Bank kustodian sendiri adalah bank umum yang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjalankan usaha jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain. Termasuk menerima dividen, bunga, dan hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Bank yang terpilih menjadi bank kustodi Tapera adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pemilihan bank kustodian disesuaikan dengan kriteria. Untuk bank kustodi, kriterianya yakni berpengalaman dan memiliki pegawai yang cukup lama menjalankan operasinya.

Manfaat Tapera

Bagi perserta yang memenuhi kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yaitu berpenghasilan maksimal Rp 8 juta dan belum memiliki rumah berhak mengajukan manfaat pembiayaan perumahan dengan bunga murah untuk membeli rumah menggunakan skema KPR.

Manfaat pembiayaan ini dapat diajukan oleh peserta yang memenuhi kriteria setelah satu tahun masa kepesertaan, melalui berbagai pilihan bank dan lembaga pembiayaan lain yang tersedia. Tapera juga memberikan fleksibilitas pembiayaan dengan prinsip plafon kredit yang ditetapkan sesuai standar minimum rumah layak huni.

Lantas bagaimana jika peserta MBR tersebut sudah memiliki rumah? Mereka dapat memanfaatkan dana Tapera untuk membiayai renovasi rumah yang sudah dimilikinya tersebut. Selain itu, peserta MBR yang telah memiliki hunian juga berhak untuk mendapatkan manfaat lain berupa pembangunan rumah di lahan milik sendiri.

Sementara bagi peserta non-MBR, dapat mengambil simpanan berikut hasil pemupukannya pada akhir masa kepesertaan. Sebagaimana diketahui, bahwa simpanan Tapera ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji/upah dan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan karyawan sebesar 2,5 persen.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengungkapkan, simpanan peserta akan dikelola dan diinvestasikan oleh BP Tapera secara transparan bekerja sama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Bank Kustodian, dan Manajer Investasi (MI). Peserta juga dapat memantau hasil pengelolaan simpanannya setiap saat melalui berbagai kanal informasi yang disediakan oleh BP Tapera dan KSEI. Jika sudah demikian maka kesempatan setiap warga negara untuk memiliki rumah makin terbuka lebar.*

Sumber Foto: Antara