Untung Rugi Swasta dan Asing Kelola Aset Negara

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Kamis, 12 Maret 2020 | 15:07 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 3K


Jakarta, InfoPublik - Harapan swasta dan asing bisa  ikut mengelola aset negara itu kini terjawab. Per 14 Februari 2020, Pesiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (perpres) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas. Aturan yang diundangkan pada 18 Februari 2020 ini, lahir untuk menjawab kesenjangan antara keinginan swasta dan pemerintah mengelola aset negara.

Hal itu tercermin dalam Pasal 1 disebutkan bahwa badan usaha yang bisa mengelola aset negara adalah badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, dan koperasi.

Presiden Jokowi, pada Selasa (03/03/2020) lalu di Jakarta menjabarkan aset yang bisa dikelola, antara lain infrastruktur transportasi seperti, pelabuhan, bandara, dan terminal bus. Kemudian, infrastruktur jalan tol, sumber daya air, air minum, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan sampah, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan, minyak, dan gas bumi.

Namun, bukan berarti semua bisa dikelola badan usaha. Jokowi memberikan sejumlah syarat khusus untuk aset negara yang bisa dikelola oleh badan usaha.

Syarat-syarat itu, antara lain aset negara membutuhkan peningkatan efisiensi operasi sesuai dengan standar internasional yang berlaku umum, memiliki umur manfaat aset infrastruktur paling sedikit 10 tahun. Kemudian, aset itu telah diaudit dalam laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai standar akuntansi pemerintahan, dan arus kas aset itu positif minimal dalam dua tahun berturut-turut.

Nantinya, perencanaan pengelolaan aset itu dilakukan oleh menteri atau kepala lembaga dan direktur BUMN. Penanggung jawab atas penggunaan barang milik negara itu dinamakan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Kemudian, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) bertugas menyusun perencanaan pengelolaan aset negara. Lembaga itu akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga.

Selanjutnya, perjanjian pengelolaan aset negara setidaknya memuat beberapa poin, seperti, dasar perjanjian, identitas pihak yang terikat dalam perjanjian, objek pengelolaan aset, hasil pengelolaan aset, jangka waktu pengelolaan aset, besaran dana hasil pengelolaan aset, pencairan jaminan pelaksanaan, dan tujuan pemanfaatan aset.

“Untuk aset BUMN memiliki arus kas positif paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut, dan memiliki pembukuan teraudit paling kurang 3 (tiga) tahun berturut-turut,” demikian bunyi Pasal 4 Perpres 32. Perencanaan pengelolaan aset akan disiapkan oleh Menteri atau kepala lembaga selaku pengguna BMN.

Sedangkan rencana bagi aset BUMN akan dikerjakan oleh Direktur Utama BUMN selaku penanggung jawab. “Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) akan memfasilitasi penyusunan rencana pengelolaan aset,” dalam Pasal 5 ayat (2) Perpres 32.

Pelaksanaan transaksi pengelolaan BMN akan terdiri dari pemilihan badan usaha, penyerahan BMN oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) kepada Badan Layanan Umum (BLU), penandatanganan perjanjian kelola aset, dan pembayaran pengelolaan aset oleh badan usaha. Mekanisme yang hampir sama dilakukan oleh BUMN dalam menyerahkan asetnya untuk dikelola badan usaha.

Bedanya tak ada penyerahan aset infrastruktur dari PJPK kepada BLU terlebih dulu. “Menteri Koordinator (Bidang Perekonomian) selaku Ketua KPPIP melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan aset dan melapor kepada Presiden 1 kali dalam 6 bulan,” bunyi Pasal 36 Perpres 32.

Karena masa pengelolaannya terbatas, maka badan usaha wajib mengembalikan aset kelolaannya jika perjanjian berakhir. Mereka akan menyerahkan haknya kepada BLU untuk selanjutkan diserahkan kepada menteri/kepala lembaga terkait.

Keuntungan bagi Pemerintah

Selama ini swasta ingin mendanai aset yang sudah ada dari pada berinvestasi ke proyek yang sama sekali baru, seperti keinginan pemerintah untuk mendanai infrastruktur. Dalam beleid itu disebutkan bahwa pihak yang dapat mengelola barang milik negara (BMN) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun entitas swasta yang berbentuk perseroan terbatas, asing, maupun koperasi.

Skema pengelolaan BMN ini membawa keuntungan tersendiri bagi pemerintah, diantaranya dari sisi pembiayaan, pengelolaan, dan pengembangan lebih lanjut. Karena memberikan kontribusi tersendiri untuk mendorong percepatan pembangunan. Selain itu pemerintah juga mendapat pemasukan lewat penerimaan kerjasama dalam pengelolaan aset.

Apalagi, skema pengelolaan BMN sejalan dengan prinsip Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang mengacu pada penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum di Ibu KotaNegara. Hanya saja, pemerintah dinilai harus menjadi inisiator dalam membangun sejumlah infrastruktur dasar.

Pendekatan ini cukup penting, mengingat ketersediaan sarana dan prasarana utama menjadi sangat penting dalam pengembangan, misalnya, kawasan Ibu Kota Negara (IKN) berikutnya, . Beberapa contoh fasilitas yang perlu dipersiapkan oleh antara lain jalan raya, jaringan listrik, air bersih dan sebagainya.

Namun ada terdapat sejumlah aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam skema pengelolaan BMN. Pertama, harus mengutamakan negaradan publik. Kedua, pengkerjasamaan ini harus jadi bagian dari master plan pengembangan percepatan Ibu Kota Negara itu sendiri.

Ketiga, pola pengembangan bagi hasil harus memberikan nilai manfaat yang cukup besar bagi kepentingan negara maupun masyarakat. Kemudian yang keempat adalah kejelasan aturan main dalam kerjasama, baik dari sisi durasi maupun skema bagi hasil.

Selain itu, pemerintah mesti mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri guna medukung upaya percepatan pembangunan IKN melalui mekanisme pengelolaan aset bersama.

Pengelolaan aset maupun barang milik negara kepada pihak ketiga harus dengan pertimbangan yang matang. Sebab, hal ini bertujuan agar potensi masalah di masa yang akan datang dapat tereliminasi sedini mungkin.

Libatkan Swasta Sesuai Peraturan

Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menjelaskan cara swasta bisa ikut mengelola penerimaan rutin (stream of income) aset negara, sesuai Peraturan Presiden (perpres) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas.

“Lewat sekuritisasi penerimaan proyek brownfield atau proyek yang fisiknya sudah sudah ada, dibangun lagi agar bernilai tambah dengan tambahan investasi,” ujarnya di Jakarta, Senin, 9 Maret 2020.

Menurut Isa, skema ini jamak terjadi pada beberapa negara guna mengatasi gap kepantingan antara pemerintah dengan pelaku usaha. Pasalnya, investor bersedia mengucurkan dana pada pengelolaan aset yang sudah ada ketimbang masuk dan berinvestasi ke project yang betul-betul baru.

Sedangkan pemerintah, mendorong pembangunan infrastruktur utama mulai dari tahap awal. “Ini kan jadi tidak klop. Sehingga kemudian, aset yang sudah memberikan stream of income yang baik kita kerjasamakan, istilahnya sekuritisasi," tuturnya.

Isa mencontohkan bentuk skuritisasi aset negara yang telah dilakukan adalah pada sejumlah fasilitas PT Jasa Marga melalui obligasi Komodo Bonds.

Meski demikian, perpres belum mengakomodir apakah pemerintah akan membentuk badan yang baru yang akan meneruskan mandat mengelola dana pembangunan infrastruktur dari pengelolaan aset yang dimanfaatkan oleh swasta tersebut.

Sebagai informasi, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, IKN masuk dalam daftar proyek strategis atau major project. Disebutkan, salah satu tujuan pemindahan ibu kota adalah mendorong pemerataan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia(KTI).

Rencananya, tahap awal pembangunan IKN diperkirakan memakan anggaran sebesar Rp 466 triliun. Biaya ini bakal disokong oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan swasta. Adapun, dalam pelaksanaannya akan dimotori oleh Bappenas, Kementerian ATR, Kementerian PUPR, BUMN, serta sektor privat. (Foto: Salah satu ruas jalan tol lintas Sumatera/Antara)