Pesawat N-219 Masih Tunggu Sertifikasi Kemenhub

:


Oleh Astra Desita, Sabtu, 16 Juli 2016 | 11:09 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kepala bagian Humas Lapan, Jasyanto mengatakan pesawat N219 yang risetnya dikembangkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sampai saat ini prosesnya masih menunggu sertifikasi dari Kementerian perhubungan.

"Jadi untuk bisa melakukan penerbangan perdana kita masih butuh beberapa sertifikasi dari Kemenhub," tutur Jasmanto saat acara Coffe Morning di Gedung Kemristekdikti Senayan Jakarta, Jumat (15/7).

Jasyanto mengatakan sampai hari ini sudah ada yang pesan 200 pesawat. Pesawat N219 dijual dengan harga 4 juta dollar AS, kapasitas angkut 19 orang dengan beban maksimal lepas landas sekitar 7,5 ton dari bobot kosongnya sekitar 4,5 ton.

N219 ditenagai dua mesin Pratt & Whitney PT6A-42 yang bisa membuatnya terbang hingga jarak tempuh ekonomis sekitar 1.100 kilometer pada kecepatan jelajah sekitar 400 kilometer per jam.

Walau dirancang untuk bisa beroperasi dengan perawatan pada kondisi di wilayah terpencil, N219 dilengkapi instrumen cukup canggih, di antaranya adalah head-up display memapangkan instrumen penerbangan digital.

Maklum, N219 didedikasikan bisa menggantikan DHC-6 Twin Otter buatan de Havilland, Kanada, yang dikenal di seluruh dunia sangat tangguh dan andal dalam operasionalisasinya di wilayah-wilayah terpencil dengan fasilitas sangat minim.

Menurut Jasyanto, pesawat N219 memang didesain untuk transportasi udara antardaerah dan antarpulau dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan kelebihannya tidak memerlukan landasan panjang.

"Panjang landasan yang dibutuhkan untuk pesawat ini hanya 550-600 meter. Jadi, memang tidak butuh landasan panjang. Biasanya, landasan sampai 1,4, 1,8, 2,4 dan 2,8 kilometer," katanya.

Jasyanto menambahkan, potensi pemasaran pesawat ini cukup besar, terutama dari dalam negeri yang kebutuhannya mencapai 200 pesawat, tetapi tentunya kebutuhan itu tidak semuanya bisa tercukupi.

"Kapasitas produksi di pabriknya saja hanya 24 pesawat setahun. Kalau kebutuhannya 200 pesawat kan bisa sampai delapan tahun baru terpenuhi. Makanya, kami dorong pengembangan kapasitas produksi," pungkas Jasyanto.