:
Oleh Wahyu Sudoyo, Jumat, 19 Agustus 2022 | 19:50 WIB - Redaktur: Untung S - 500
Jakarta, InfoPublik – Penghentian siaran analog atau Analog Switch Off (ASO) harus diimplementasikan dengan segala konsekuensinya untuk menjalankan amanat dari Undang-Undang (UU), yakni UU Cipta Kerja Pasal 72 angka 8 (sisipan Pasal 60A Undang-undang Penyiaran).
Demikian yang dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, dalam Diskusi Publik Virtual dengan tema “Dukung Era Baru TV Digital: Jabodetabek siap ASO (Seremoni pembagian Set Top Box)”, di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
“Analog Switch Off itu mandat Undang-Undang maka tidak ada pilihan lain selain dia harus diimplementasikan dengan semua konsekuensi. Tugas yang kita lakukan ini dalam rangka meminimalkan konsekuensinya melalui pemahaman masyarakat yang lebih terhadap apa itu Analog Switch Off,” ujar Menkominfo.
Menkominfo Johnny mengatakan, perjuangan Indonesia dalam menerapkan ASO tidak mudah, bahkan telah melalui proses yang sangat panjang dan menjadi salah satu komitmen Indonesia di World Radio Conference pada 2019 lalu.
Komitmen itu membuat pemerintah tanpa ragu memastikan bahwa perlu ada legislasi primer yang menugaskan kepada Indonesia untuk melaksanakan ASO, terlepas dari manfaat-manfaat umum yang diperolehnya, seperti demi layanan penyiaran bagi masyarakat yang lebih baik, demi pilihan-pilihan siaran yang lebih baik bagi masyarakat, dan demi layanan yang lebih bagus bagi masyarakat.
“Nah karena itu amanat Undang-Undang maka harus kita lakukan,” imbuh Menkominfo.
Lebih lanjut Menkominfo Johnny mengatakan, yang diamanatkan oleh Undang-Undang dalam teknis pelaksanaan ASO yang harus terpenuhi ada tiga, yakni tersedianya infrastruktur multiplexing (mux), infrastruktur dari sisi perusahaan televisi atau lembaga penyiaran, dan perangkat penerima siaran televisi digital.
Untuk infrastruktur mux, pemerintah dan penyelenggara mux telah membangun atau menyediakannya dan siap untuk melayani masyarakat. Begitu juga infrastruktur milik penyelenggara mux dari Lembaga Penyiaran Pemerintah (LPP) maupun Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang telah siap.
“Yang jadi persoalan, infrastrukturnya ada broadcaster siap untuk memberitakan dan menyiarkan, (tapi) penerimanya yang tidak siap. Perangkat penerima di rumah, TV di rumah masyarakat belum seluruhnya ada atau memenuhi standar DFB T2 atau perangkat TV penerima digital,” ungkap Menkominfo.
Menurut Menkominfo, pihaknya sudah melakukan sejumlah survei akseptebilitas, pemahaman masyarakat terhadap ASO dengan menggandeng Lembaga survey Nielsen.
Dari hasil survei tersebut, ada banyak masyarakat yang sudah bermigrasi ke siaran digital dan sudah memasang set top box (STB) bagi yang masih menggunakan televisi analog.
Survei juga menunjukkan ada juga masyarakat dari yang siap atau sudah membeli STB, tetapi karena masih ada siaran analog mereka belum dipasang.
“Ada juga yang ditugaskan oleh peraturan (STB) harus disiapkan oleh broadcaster, penyelenggara multipleksing, yaitu masyarakat masyarakat miskin yang jumlahnya sekitar 6,7 juta jiwa,” kata Menkominfo.
Dalam hal itu, lanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021, pemerintah ikut membantu menyediakan STB bagi keluarga miskin, sedangkan penyedia utama adalah penyelenggara mux yang telah lolos seleksi dan evaluasi Kementerian Kominfo.
Penyelenggara mux juga dipastikan sudah memberikan komitmen untuk menyiapkan, mengadakan, dan mendistribusikan, serta memasanginstalasi STB di televisi tabung keluarga miskin yang tercatat dalam data Kementerian Sosial.
“Bila terjadi kekurangan yang membantu pemerintah, bukan yang utama, jelas sekali di situ membantu, sehingga melalui insentif APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), Kementerian Kominfo telah mengalokasikan STB juga dan mendistribusikannya sesuai wilayah siaran yang dilakukan ASO,” tandasnya.
Foto: Amiriyandi/InfoPublik