Menata Kawasan Besakih Menyambut Wisata Pasca COVID-19

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Senin, 24 Mei 2021 | 21:51 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 854


Jakarta, InfoPublik - Pergilah ke Bali lalu singgah ke Pura Besakih! Anda akan melihat kemegahan tempat suci ini. Kompleks Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura lainnya).

Pura Besakih diyakini umat Hindu di Bali sebagai tempat pertama kali diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma di Bali. Tak heran bila pura ini termasuk Pura Sad Kahyangan Jagad atau Pura yang dijunjung bukan hanya oleh masyarakat Besakih, tetapi juga seluruh masyarakat di Pulau Dewata.

Pura ini juga menjadi salah satu tujuan penting turis asing jika pergi ke Bali. Berdasarkan catatan manejemen Pura Besakih, kunjungan wisatawan mancanegara ke Pura Besakih, sejak awal Agustus 2018 meningkat 300% dari kondisi normal menjadi rata-rata 1.067 wisman per hari. Sedangkan pada 2019, jumlah kunjungan hingga bulan Juni mencapai 89 ribu.

Ketika wabah COVID-19 melanda, pura ini sempat ditutup. Meski sempat dibuka lagi namun jumlah kunjungan tetap tak meningkat. Menurut Ketua Manajemen Operasional Penataan Wisata Kawasan Besakih, Jero Mangku Wayan Mawit, jumlah kunjungan dari Januari hingga Desember 2020 hanya mencapai 31.589 orang wisatawan domestik dan mancanegara.

Karena menjadi magnet kunjungan itu, pemerintah mulai menata kawasan ini. Harapannya, ketika pandemi COVID-19 sirna, kunjungan ke pura ini bisa meningkat kembali.

Penataan Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali ini merupakan tindak lanjut dari usulan Pemerintah Provinsi Bali yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo.

“Dalam tatanan normal baru untuk hidup berdamai dengan pandemi COVID-19, pemerintah meyakini sektor ekonomi utama yang dapat rebound dengan cepat adalah sektor pariwisata,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.

Menurut Menteri Basuki, pekerjaan ini merupakan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Bali dengan Pemerintah Pusat, karena Pura Besakih adalah aset nasional. Selain pembiayaan melalui APBD, Penataan Kawasan Pura Besakih juga dibiayai melalui APBN untuk pembangunan gedung parkir mobil dan bus serta pekerjaan kawasan, dan bangunan kios area Bencingah dengan total biaya Rp 514,2 miliar.

Kegiatan konstruksi fisik akan dilaksanakan secara multiyears yang akan dimulai tahun 2021. Harapannya bulan Maret 2022 konstruksi itu bisa dimanfaatkan sebagai fasilitas pendukung untuk upacara Tawur Labuh Gentuh dan Mrebu Gumi di Pura Agung Besakih.

Kegiatan penataan kawasan Pura Besakih diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan umat untuk beribadah sekaligus kenyamanan wisatawan yang berkunjung, mengingat upacara ini melibatkan masyarakat Hindu se-Bali.

Gedung parkir ini dibangun bertingkat ke bawah terdiri dari 4 lantai dengan luas total 55.201m2. Sesuai rencana, gedung parkir ini akan menampung 1.369 mobil, 61 bus sedang dan 5 bus besar. Gedung parkir ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang muncul pada saat upacara peribadatan atau pada masa puncak kedatangan wisatawan yang berdampak pada kemacetan akibat banyaknya kendaraan umum maupun pribadi yang datang. Kemacetan yang terjadi pada lokasi eksisting untuk menuju atau meninggalkan kawasan Pura Besakih dapat mencapai puluhan kilometer.

Untuk meminimalisir penggunaan lampu, area parkir memiliki void atau lubang di beberapa titik agar cahaya alami tetap bisa masuk hingga lantai terbawah. Di samping itu penggunaan void juga bertujuan agar sirkulasi udara dapat mengalir secara maksimal. Gedung parkir ini juga dipasang panel surya sebagai sumber energi alternatif.

“Rencana pembangunan penataan Kawasan Suci Pura Besakih ini akan dilakukan selama 2 tahun dari 2021 hingga 2022 dengan metode design and build. Ground breaking akan dilakukan pada pertengahan tahun 2021 ini,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti.

Menurut Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Boby Ali Azhari, proses perencanaan hingga pelaksanaan akan menggunakan Building Information Modelling (BIM). “Penggunaan BIM untuk memudahkan apabila ada perubahan-perubahan yang terjadi,” kata dia.

Pembangunan gedung parkir ini bertujuan untuk penanganan kemacetan dan keterbatasan tempat parkir dan penataan bangunan dalam rangka perlindungan keagungan Pura Agung Besakih. Utamanya pada koridor jalan utama ke pura (Margi Agung) dan pada area masuk pura (Bencingah).

Gubernur Bali Wayan Koster berharap pembangunan gedung parkir ini dapat selesai dalam waktu satu tahun sebab pada 2022 akan ada upacara Merbabu Bumi. Pihaknya akan menyelesaikan pembebasan lahan, sementara Kementerian PUPR mengerjakan infrastrukturnya.

“Masyarakat Bali sangat berterima kasih kepada Kementerian PUPR. Pembangunan gedung parkir ini memang sejalan dengan arahan Bapak Presiden Jokowi atas laporan saya 7 Juli 2020 lalu,” ujar Koster.

Rancangan gedung parkir ini mengacu pada Permen PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Gedung Negara, Perda Provinsi Bali Nomor. 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung, Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau (Green Building) dan SE Dirjen Cipta Karya Nomor 86/SE/DC/2016 Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau.

Kawasan Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem berjarak sekitar 70 km dari Kota Denpasar. Pura Besakih merupakan pura terbesar di Bali merupakan pusat pelayanan spiritual utama umat Hindu di Bali, Indonesia bahkan dunia untuh melaksanakan persembahyangan.

Pura ini berada di sebelah barat daya lereng Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali. Perjalanan menuju Pura Besakih melewati panorama Bukit Jambul yang juga merupakan salah satu objek dan daya tarik wisata Kabupaten Karangasem.

Menurut cerita, letak Pura Besakih sengaja dipilih di desa yang dianggap suci yang disebut Hulundang Basukih. Nama ini kemudian diabadikan menjadi nama Desa Besakih. Nama Besakih berasal dari Bahasa Sansekerta yakni wasuki atau dalam bahasa Jawa Kuno basuki yang berarti selamat. Selain itu, nama Pura Besakih didasari mitologi Naga Basuki sebagai penyeimbang Gunung Mandara.

Banyaknya peninggalan zaman megalitik, seperti menhir, tahta batu, struktur teras piramid yang ditemukan di kompleks Pura Besakih menunjukkan bahwa sebagai tempat yang disucikan nampaknya Besakih berasal dari zaman yang sangat tua, jauh sebelum adanya pengaruh Agama Hindu.

Kompleks Pura Besakih dibangun berdasarkan keseimbangan alam dalam konsep Tri Hita Karana, di mana penataannya disesuaikan berdasarkan arah mata angin agar struktur bangunannya dapat mewakili alam sebagai simbolisme adanya keseimbangan tersebut. Masing-masing arah mata angin disebut mandala dengan dewa penguasa yang disebut “Dewa Catur Lokapala” di mana mandala tengah sebagai porosnya, sehingga kelima mandala dimanifestasikan menjadi “Panca Dewata”.

Penjabaran struktur bangunan Pura Besakih berdasarkan konsep arah mata angin tersebut adalah:
1. Pura Penataran Agung Besakih sebagai pusat mandala di arah Tengah dan merupakan pura terbesar dari kelompok pura yang ada. Ini ditujukan untuk memuja Dewa Çiwa;
2. Pura Gelap pada arah Timur untuk memuja Dewa Içwara;
3. Pura Kiduling Kereteg pada arah Selatan untuk memuja Dewa Brahma;
4. Pura Ulun Kulkul pada arah Barat untuk memuja Dewa Mahadewa;
5. Pura Batumadeg pada arah Utara untuk memuja Dewa Wisnu.

(Penatanaan kawasan suci Pura Agung Besakih. Foto: Kementerian PUPR.)