Angka Pemudik yang Bikin Deg-degan

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Rabu, 19 Mei 2021 | 06:42 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 418


Jakarta, InfoPublik - Presiden Joko Widodo tak habis pikir. Meski pemerintah telah mengeluarkan larangan mudik lebaran yang berlaku 6-17 Mei tahun ini, ternyata jumlah pemudik masih juga tinggi. Jumlahnya mencapai 1,5 juta orang.

"Memang 1,1 persen kelihatannya kecil sekali, tetapi kalau dijumlah ternyata masih besar, 1,5 juta orang yang masih mudik," ujar Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan secara virtual kepada kepala daerah se-Indonesia dari Istana Negara, Jakarta, pada Senin (17/5/2021).

Memang angka orang yang mudik itu relatif kecil dibanding perkiraan Kementerian Perhubungan yang memprediksi jumlah orang yang memaksa mudik tahun ini mencapai 7 persen dari penduduk Indonesia atau 18 juta orang. Angka ini didapat dari hasil survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan sebelum pelarangan mudik diberlakukan.

“Survei ini juga kami lakukan secara sistematis, mulai dari apabila tidak ada larangan berapa yang akan pulang ternyata 33 persen akan pulang, setelah kita nyatakan kalau dilarang 11 persen tetap akan pulang, setelah dilakukan pelarangan turun menjadi 7 persen itu pun cukup banyak 18 juta orang,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto mengklaim kecilnya angka itu berkat Operasi Ketupat dan penyekatan-penyekatan yang dilakukan pemerintah selama larangan mudik diberlakukan. Menurut Airlangga, dari 1,5 juta pemudik yang keluar Jakarta pada saat larangan mudik berlaku itu, sekitar 440 ribu orang menuju Sumatera, dan selebihnya ke Jawa.

Adanya masyarakat yang nekat mudik ini membuat Jokowi khawatir akan kenaikan jumlah kasus COVID-19. Kekhawatiran ini memang beralasan. Mengacu pada pasca liburan yang terjadi tahun lalu, jumlah kasus COVID-19 memang cenderung naik.

"Pasca-Lebaran hati-hati, betul-betul kita harus waspada karena berpotensi, ada potensi jumlah kasus baru COVID," ujar dia.

Agar jumlah kasus COVID-19 bisa ditekan, ia meminta seluruh jajaran di daerah memantau sejumlah parameter penanganan pandemi COVID-19 secara berkala. Pemantauan ini penting agar pemerintah bisa segera mengambil langkah cepat dan tepat dalam mengantisipasi peningkatan kasus di daerah.

Dalam rapat kabinet terbatas yang berlangsung Senin, 17 Mei 2021, Presiden Joko Widodo juga meminta agar aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro diperketat pada periode pascalebaran 2021, baik di tempat asal maupun tujuan arus balik pemudik.

Jokowi menyebut, dalam kurun waktu belakangan ini kasus COVID-19 di sejumlah daerah meningkat. Ia menyebut Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Maluku, Banten, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.

"Ada beberapa provinsi yang masih di atas 50 persen. Ini tolong semua gubernur, bupati, dan wali kota tahu angka-angka ini. Tiga provinsi hati-hati, Sumatra Utara BOR-nya 56 persen, Kepulauan Riau BOR-nya 53 persen, Riau BOR-nya 52 persen," ujar dia.

Selain itu, menurut Jokowi, saat ini sejumlah negara tengah mengalami lonjakan kasus. Tak jauh-jauh, kasus lonjakan ini terjadi di Malaysia dan Singapura. Akibat terjadinya lonjakan, kedua negara ini kembali memberlakukan lockdown .

"Hati-hari gelombang kedua, gelombang ketiga. Di negara-negara tetangga kita (kasus COVID-19) sudah juga mulai melonjak drastis," kata Jokowi.

(Aparat gabungan mendata pemudik dalam operasi pemeriksaan antigen arus balik di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/5/2021) malam. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.)