Mengubah Sampah Plastik Menjadi Aspal

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Minggu, 21 Maret 2021 | 15:40 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Cobalah sesekali Anda lewat di Jalan Yudistira dan Jalan Arjuna Raya, sekitar kampus Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Semarang, Jawa Tengah. Jalanannya mulus. Sekilas jalan itu tampak tak ada yang beda. 
 
Namun sebenarnya, bahan pengaspalan jalan itu berbeda dengan jalan lainnya. Jalan sepanjang kurang lebih 1 kilometer itu diaspal menggunakan campuran berbahan plastik.
 
Plastik? Iya plastik. “Jenis sampah plastik yang digunakan yakni sampah berjenis kresek tak boleh basah dan harus dengan keadaan bersih,” kata Dekan Fakultas Teknik Udinus, Dian Retno Sawitri, saat pengaspalan jalan pada pertengahan Februari lalu.
 
Menurut Dian, sampah kresek dipilih karena jenis sampah itu tak memiliki nilai ekonomis. Dalam prosesnya pencacahan dilakukan dengan tiga mesin pencacah dengan hasil cacahan ideal 3 mm. 
 
“Jika ukuran tak ideal maka tak bisa menjadi campuran aspal. Sedangkan untuk presentase campuran plastik yakni 6 persen dari total aspal yang dibutuhkan,” kata Dian.
 
Untuk mengaspal jalan sepanjang kurang lebih 1 kilometer itu dibutuhkan sekitar 444 ton aspal dan 1,6 ton sampah plastik yang sudah dicacah.
 
Mengutip situs pusjatan.pu.go.id, disebutkan teknologi aspal plastik merupakan campuran beraspal yang mengandung plastik (cacahan kantong plastik/LDPE). Cacahan kantong plastik ini mampu menghasilkan aspal yang memiliki sifat tahan terhadap deformasi dan lebih baik dalam ketahanan lelah (fatique).
 
Penggunaan plastik sebagai campuran aspal akan menambah kekuatan aspal dari kerusakan sebesar 40 persen, jika dibandingkan dengan aspal tanpa plastik.
 
Ada dua keunggulan sampah berbahan plastik ini. Pertama, penambahan bahan plastik dapat meningkatkan ketahanan campuran aspal terhadap deformasi. Campuran aspal dan plastik ini juga mampu meningkatkan ketahanan terhadap retak. Selain itu, campuran aspal berbahan plastik ini mampu mengurangi limbah plastik.
 
Inovasi ini tentu sangat membantu mengurangi limbah plastik. Pada tahun 2040 diperkirakan ada 1,3 miliar ton plastik yang terserak di lingkungan secara global. 
 
Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sedangkan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
 
Kepala Balai Litbang Perkerasan Jalan Balitbang Kementerian PUPR, Johannes Ronny membenarkan, sampah plastik yang telah didaur ulang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas aspal.
 
Masalahnya, tidak semua sampah dapat digunakan sebagai material penguat aspal. "Kami fokus di plastik jenis LDPE, dalam hal ini kantong plastik kresek yang biasa digunakan untuk belanja, itu belum bisa di-recycle," kata Ronny. 
 
Selama ini, upaya daur ulang sampah plastik sebenarnya sudah banyak dilakukan. Hanya, untuk sampah kresek tak banyak yang melakukannya karena kualitasnya rendah, sehingga kurang memiliki nilai ekonomi. 
 
"Jadi belum ada yang menggerakkan. Kalau dibandingkan dengan aspal karet, (Ditjen) Bina Marga rencananya mau menerapkan sampai 93 kilometer. Kalau aspal plastik mereka baru berani 22 kilometer (tahun ini)," kata Ronny. 
 
Untuk mengaspal satu kilometer jalan yang terdiri atas dua lajur selebar tujuh meter dengan ketebalan 4 sentimeter, paling tidak dibutuhkan plastik kresek sekitar 2,5 hingga 3 ton. 
 
Sampah tersebut kemudian dikeringkan dan dicacah sebelum dicampurkan ke dalam agregat aspal dengan metode dipanaskan dalam suhu tertentu. Kualitas aspal yang telah dicampur dengan plastik lebih kuat 40 persen dibandingkan dengan aspal tanpa campuran. (Ilustrasi jalan aspal. Foto: Free-Photos/Pixabay.)