Jurus Pemerintah Menangkal Hoaks Covid-19

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Minggu, 31 Januari 2021 | 10:22 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 873


Jakarta, InfoPublik - Sebuah narasi tentang vaksin Sinovac beredar di media Facebook. Narasi itu menyebut begini, "MANUSIA KAYAK JADI ROBOT Terima kasih pak .....! Pencerahannya Eric tohir membuka tentang vaksin covid-19 dengan sangat terbuka menjelaskan ada chip yg ditanamkan dalam vaksin. Itu arti nya, setelah kita di suntik vaksin kita akan di kontrol se umur hidup."

Narasi itu disebar oleh akun Facebook Sajak Kerinduan pada Senin (18/1/2021).

Dia mengunggah klaim itu dengan sebuah video wawancara Najwa Sihab dengan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Tim cek fakta dari sejumlah lembaga pun mengkonfirmasi narasi itu ke Kementerian Kesehatan. "Itu jelas hoaks, tidak benar," ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, Rabu (20/1/2021).

Bantahan juga disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurut Arya, nantinya tiap botol vaksin akan disertakan barcode. Barcode itu bertujuan untuk mengetahui distribusi vaksin dari tempat produksi hingga nantinya disuntikkan ke masyarakat.

Narasi hoaks seperti itu hanya salah satu dari ribuan berita hoaks seputar Covid-19 selama pandemi berlangsung di Indonesia. Menurut Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Septiaji Eko Nugroho, akhir-akhir ini hoaks tentang vaksin Covid-19 memang dominan.

Dalam catatan MAFINDO, sejak vaksin mulai dikembangkan, informasi hoaks seputar vaksin sudah ada 83. Meski jumlahnya di bawah 100 namun viralitasnya cukup tinggi.

Dari jumlah itu, 42 persen hoaks vaksin itu terkait isu keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19. Sedangkan penyebaran punya motif yang beragam. Mulai dari motif ekonomi sampai niat jahat.

Septiaji menganalisis. Ada beberapa kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh hoaks vaksinasi ini. Ada kelompok masyarakat yang sebenarnya bukan keluarga antivaksin, anak-anaknya divaksin BCG dan Difteri, tapi mereka lebih percaya teori konspirasi, sehingga menganggap Covid-19 ini flu biasa sehingga tidak perlu divaksin.

Kelompok lainnya adalah mereka yang mau divaksin dan sadar akan pentingnya vaksinasi Covid-19 tapi mereka memiliki bias. Misalnya bias anti China atau anti Barat.

Sementara dalam catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah informasi hoaks seputar virus Covid-19 semenjak wabah ini mendera Indonesia sebanyak 1.387 jenis.

Menurut Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, jumlah itu didapat berdasar hasil identifikasi timnya dari Maret 2020 hingga 26 Januari 2021. Informasi hoaks itu banyak berseliweran di media sosial.

"Hoaks itu sudah ada dari dulu ya, cuma memang di era digital ini penyebarannya sangat masif dan biasanya terjadi karena ada kejadian bencana alam dan pandemi," kata Samuel.

Semuel mengakui peredaran hoaks soal vaksin Covid-19 melonjak ketika program vaksinasi dimulai pada 13 Januari lalu. Salah satu hoaks yang beredar itu ya soal soal adanya alat pelacak berupa barcode pada vaksin Covid-19.

"Faktanya barcode pada kemasan vaksin adalah untuk melacak distribusi vaksin. Pelacakan tidak ada di tubuh orang yang divaksinasi, melainkan di kemasan," ujar dia.

Untuk menangkal sejumlah hoax itu, pemerintah punya jurus. Apabila yang disampaikan bersifat kesalahan informasi yang tidak sampai menganggu ketertiban umum, kataAbrijani, Kemenkominfo memberikan stempel hoaks. Setelah distempel, mereka akan kembali menyebarkan informasi mengenai kekeliruan itu pada masyarakat.

Jurus lainnya adalah men-take down atau menghapus dari sosial media sebagai sumber penyebarannya itu.

“Kalau sudah mengganggu ketertiban umum, kita bisa lapor ke polisi untuk ditindaklanjuti. Untuk hoaks Covid-19, kata dia, saat ini ada 134 kasus yang ditangani kepolisian,” kata Abrijani saat dialog bertema “Tolak dan Waspada Hoaks” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (26/1/2021).

Semuel membeberkan ciri-ciri hoaks yang bentuknya beragam. Misalnya kejadian dinarasikan dengan caption atau keyerangan gambar/foto berbeda. Ada juga kejadian lama yang dibuat seolah-olah informasi baru.

Karena itu, agar tak mudah termakan hoaks, masyarakat disarankan agar mengonsumsi informasi dari sumber yang benar dan bisa dipertanggung jawabkan.

(Petugas medis menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (29/1/2021). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/aww.)