Agenda Prioritas dalam Pelestarian LP2B

:


Oleh Irvina Falah, Rabu, 25 Januari 2017 | 15:35 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 589


Pontianak - Terdapat dua tantangan utama di bidang pertanian yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian; serta permasalahan kesejahteraan petani, dimana 55,5% rumah tangga petani di Indonesia merupakan petani gurem.

“Kini saatnya kita merespon secara cepat, efektif dan efisien berbagai krisis dan tantangan pembangunan nasional di bidang pertanian, dalam rangka terus mewujudkan kedaulatan pangan nasional, dan peningkatan kesejahteraan petani secara berkelanjutan”, demikian disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Erna Mochtar dalam Seminar Nasional Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan di Pontianak, Sabtu (21/01).

Data menunjukkan telah terjadi penurunan luas sawah yang signifikan di Indonesia, dari 8,5 juta ha pada tahun 90an menjadi 7,7 juta ha pada tahun 2013. Khusus di Pulau Jawa, penurunan luas sawah terjadi rata-rata sekitar 6.604 ha per tahun, sebagai akibat alih fungsi lahan salah menjadi kawasan industri, kawasan permukiman, serta pembangunan infrastruktur.

Adapun dalam upaya perwujudan kesejahteraan petani berkelanjutan, saat ini Indonesia juga masih menghadapi tantangan berupa ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T). Ketimpangan dapat dilihat dari skema penguasaan dan pemilikan tanah, dimana komposisi 30% lahan di Indonesia yang dimiliki oleh masyarakat terdiri atas: 10% dikuasai badan hukum privat, 16% oleh perorangan, dan hanya 4% tanah yang dikuasai petani/gurem. Kondisi kepemilikan lahan yang minim bagi kaum petani tersebut adalah hal yang ironis dalam menunjang kesejahteraannya.

Sebagai upaya merespon cepat tantangan tersebut, Erna menegaskan langkah-langkah strategis yang telah dan akan dilakukan melalui upaya penyediaan lahan dan pengembangan sistem penyajian data dan informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta kebijakan Kementerian ATR/BPN dalam mendukung pelestarian LP2B.

Secara garis besar, Erna mengemukakan 5 (lima) agenda kebijakan dalam pelestarian LP2B yang telah dan akan dijalankan secara konsisten dan kontinu. Pertama, penetapan LP2B dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kedua, optimalisasi penggunaan lahan cadangan LP2B yang telah berhasil diidentifikasi untuk dimanfaatkan sebagai LP2B. Ketiga, penerapan kebijakan insentif dan disinsentif pada kawasan-kawasan yang memiliki LP2B. Keempat, penguatan kelembagaan ekonomi petani. Dan kelima, redistribusi tanah dengan cara pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta ha dan tanah terlantar seluas 0,4 juta ha yang akan menjadi Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN). Sebagian lahan tersebut direncanakan untuk masyarakat sebagai lahan pertanian sesuai daya dukung dan RTRW.

“Solusi penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan antara lain dapat dilakukan dengan  pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan LP2B, antara lain melalui instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas peraturan zonasi, perizinan pemanfaatan ruang, insentif dan disinsentif penataan ruang serta pengenaan sanksi terhadap indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang,” tegas Erna.

Erna menegaskan, keseriusan upaya peningkatan ketahanan pangan akan menentukan daya saing Indonesia dengan negara-negara agraris lainnya di Asia. Peran penataan ruang sebagai panduan dalam berbagai kegiatan pembangunan termasuk infrastruktur sangatlah penting. “Tantangan yang terbesar berada pada tataran pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, untuk memastikan implementasi pembangunan berdasarkan RTRW yang telah menetapkan LP2B”, lanjut Erna.

Dalam seminar yang dihadiri pula oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kalimantan Barat Robert Isdius, Guru besar Ekologi Manusia Endriatmo Soetarto, Ketua Umum PP Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bayu Krishnamurti, serta anggota Perhepi dari seluruh Indonesia ini, Erna mengharapkan dukungan dan kontribusi semua pihak dalam mengembangkan LP2B. “Saya berharap semoga seminar ini dapat membangun persepsi yang sama bagi upaya-upaya kolektif dalam merespon tantangan pelestarian LP2B demi mendukung ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara berkelanjutan,” pungkasnya. (sha)