:
Oleh Irvina Falah, Rabu, 2 November 2016 | 13:57 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 530
Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkewajiban untuk mewujudkan kedaulatan energi sebagaimana tertuang dalam nawacita butir ke-7 Pemerintahan Jokowi-JK, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang diimplementasikan melalui pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik.
Upaya peningkatan tata kelola sektor ESDM, khususnya di subsektor migas dan minerba, antara lain adalah penyederhanaan perizinan, percepatan pelayanan perizinan, renegosiasi, peningkatan nilai tambah, penyelesaian IUP non CnC dan percepatan penyelesaian piutang.
“Sebagaimana yang kita saksikan pada siang hari ini, yaitu pengumuman lelang Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional (WK MNK) Tahun 2016. Penawaran MNK ini menggunakan e-lelang sebagai bagian dari peningkatan tata kelola di subsektor migas. Melalui e-lelang, para investor jauh lebih mudah untuk mengajukan proposal eksplorasi migas tanpa harus datang langsung ke Indonesia. Penyederhanaan dan percepatan pelayanan serta inovasi perizinan di subsektor minerba juga terus ditingkatkan,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamudji.
Guna mendorong percepatan peningkatan tata kelola sektor ESDM, dengan fasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian ESDM melaksanakan koordinasi dan supervisi (Korsup) sektor mineral dan batubara (Minerba) bersama sejak tahun 2012 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Berbekal dari kerja sama yang baik selama Korsup Minerba tersebut, maka Kementerian ESDM menyambut baik inisiatif KPK untuk memperluas cakupan Korsup menjadi lebih luas, yaitu mencakup seluruh aspek pengelolaan energi. Tujuan pokok Korsup Energi adalah mewujudkan tata kelola sektor ESDM yang lebih baik.
I. Peningkatan Tata Kelola Sektor ESDM
Beberapa hasil penting peningkatan tata kelola sektor ESDM pada subsektor Minerba serta Minyak dan Gas Bumi (Migas), adalah:
Subsektor Mineral dan Batubara
Dari total piutang Ditjen Minerba sebesar Rp26,231.565.241.293,90 sebagian diantaranya yaitu sebesar 21.855.277.262.820,00 merupakan tagihan Negara berupa DHPB/Royalti kepada 5 (lima) Perusahaan PKP2B Generasi I periode tahun 2008 s.d 2012 yang masih ditahan oleh perusahaan yang bersangkutan. Ditahannya hak Negara tersebut, karena terdapat PPN Masukan yang telah dibayarkan oleh perusahaan PKP2B kepada Pemerintah (Ditjen Pajak), yang berdasarkan PKP2B merupakan pajak yang timbul di luar kontrak sehingga menjadi beban pemerintah dan akan diperhitungkan (reimburse) dengan mekanisme mengurangkannya (set off) dari kewajiban DHPB/Royalti PKP2B.
Di luar piutang yang ditahan oleh PKP2B sebagaimana dijelaskan diatas, selebihnya sebesar Rp4,376,287,978,473.90 merupakan Piutang kepada (PKP2B), KK dan Perusahaan Pertambangan pemegang IUP yaitu kurang bayar DHPB/Royalti yang dihitung atas dasar audit oleh BPKP dan BPK, serta kewajiban Iuran Tetap yang dihitung atas dasar hasil verifikasi oleh Ditjen Minerba. Piutang tersebut telah dilakukan penagihan namun belum dapat dilunasi oleh Perusahaan Pertambangan.
Dalam rangka mempercepat proses penyelesaiaan set off piutang PKP2B, perlu dilakukan koordinasi yang lebih intensif antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Keuangan dan BPKP. Untuk piutang perusahaan pertambangan selain yang di set off agar diperkenankan adanya restruktursasi piutang dan pembayaran angsuran yang lebih fleksibel. Kementerian ESDM juga terus menerus melakukan penagihan dan teguran II dan III kepada perusahaan (PKP2B, KK dan IUP) yang belum melunasi.
Subsektor Minyak dan Gas Bumi
Dari sektor migas, diidentifikasi adanya potensi kerugian negara sekitar US$336,1 juta atau setara Rp4,4 triliun. Potensi kerugian ini diakibatkan belum terpenuhinya kewajiban keuangan oleh kontraktor migas terhadap wilayah kerja yang sudah mengalami terminasi.
Di samping itu, di subsektor migas masih ditemukan belum optimalnya integrasi sistem dan proses pengumpulan data-data migas, termasuk pengumpulan data yang dilakukan oleh SKK Migas.
Sementara, kewajiban keuangan oleh kontraktor migas terhadap wilayah kerja yang sudah mengalami terminasi, terhadap sisa kewajiban firm commitment tersebut, Ditjen Migas telah melakukan penagihan kepada KKKS dengan menerbitkan surat penagihan sisa komitmen pasti yang tidak terlaksana sebanyak 3 (tiga) kali, serta akan melakukan koordinasi dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk penagihan dimaksud.
Dalam rangka mendapatkan pelaku kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang memiliki kapasitas atau kemampuan finansial, pada saat evaluasi lelang wilayah kerja, saat ini Ditjen Migas telah melibatkan Kantor Akuntan Publik untuk memberikan penilaian independen terhadap kemampuan finansial Calon KKKS, sehingga diharapkan semua kewajiban KKKS yang tercantum dalam kontrak dapat dilaksanakan.
Peningkatan kualitas data migas akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Hasil Survei Umum Eksplorasi, Eksploitasi Migas (sunset policy).
II. Progress Mineral dan Batubara
a. Penyederhanaan dan percepatan pelayanan perizinan
Sejalan dengan itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan terpadu satu pintu untuk perizinan di bidang mineral dan batubara, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, maka Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sejak tahun 2012 telah menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu yang dipusatkan pada Ruang Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) yang melayani jenis pelayanan sebagai berikut:
Selain hal tersebut di atas, DJMB terus melakukan inovasi-inovasi di bidang perizinan untuk memudahkan pelaku usaha pertambangan serta menjamin kepastian berusaha dan beinvestasi di sub sektor pertambangan mineral dan batubara, antara lain dengan melakukan
b. Percepatan renegosiasi kontrak pertambangan
Sampai dengan saat ini yang telah menandatangani Naskah Amandemen adalah 9 KK dari keseluruhan 34 KK dan 22 PKP2B dari keseluruhan 74 PKP2B. Terdapat 6 isu strategis Amandemen, yaitu:
Dari 6 isu tersebut, terdapat 4 isu yang belum disepakati antara para pihak, yaitu kelanjutan operasi penambangan dan kewajiban pengolahan pemurnian (untuk KK) dan isu penerimaan negara serta isu divestasi (untuk KK dan PKP2B). Kementerian ESDM akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk penyelesaian ketentuan kewajiban keuangan pada amandemen Kontrak Karya dan PKP2B.
c. Penyelesaian IUP non CnC
Berdasarkan database per Oktober 2016 dari hasil rekonsiliasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota total IUP adalah 10.041 IUP, terdapat 6.455 IUP telah dinyatakan Clear & Clean, sedangkan sisanya 3.586 IUP belum Clear & Clean.
Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan mengatur IUP yang diterbitkan Pemerintah Daerah, akan diberikan status Clear & Clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara setelah mendapat rekomendasi dari gubernur.
Dari 3.586 IUP yang belum Clear and Clean sebanyak 1.112 IUP yang telah direkomendasikan gubernur, namun hanya 186 IUP yang telah diberikan status Clear & Clean. Pemerintah Provinsi sudah mencabut sejumlah 928 IUP.
Terhadap 926 IUP yang telah direkomendasikan Pemerintah Provinsi namun belum C&C, telah dikembalikan kepada masing-masing Pemerintah Provinsi untuk dilengkapi sesuai dengan ketentuan Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 dengan batas waktu 2 Januari 2017.
Dari 2.474 IUP Non C&C belum mendapat rekomendasi pemerintah provinsi karena pada umumnya belum dilakukan serah terima dokumen perizinan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sesuai UU No. 23 Tahun 2014 paling lambat 2 Oktober 2016. Oleh karena itu, Kementerian ESDM akan meminta provinsi membicarakan dengan Kementerian Dalam Negeri.
Rekomendasi dan tindak lanjut, antara lain:
d. Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Peningkatan Nilai Tambah (PNT) Mineral dilakukan melalui kewajiban pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri (larangan ekspor) yang berlaku efektif sejak 12 Januari 2014. Terdapat 7 (tujuh) komoditas tambang yang dilakukan pengolahan dan/atau pemurnian yakni meliputi: tembaga, nikel, bijih/pasir besi, bauksit, timbal, seng dan mangan. Khusus untuk produk pemurnian tembaga sebanyak 30%-nya dijual di dalam negeri sedangkan produk pemurnian lainnya yaitu: nikel, besi, mangan dan bauksit seluruhnya dijual ke luar negeri. Belum ada produk pemurnian untuk timbal dan seng.
Saat ini telah terbangun 18 fasilitas pemurnian yang terdiri dari: 1 tembaga, 12 nikel, 2 besi, 2 bauksit dan 1 mangan. Dengan besar investasi sebagai berikut:
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Sujatmiko