Hari Kota Dunia : Membangun Kota Berkarakter Dengan Gotong Royong

:


Oleh Irvina Falah, Rabu, 2 November 2016 | 10:00 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 384


Jakarta - Mulai tahun ini, negara-negara di dunia memperingati Hari Kota Dunia yang ditetapkan pada tanggal 31 Oktober oleh Majelis Umum PBB. Penetapan Hari Kota Dunia merupakan upaya PBB dalam meningkatkan perhatian komunitas internasional tentang urbanisasi global, mendorong kerjasama antara negara, menjawab tantangan urbanisasi, dan mendukung pembangunan perkotaan berkelanjutan.

Hari Kota Dunia 2016 mengangkat tema “Inclusive Cities, Shared Development” atau  “Gotong Royong Membangun Kota Untuk Semua”. 

Peringatan Hari Kota Dunia bertujuan untuk mendorong kepedulian masyarakat dunia terhadap urbanisasi global serta mendorong kerjasama dan kemitraan berbagai negara dalam menangani tantangan urbanisasi dan berkontribusi terhadap pembangunan perkotaan berkelanjutan di seluruh dunia.

Urbanisasi merupakan proses global, yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, sebagai pembanding di tahun 1976, jumlah penduduk di perkotaan di Indonesia mencapai angka 37,9%, meningkat menjadi 45,1% di tahun 1996, dan di tahun 2016 bertambah lagi menjadi 54,5%.

Saat ini, perkotaan Indonesia memiliki banyak tantangan antara lain tingginya tingkat kemiskinan, masalah sosial dan kriminalitas kota, terbatasnya  sumber pendanaan untuk pembiayaan pembangunan, tidak terkendalinya tata ruang dan perubahan guna lahan, tidak terlaksananya pengelolaan lingkungan secara efektif dan efisien, sumber daya manusia secara sosial belum terkelola secara optimal.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam acara peringatan Hari Kota Dunia di Auditorium Kementerian PUPR mengatakan, urbanisasi terus berlanjut, baik disebabkan orang desa pergi ke kota atau desa yang berkembang menjadi kota. "Kota akan terus berkembang, dan ini kita harus jaga dan diarahkan agar suasana kota tetap berkarakter," terangnya. 

Menurutnya kota yang berkarakter adalah kota yang memiliki akar budaya lokal. Kota yang memperhatikan budaya-budaya lokal, memiliki ciri khas  yang berbeda-beda  sesuai dengan  budaya lokalnya. 

"Kota-kota harus punya identitas yang khas, sehingga tidak homogen didominasi ruko. Misalnya saja Kota Padang dengan bangunan khas bagonjong, kota di Sumatera Utara dengan rumah adat Gorja, dan Yogyakarta dengan rumah adat Joglonya," tambahnya. 

Disamping itu, Menteri Basuki berharap dalam diskusi yang dilakukan, para akademisi yang hadir hari ini, bisa kita share dan rumuskan dan sepakati apa yang akan menjadi dasar untuk membangun kota yang inklusif. 

Sementara itu Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo mengatakan penanganan kawasan kumuh yang dilakukan Kementerian PUPR merupakan bagian dari upaya  pembangunan perkotaan yang inklusif.

"adanya program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), Program air minum , Program sanitasi, merupakan bagian dari pembangunan perkotaan,”terangnya.

Lebih lanjut dikatakan, sekarang  penekanannya adalah  pembangunan perkotaan yang inklusif artinya  bisa  menjadi kota yang terbuka dan urbanisasi menjadi sebuah peluang dan potensi dari pembangunan perkotaan.

Staf Ahli Bidang Sosial Sosial Budaya dan Peran Masyarakat Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan pendekatan pembangunan  berkelanjutan dilakukan dengan menjaga lingkungan hidup, membangun ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan semuanya dan prinsip jangan meninggalkan sesorangpun dibelakang (no one left behind). 

Dalam acara tersebut juga diselenggarakan Sosialisasi New Urban Agenda, Launching Buku, talkshow serta pameran foto yang menceritakan perjalanan pembangunan kota-kota di Indonesia. 

Biro Komunikasi Publik
Kementerian PUPR