Hadapi MEA, Indonesia Butuh Insinyur Lebih Banyak

:


Oleh Irvina Falah, Rabu, 28 September 2016 | 11:51 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 197


Jakarta – Salah satu persiapan Indonesia dalam menghadapi persaingan konstruksi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah dengan mencetak tenaga kerja konstruksi yang handal dan kompeten. Untuk itulah perguruan tinggi diharapkan dapat mencetak tenaga ahli konstruksi sebanyak-banyaknya dan berkualitas.

Dari data Persatuan Insinyur Indonesia (PII), diperkirakan bahwa Indonesia akan kekurangan tenaga insinyur mencapai 120.000 orang hingga lima tahun mendatang (2015-2019). Hal tersebut terjadi karena penambahan tenaga insinyur tidak dapat memenuhi kebutuhan. Misalnya pada 2015, kebutuhan tenaga insinyur sebanyak 60.000 orang namun hanya dapat dipenuhi 36.000 orang. Kemudian di 2016 kebutuhan tenaga insinyur mencapai 42.000 orang, sementara yang dapat dipenuhi hanya 17.000 orang.

Pada 2017 diprediksikan kebutuhan tenaga insinyur mencapai 46.000 orang namun penambahan tenaga insinyur diperkirakan hanya mencapai 19.000 orang, 2018 kebutuhan mencapai 50.000 orang dan penambahan insinyur sebanyak 23.000, dan pada 2019 kebutuhan 34.000 insinyur tapi diperkirakan hanya dapat terpenuhi 25.000 insinyur.

Jumlah insinyur di Indonesia pun menjadi yang paling rendah dibandingkan di negara-negara ASEAN lainnya. Di Indonesia, dari tiap satu juta penduduk hanya ada 3.038 insinyur, sementara di Singapura dari tiap satu juta penduduk ada 28.235 insinyur, di Malaysia ada 3.375 insinyur dari tiap satu juta penduduk. Kemudian di Thailand dari tiap satu juta penduduk ada 4.121 insinyur, di Philipina ada 5.170 insinyur, di Vietnam ada 8.917 insinyur dan di Myanmar ada  3.844 insinyur dari tiap satu juta penduduk.

Saat ini Indonesia menargetkan 50.000 insinyur baru bersertifikat setiap tahunnya. Perguruan tinggi harus dapat mendukung kebutuhan tersebut, terutama yang menguasai bidang pengkajian dan penguasaan bidang terkait.

Pada Agustus lalu, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti), Mohamad Nasir menandatangani nota kesepahaman tentang penyelenggaraan Program Profesi Insinyur, di Kantor Kementerian PUPR. Program Profesi Insinyur diselenggarakan dalam rangka menjamin mutu kompetensi layanan profesi insinyur.

Penyelenggaraan program tersebut juga sesuai dengan amanat  Undang-Undang (UU) Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran. Karena dalam UU tersebut menegaskan bahwa pembinaan praktik keinsinyuran merupakan tanggung jawab pemerintah.

Menteri Basuki mengatakan, Kementerian PUPR akan menyiapkan trainning draw dan Kemenristek Dikti akan menyiapkan kurikulum dan dosen pengajarnya. “Misalkan saja kita (Kementerian PUPR) pada 2016 ini ada 12.000 lebih paket besar dan itu bisa dipakai untuk training draw yang bisa digunakan para pelaku yang sedang menempuh pendidikan profesional,” katanya.

Dengan adanya training draw, ia berharap tidak menyulitkan, terutama yang sedang melaksanakan pendidikan, karena ada bedanya antara yang menempuh pendidikan Sarjana (S1) dengan profesional. “Karena yang profesional lebih banyak dilapangannya,” ujar Basuki.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib saat memberikan kuliah umum di Universitas Syiah Kuala, Aceh, Senin (26/9) berharap agar para lulusan perguruan tinggi dengan kompetensinya dapat menjadi tuan di negerinya sendiri untuk membawa perubahan yang baik bagi Indonesia.

Selain sarjana teknik/insinyur yang mumpuni, sektor konstruksi pun memerlukan para ahli hukum kontrak, ekonomi pembangunan dan ahli-ahli lain dengan spesialisasi tertentu. “Saya berharap, para insinyur ini punya spesialisasi keahlian, serta para lulusan teknik nantinya dapat bekerja sesuai bidang kuliahnya, sehingga dapat memenuhi jumlah kebutuhan insinyur di Indonesia,” tutur Yusid.(*)

Biro Komunikasi Publik
Kementerian PUPR