Cara Mengajukan Permohonan Gugatan Pemilu di MK

:


Oleh Tri Antoro, Senin, 22 April 2019 | 10:00 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 6K


Jakarta, InfoPublik - Bagi kandidat kontestasi politik yang merasa tidak puas dengan hasil akhir pemilihan presiden dan legislatif bisa menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga ini yang akan memberikan jaminan hukum, apabila seorang kandidat politik tidak merasa puas karena terindikasi adanya penyimpangan dalam pesta demokrasi yang diselengarakan.

Dilansir dari situs resmi MK, Sabtu (20/4), kandidat politik yang merasa dicurangi dapat mengadukan ke MK setelah hasil pemilu ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terdapat 10 tahapan yang harus dilewati oleh pemohon yang mengajukan pembatalan putusan hasil KPU.

Tahapan pertama yakni pengajuan permohonan ke MK yang dapat dilakukan secara online melalui pendaftaran menggunakan Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik (SIMPEL) pada beranda laman MK MK (www.mahkamahkonstitusi.go.id atau www.mkri.go.id) atau secara offline dengan menyerahkan langsung permohonan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Pemohon dapat melengkapi delapan dokumen yang harus dilengkapi pada formulir digital pada situs diatas. Dokumen yang perlu dipersiapkan antara lain :
1. KTP Pemohon (dalam format .jpg);
2. Email Pemohon;
3. KTP Kuasa Pemohon (dalam format .jpg);
4. Email Kuasa Pemohon;
5. Surat Kuasa (dalam format .pdf);
6. Permohonan (dalam format .pdf);
7. Daftar Bukti (dalam format .doc);
8. Surat Ketetapan KPU (dalam format .pdf);

Tahapan kedua, pemeriksaan kelengkapan merupakan tahap lanjutan untuk memeriksa kelengkapan syarat-syarat permohonan yang diajukan Pemohon sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan hasil pemeriksaan kelengkapan permohonan ini, permohonan dapat dinyatakan lengkap atau belum lengkap dan akan diberitahukan kepada pemohon.

Tahapan ketiga, perbaikan permohonan adalah tahapan yang harus dilakukan oleh Pemohon ketika permohonan yang diajukan dan telah diperiksa belum memenuhi syarat kelengkapan berdasarkan hasil pemeriksaan kelengkapan permohonan sebagaimana diatur Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. MK memberitahukan kurang lengkapnya permohonan kepada pemohon untuk segera dilengkapi dan/atau diperbaiki dalam tenggang waktu yang ditentukan.

Tahapan keempat, registrasi permohonan yang dinyatakan memenuhi persyaratan akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) melalui sistem e-BRPK. Pemohon akan menerima Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) sebagai bukti pencatatan permohonan dalam BRPK.

Tahapan kelima, penyampaian salinan permohonan dan pemberitahuan sidang pertama yang telah teregistrasi akan dimuat pada laman MK (www.mahkamahkonstitusi.go.id atau www.mkri.go.id) dan salinannya disampaikan kepada para Pihak. Selanjutnya MK akan menetapkan dan memberitahukan hari sidang pertama kepada Para Pihak dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.

Tahapan keenam, pemeriksaan pendahuluan merupakan sidang pertama MK dalam rangka memeriksa kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada pemohon terkait permohonan yang diajukan. Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim yang terdiri dari paling sedikit tiga orang Hakim. Pasca sidang pemeriksaan pendahuluan, pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Tahapan ketujuh, pemeriksaan persidangan perkara merupakan tahapan persidangan yang dilakukan oleh panel hakim maupun pleno hakim untuk memeriksa pokok perkara. Agenda sidang pemeriksaan perkara terdiri dari:

a. Pemeriksaan pokok permohonan;

b. Pemeriksaan alat bukti tertulis;

c. Mendengarkan keterangan para pihak;

d. Mendengarkan keterangan saksi;

e. Mendengarkan keterangan ahli;

f. Mendengarkan keterangan pihak terkait;

g. Pemeriksaan rangkaian data,
keterangan, perbuatan dan/atau persitiwa yang sesuai dengan alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk dan memeriksa alat bukti elektronik.

Sidang pemeriksaan perkara dapat dilakukan dengan persidangan jarak jauh melalui video conference

Tahapan kedelapan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) merupakan rapat pleno hakim untuk membahas surat-surat terkait perkara, membahas perkara, mengambil keputusan dan finalisasi putusan. RPH dilakukan secara tertutup yang dihadiri oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang hakim. RPH dipimpin oleh Ketua MK, Wakil Ketua MK atau Hakim yang ditunjuk.

Tahapan kesembilan, sidang pengucapan putusan merupakan tahap akhir dalam proses persidangan di MK. Sidang pengucapan putusan dilaksanakan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri paling sedikit 7 (tujuh) orang hakim dan para pihak. Putusan MK, mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka. Putusan yang telah diucapkan dalam sidang sleno diunggah pada laman MK (www.mkri.id) dan dapat diakses oleh masyarakat.

Terakhir, setelah putusan dibacakan dalam sidang pleno terbuka, MK berkewajiban menyerahkan Salinan putusan kepada Para Pihak dalam jangka waktu yang ditentukan sejak putusan diucapkan. Salinan putusan yang disampaikan kepada para pihak dapat berupa salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy) dalam bentuk pdf.