- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Rabu, 23 April 2025 | 10:59 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Rabu, 19 Maret 2025 | 19:06 WIB - Redaktur: Juli - 2K
Lumajang, InfoPublik – Saat kebanyakan orang masih terlelap, suasana di Desa Tukum, Kecamatan Tekung, Kabupaten Lumajang justru semakin hidup. Bukan oleh suara kendaraan atau aktivitas dini hari biasa, melainkan oleh dentingan ritmis yang mengalun dari berbagai sudut kampung.
Itulah Patrol Sahur, tradisi turun-temurun yang tidak hanya membangunkan warga untuk sahur tetapi juga mempererat kebersamaan dan mengasah kreativitas generasi muda.
Di bawah langit yang masih diselimuti kegelapan, sekelompok pemuda Desa Tukum berkumpul dengan alat musik sederhana. Ember bekas, bambu, botol plastik, dan kentongan menjadi instrumen utama mereka dalam menciptakan harmoni Ramadan. Tradisi yang dahulu hanya sebatas membangunkan warga, kini berkembang menjadi pertunjukan musik unik yang menarik perhatian banyak orang.
Ketua RT 17 Desa Tukum, Riko Adi Saputro, mengungkapkan bahwa Patrol Sahur kini bukan sekadar rutinitas, melainkan telah berevolusi menjadi ajang kreativitas dan inovasi bagi anak muda.
“Dahulu, Patrol Sahur hanya memukul kentongan atau kaleng seadanya. Sekarang, ada pola ritmis yang dibuat, bahkan beberapa lagu religi kami aransemen ulang dengan alat musik sederhana,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (19/3/2025) dini hari.
Perubahan ini tak lepas dari inisiatif Muhammad Luqman (27), seorang pemuda kreatif yang memiliki ketertarikan pada seni musik. Bersama rekan-rekannya, ia mencoba mengombinasikan berbagai benda bekas untuk menghasilkan suara unik yang tetap selaras dengan irama tradisional patrol. Hasilnya, warga tak hanya terbangun untuk sahur, tetapi juga terhibur dengan pertunjukan musikal yang mereka suguhkan.
“Kalau cuma membangunkan, orang mungkin masih malas untuk bangun sahur. Tapi kalau dikemas dengan nada yang menarik, orang-orang jadi lebih semangat. Bahkan anak-anak kecil juga ikut bangun karena penasaran dengan suara yang kami hasilkan,” ujar Luqman.
Tidak hanya sekadar kreativitas, Patrol Sahur di Desa Tukum juga menyimpan nilai-nilai sosial yang kuat. Kegiatan ini menjadi wadah bagi pemuda untuk mengekspresikan diri secara positif sekaligus mempererat kebersamaan.
“Ini lebih dari sekadar patrol sahur, ini tentang kebersamaan, tentang bagaimana kami bisa membuat Ramadan lebih hidup dan penuh warna,” tambah Luqman.
Kepala Desa Tukum, Susanto (Cak Santo), sangat mengapresiasi inovasi yang dilakukan oleh para pemuda desanya. Menurutnya, kreativitas mereka telah menghidupkan kembali tradisi lama dengan cara yang lebih modern dan menarik.
“Mereka bukan hanya membangunkan sahur, tetapi juga membangun semangat kebersamaan dan gotong royong di tengah masyarakat. Ini yang membuat saya bangga,” ujarnya.
Cak Santo juga menambahkan bahwa inisiatif seperti ini perlu terus didukung agar tradisi lokal tetap lestari di tengah modernisasi yang semakin pesat. Kreativitas pemuda dalam Patrol Sahur ini juga menjadi contoh konkret bagaimana isu lingkungan bisa dikampanyekan dengan cara yang menyenangkan.
Dengan menggunakan barang-barang bekas sebagai alat musik, mereka secara tidak langsung mengajarkan pentingnya daur ulang dan pemanfaatan kembali barang yang sudah tidak terpakai.
“Sekarang kan banyak orang yang sadar akan lingkungan, dan melalui patrol ini kami ingin menunjukkan bahwa barang bekas pun bisa punya nilai lebih kalau dimanfaatkan dengan kreatif,” kata Riko.
Keunikan Patrol Sahur di Desa Tukum ini bahkan menarik perhatian beberapa warga desa lain. Ada yang sengaja datang hanya untuk menyaksikan pertunjukan mereka secara langsung. Bahkan, beberapa pemuda dari desa tetangga pun tertarik untuk belajar bagaimana cara mengemas Patrol Sahur agar lebih menarik.
Salah satu warga, Suhartini (47), mengaku senang dengan adanya Patrol Sahur versi kreatif ini. “Dahulu saya sering terganggu kalau ada patrol karena suaranya asal-asalan. Sekarang malah jadi hiburan sendiri. Rasanya Ramadan lebih meriah,” ujarnya sambil tersenyum.
Selain menghidupkan suasana Ramadan, tradisi ini juga memberi dampak positif bagi anak-anak muda Desa Tukum. Daripada begadang tanpa tujuan atau bermain gawai, mereka lebih memilih bergabung dalam kelompok patrol untuk ikut berkreasi dan berkontribusi bagi desa.
“Daripada cuma main HP, lebih baik ikut patrol. Bisa seru-seruan bareng teman-teman, sekaligus ikut melestarikan budaya,” kata Novel, salah satu remaja yang aktif dalam kegiatan ini.
Lebih dari sekadar membangunkan sahur, Patrol Sahur di Desa Tukum telah menjadi ikon kebersamaan yang memperkuat hubungan sosial antarwarga.
Seiring dengan semakin dikenalnya Patrol Sahur kreatif ini, masyarakat Desa Tukum pun semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah Ramadan. Tradisi yang awalnya hanya bertujuan untuk membangunkan sahur, kini telah berkembang menjadi bagian dari identitas desa yang membanggakan.
Dengan semangat kebersamaan dan kreativitas yang terus berkembang, Patrol Sahur Desa Tukum membuktikan bahwa tradisi bisa tetap hidup dan relevan di tengah perubahan zaman. Ramadan pun terasa semakin istimewa, tidak hanya sebagai waktu untuk beribadah, tetapi juga sebagai momen untuk merajut kebersamaan dan merayakan keberagaman budaya lokal.
Dari Desa Tukum, gema Patrol Sahur terus mengalun, membawa semangat Ramadan yang hangat, penuh makna, dan semakin berwarna. (MC Kab. Lumajang/An-m)