Peringatan 14 Tahun Tsunami Mentawai: Momentum Kebangkitan dan Kesiapsiagaan Bencana

: Pemerintah Kabupaten Mentawai menggelar apel gabungan dan doa lintas agama memperingati 14 tahun bencana gempa dan tsunami yang menghantam Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, pada 25 Oktober 2010 lalu di Pelataran Kantor Bupati, Tuapejat


Oleh MC KAB KEPULAUAN MENTAWAI, Senin, 28 Oktober 2024 | 13:00 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 29


Tuapejat, Infopublik - Memperingati 14 tahun bencana gempa dan tsunami yang menghantam Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, pada 25 Oktober 2010 lalu, Pemerintah Kabupaten Mentawai menggelar apel gabungan dan doa lintas agama di Pelataran Kantor Bupati, Tuapejat
 
Kegiatan yang digelar Jumat (25/10/2024) tersebut dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Mentawai, Martinus, dan menjadi momen refleksi bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kepedulian lingkungan dalam menghadapi bencana alam.
 
Penjabat Bupati Mentawai, Fernando Jongguran Simanjuntak, dalam sambutan yang dibacakan Sekda Mentawai Martinus, menyampaikan pesan mendalam mengenai pentingnya kesiapsiagaan serta solidaritas dalam menghadapi risiko bencana di daerah yang dikenal rawan gempa ini. 
 
“Kita tidak dapat mengendalikan bencana alam, tetapi kita bisa mempersiapkan diri lebih baik untuk menanggulangi dampaknya. Mari jadikan peringatan ini untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan bersama,” ujar Fernando dalam sambutan tertulisnya.
 
Gempa dengan magnitudo 7,2 pada tahun 2010 tersebut berlangsung sekitar 30 detik dan memicu tsunami dengan ketinggian gelombang bervariasi antara 1 hingga 15 meter yang melanda kawasan Pagai. Berdasarkan data dari BNPB, bencana ini mengakibatkan 47 orang meninggal dunia, 468 orang terluka, 56 orang hilang, dan lebih dari 15 ribu penduduk harus mengungsi. 
 
Menurut Fernando, dampak bencana ini meninggalkan luka mendalam, tidak hanya bagi masyarakat Mentawai tetapi juga bagi seluruh warga Sumatera Barat dan Indonesia.
 
Fernando mengingatkan kembali bahwa Mentawai berada di wilayah Zona Megathrust, yaitu zona rawan gempa yang tercipta akibat pertemuan lempeng tektonik. Berdasarkan penelitian, salah satu zona paling rawan terletak di barat daya Pulau Siberut, yang diperkirakan memiliki potensi gempa dengan kekuatan hingga 8,9 magnitudo yang dapat memicu tsunami setinggi 20 meter dalam hitungan menit.
 
"Dari catatan sejarah, segmen Siberut ini pernah menghasilkan gempa besar pada tahun 1797 dengan kekuatan 8,4 skala Richter. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya kesiapsiagaan, terutama bagi warga pesisir," jelas Fernando. 
 
Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk memahami dan mengingat langkah-langkah evakuasi serta kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana ini agar tidak terulang tragedi seperti yang pernah terjadi.
 
Fernando juga menekankan pentingnya kerja sama lintas instansi, termasuk antara Pemerintah Daerah, TNI, Polri, BMKG, SAR, dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat sistem peringatan dini, mengintensifkan edukasi kesiapsiagaan bencana, serta memberikan pelatihan kepada masyarakat. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman warga terkait navigasi bencana dan tindakan yang harus diambil dalam situasi darurat.
 
Untuk mendukung upaya kesiapsiagaan tersebut, Pemkab Mentawai juga telah menggelar simulasi penanganan darurat pada awal September 2024 bersama BNPB RI. Simulasi ini dihadiri oleh Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto dan menjadi momen pencanangan inisiatif “7 Simenanta”—akronim dari Siaga Menghadapi Ancaman Tsunami dan Bencana Lainnya dengan prinsip 7T: Tanggap, Tangkas, Tangguh, Terpadu, Tanpa Diskriminatif, Transparan, dan Tuntas.
 
Fernando juga mengajak masyarakat untuk menjadikan peristiwa tsunami dan gempa sebagai pengingat akan pentingnya menjaga alam dan memelihara hubungan harmonis dengan lingkungan. “Sikap kepedulian terhadap alam adalah bentuk kesiapsiagaan yang tidak boleh kita abaikan. Hanya dengan menjaga lingkungan, kita bisa meminimalkan risiko dan dampak dari bencana,” ucap Fernando.
 
Peringatan ini juga, kata Fernando, perlu menjadi pengingat bagi seluruh masyarakat akan pentingnya memelihara solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi risiko-risiko alam yang dapat datang sewaktu-waktu. Dukungan dan kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian alam diharapkan mampu mengurangi potensi bencana yang lebih besar.
 
Dengan terselenggaranya apel gabungan dan doa lintas agama ini, Fernando mengajak masyarakat untuk bersatu dan memperkuat kesiapsiagaan. Kegiatan ini bukan sekadar mengenang tragedi, namun juga upaya mewujudkan kesiapsiagaan yang berkelanjutan dalam menghadapi bencana. “Mari kita bangkit bersama dan jadikan peristiwa ini sebagai sejarah yang menguatkan, bukan melemahkan kita. Kepulauan Mentawai siap menghadapi masa depan dengan optimisme,” tutup Fernando.
 
Dengan langkah-langkah yang terus diperkuat, diharapkan Mentawai mampu menjadi contoh kesiapsiagaan bencana yang tangguh, tidak hanya bagi wilayah Sumatera Barat tetapi juga bagi seluruh Indonesia yang rawan bencana alam. (MD)
 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB MUSI BANYUASIN
  • Senin, 11 November 2024 | 13:42 WIB
Pj Bupati Muba: Mari Teladani Semangat Perjuangan Para Pahlawan
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Selasa, 12 November 2024 | 11:46 WIB
Pj Gubernur Gorontalo Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan yang ke-79
  • Oleh MC KAB SELUMA
  • Selasa, 29 Oktober 2024 | 09:30 WIB
Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2024 di Kabupaten Seluma
  • Oleh MC KOTA JAMBI
  • Rabu, 16 Oktober 2024 | 05:49 WIB
Koperasi Miliki Peran Strategis sebagai Penggerak Ekonomi
  • Oleh MC KOTA JAMBI
  • Kamis, 5 September 2024 | 21:34 WIB
Harganas ke-31 Kota Jambi: Keluarga Titik Awal Lahirnya Generasi Emas
  • Oleh MC KAB SELUMA
  • Selasa, 2 Juli 2024 | 09:05 WIB
Suardi Hadiri Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31 2024