- Oleh MC KAB HULU SUNGAI UTARA
- Sabtu, 23 November 2024 | 17:55 WIB
: Pertemuan koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait penanggulangan penyakit berpotensi KLB. (Foto: Humas)
Oleh MC PROV GORONTALO, Jumat, 2 Agustus 2024 | 20:49 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 241
Kota Gorontalo, InfoPublik – Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menggelar pertemuan koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait penanggulangan penyakit berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB), Kamis (1/8/2024) di Grand Q Hotel Gorontalo. Pada kesempatan itu, kasus Leptospirosis menjadi fokus utama yang dibahas.
Tim Kerja Surveilans Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, Puhilan, menjelaskan bahwa kasus penyakit Leptospirosis di Provinsi Gorontalo telah memenuhi syarat Kejadian Luar Biasa (KLB) sesuai dengan Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, kata Puhilan, apabila memenuhi salah satu kriteria yang telah ditetapkan oleh Kemenkes, dan salah satu kriteria yang ditemukan di Gorontalo adalah timbulnya suatu penyakit menular tertentu, yaitu Leptospirosis yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
“Ini sudah bisa ditetapkan sebagai KLB, selama ini tidak ada kasusnya ternyata ada kasus sekarang itu sudah memenuhi kriteria. Di sini potensi penularannya itu cukup besar didukung oleh faktor risiko yang memang ada, banjir kemudian kemungkinan lingkungan rumah penduduk dan memang vektornya mungkin kalau dilihat dari sisi hewannya memang ada vektornya yaitu tikus, tetapi tidak menutup kemungkinan ada binatang yang lain karena kalau kita lihat 70 persen pandemi, penyakit-penyakit KLB itu adalah disebabkan oleh zoonosis, dari hewan,” papar Puhilan.
Kasus yang terjadi di Provinsi Gorontalo menjadi perhatian khusus Kemenkes RI, di mana telah menurunkan tim khusus dan ahli untuk melakukan kajian Epidemiologi juga menjelaskan tentang penyakit leptospirosis.
“Kalau dari Kemenkes ini salah satu kita membawa komite ahlinya di bidang zoonosis, kira-kira gejala dari sindrome penyakit ini seperti apa sih kuncinya nanti akan disampaikan termasuk dari sisi penularan, pencegahannya, penanggulangan ke depan jangka panjang jangka pendek mungkin nanti akan disampaikan,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi penularan penyakit leptospirosis, Puhilan memberikan masukan agar dilakukan kajian mendalam secara Epidemiologi dan berkolaborasi dengan lintas sektor terkait dalam penanggulangannya.
“Jangan lupa kolaborasi multisektor dari Dinas Peternakan, Dinas Pertanian termasuk nanti koordinasi sama BPBD dalam meningkatkan status KLB-nya karena tadi yang disampaikan ada dana yang tidak terduga,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Jeane I. Dalie menyatakan kegiatan ini untuk membahas laporan kejadian Leptospirosis saat terjadi banjir dan pasca banjir beberapa waktu lalu.
“Jadi kegiatan hari ini adalah menindaklanjuti kasus yang dilaporkan pasca banjir ataupun pada saat banjir, yaitu yang dimulai dari tanggal 15 Juli sampai dengan 31 Juli 2024 bahwa sempat ada yang terkonfirmasi atau melalui tes pemeriksaan rapid test ada sekitar 32 yang positif,” kata Jeane.
Hasil pemeriksaan rapid test tersebut ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dengan melakukan pengiriman sampel untuk diperiksa Microscopic Agglutination Test (MAT) di laboratorium rujukan nasional di Surabaya.
Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas telah melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kematian di Rumah Sakit dan di Rumah Pasien, bekerja sama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BLKM) Manado dalam melakukan identifikasi jenis bakteri leptospira dalam tubuh rodent (tikus) dan pemetaan jumlah populasi hewan penular (tikus) Leptospirosis, serta melakukan kajian epidemiologi dengan pakar/ahli dari Kemenkes.
“Ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari hasil pemeriksaan rapid test yang positif dan hasil dari pemeriksaan yang dikirimkan ke Surabaya didapatkan itu ada tiga kasus yang positif, untuk identifikasi jenis bakteri masih menunggu hasil dari BLKM Manado," tutur Jeane.
Jeane mengungkapkan, kejadian penyakit Leptospirosis adalah yang pertama kali di Provinsi Gorontalo sehingga dipandang perlu untuk melibatkan semua stakeholder terkait sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan penularan secara bersama-sama.
“Kalau dilihat dari daftar yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan kita merupakan provinsi ke-11 yang sudah mendapatkan kasus leptospirosis. Kemudian diharapkan dari kegiatan ini peran dari lintas sektor tentunya akan memberikan informasi yang lebih maksimal. Inilah yang kami harapkan juga ke teman-teman yang ada di Fasilitas Kesehatan tentunya bisa mengedukasi ke masyarakat terkait perilaku hidup bersih dan sehat karena mengingat penyakit leptospirosis ini dilihat dari faktor lingkungan,” ungkap Jeane. (mcgorontaloprov/md/ilb/nancy)