Lima Mahasiswa USK Ciptakan Prototipe Detektor Dini TBC Berbasis Embusan Napas

: Lima Mahasiswa USK Ciptakan Prototipe Detektor Dini TBC Berbasis Embusan Napas


Oleh MC PROV ACEH, Selasa, 23 Juli 2024 | 10:13 WIB - Redaktur: Juli - 82


Banda Aceh, InfoPublik - Lima mahasiswa dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh berhasil menciptakan sebuah prototipe inovatif untuk mendeteksi Tuberculosis (TB) atau TBC dengan hanya menggunakan napas.

Inovasi ini merupakan langkah maju dalam upaya meningkatkan diagnosis dan pengobatan TB, penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Uniknya, kelima mahasiswa kreatif tersebut bukan berasal dari satu fakultas, melainkan empat fakultas berbeda. Alif Naufal Fakultas Kedokteran, Sagif Aulia dari Fakultas Kedokteran Hewan, Daffa dan Fakultas Teknik, M.Arkan dan Rifa Farugi dari Jurusan Informatika Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USK. Mereka didampingi oleh dr.Maryatun MKes SpPD sebagai dosen pembimbing.

Tiga dari lima mahasiswa Universitas Syiah Kuala (USK) yang menciptakan prototipe alat deteksi dini tuberkulosis SMELTUB didampingi dosen pembimbingnya, dr.Maryatun MKes SpPD, beraudiensi ke Kantor Dinkes Aceh, dan diterima dr. Yurlida selaku Penanggung Jawab TB pada Dinkes Aceh.

Inovasi dan hasil kolaborasi Iima mahasiswa ini mereka namakan Smart Measurement of Early Lung Tuberculosis disingkat SMELTUB.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, dr. Iman Murahman, MKM mengapresiasi Inovasi para mahasiswa USK tersebut.

Dinkes Support dan Beri Apresiasi

"Pada prinsipnya Dinas Kesehatan Aceh sangat senang atas inovasi ini. Kami Sangat mengapresiasi dan mendukung penelitian-peneIitian seperti ini, karena bisa membantu program penanggulangan TB di Aceh dan di Indonesia secara umum," kata dr.Iman di Banda Aceh, dalam keterangannya, Senin (22/7/2024)

Disampaikan dengan adanya alat deteksi dini TB berbasis embusan napas, pada intinya akan dapat meningkatkan standar pelayanan minimal (SPM) skrining TB di kabupaten/ kota dalam Provinsi Aceh dan bahkan bisa mencapai target 100 persen estimasi.

Sebagaimana diketahui, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang mampu menyebabkan komplikasi serius pada paru-paru dan menunjukkan gejala seperti demam berkepanjangan, batuk berdarah, penurunan berat badan, dan pada akhirnya Gapat mengancam jiwa manusia.

TB merupakan salah satu penyakit infeksius paling mematikan di dunia. Berdasarkan informasi yang didapat dari World Health Organizaton (WHO) pada Global Tuberculosis Report 2023, lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia tenifeksi TB dengan angka kematian mencapai 155.

Di Indonesia, estimasi menunjukkan terdapat 385 kasus TB per 100.000 penduduk, yang menyebabkan sekitar 134.000 kematian akibat TB. Angka yang cukup serius ini Masih menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peringkat kedua kasus TB terbanyak di dunia (World Health Organization, 2023).

Saat ini, beberapa metode diagnostik TB seperti Tes Cepat Molekuler (TCM), kultur bakteri, dan pemeriksaan antibodi masih memiliki keterbatasan dalam konteks ketersediaan alat, waktu pemeriksaan, invasivitas, serta biaya pemeriksaan yang beragam.

“Metode ini sering kali memerlukan waktu yang lama dan prosedur yang invasif sehingga tidak selalu praktis untuk digunakan di daerah dengan sumber daya terbatas,” kata dr.iman Murahman, MKM.

Sebagai respons terhadap masalah ini, WHO mendorong pengembangan tes biomarker cepat dan nonsputum (selain darah) yang dapat mendeteksi TB tanpa perlu isolasi bakteri.

Mahasiswa USK melihat peluang untuk menciptakan solusi yang lebih praktis dan efisien. Dengan latar belakang pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, mereka mengembangkan prototipe berupa smart portable TB detector yang diberi nama SMELTUB.

Perangkat ini memanfaatkan analisis gas napas pasien untuk mendeteksi keberadaan TB. Prototipe ini bekerja dengan menganalis Volatile Organic Compounds (VOCs) dalam napas pasien. VOCs adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh metabolisme bakteri TB dalam tubuh. Dengan menggunakan sensor khusus, perangkat ini dapat mendeteksi pola VOCs yang khas pada pasien yang terifeksi TB.

Analisis ini tidak invasif dan dapat memberikan hasil dengan cepat, menjadikannya sangat cocok untuk digunakan di klinik atau bahkan di rumah. Alat ini juga dapat digunakan oleh petugas kesehatan dengan pelatihan minimal atau bahkan oleh pasien sendiri di rumah.

"Dengan hadirnya SMELTUB ini, diharapkan dapat terjadi peningkatan deteksi dini TB, terutama di daerah-daerah dengan akses terbatas ke fasilitas kesehatan,” ujar dr Yurlida, Staf Bidang P2P Dinkes Aceh yang juga pelatih nasional program & Eliminasi TB.

Deteksi dini, lanjutnya, sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Selain itu, inovasi ini juga dapat membantu mengurangi beban sistem kesehatan dengan menyediakan metode deteksi dini yang lebih cepat dan efisien.

Menurutnya, prototipe ini masih dalam tahap awal pengembangan, tetapi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Di sisi lain, para mahasiswa USK itu berharap bsa mendapatkan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, institusi kesehatan, dan lembaga penelitian untuk menguji dan menyempurnakan perangkat yang mereka ciptakan ini. Dukungan dana dan sumber daya akan sangat membantu dalam mempercepat proses pengujian klinis dan produksi massal perangkat ini.

“Inovasi yang dilakukan oleh lima mahasiswa USK ini merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antardiSiplin Ilmu dapat menghasilkan solusi yang berdampak besar bagi masyarakat," ulas dr.Yurida yang juga jebolan Fakultas Kedokteran USK. (Mc Aceh/ri)