:
Oleh MC KAB BOVEN DIGOEL, Senin, 21 Agustus 2023 | 15:22 WIB - Redaktur: Fajar Wahyu Hermawan - 100
Boven Digoel, InfoPublik - Hampir sebulan lebih Kabupaten Boven Digoel tidak mengalami hujan dan mengalami kekeringan (kemarau) karena datangnya Badai El Nino di wilayah Papua Selatan.
Hal ini disampaikan Koordinator Operasional Stasiun Meteorologi Tanah Merah, Eman Nussy Foreman Senin (21/08/23).
Menurutnya, El Nino adalah fase dimana terjadinya suhu air laut yang hangat sehingga membuat udara menjadi lebih kering dan mengakibatkan terjadinya kekeringan (kemarau).
"Secara umum di wilayah Papua Selatan ini termasuk Boven Digoel sudah mengalami musim kemarau dengan faktor global yang terjadi yaitu Badai El Nino," kata Eman Nussy.
Berdasarkan prakiraan yang ditanggung musim kemarau ini sebenarnya sudah mulai terjadi sejak bulan Juni lalu, dimana puncaknya pada Agustus saat ini dan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun.
Namun musim kemarau akan mulai melemah dalam artian bisa terjadi hujan-hujan lokal pada September hingga Desember mendatang.
"Kemungkinan besar hal ini bisa terulang kembali seperti tahun 2015 silam. Untuk itu kami minta masyarakat harus bisa menjaga diri (kesehatan) dan hemat air karena air akan semakin berkurang," ungkap Eman.
Sementara itu dampak El Nino kini mulai dirasakan masyarakat Boven Digoel, dimana terpantau banyak warga yang mengalami sakit pernapasan, diare dan terjadi kekeringan pada sumber-sumber udara.
Bahkan Sungai Digoel ikut mengering yang mengakibatkan Kapal pengangkut BBM dan Material bahan bangunan tidak dapat masuk ke Boven Digoel.
"Jadi dampak kekeringan ini mulai terasa karena sungai Digoel mengalami pasang surut dan kapal sudah susah untuk masuk. Bahan bangunan terutama stok semen semakin menipis menurut orang toko," kata Kepala Pos Pengawasan Transportasi Sungai Dinas Perhubungan Boven Digoel Johny Rombe.
Selain itu lanjut Johny, dampak kekeringan ini juga menghambat transportasi sungai seperti speed boat maupun long boat, untuk mengangkut sembako ke distrik dan Kampung di wilayah sungai Digoel atas.
Akibatnya, ketersediaan sembako dan bahan makanan disana mulai menipis dan kini dijual dengan harga yang mahal. (MC Boven Digoel/ARFK).