:
Oleh MC KAB. HALMAHERA SELATAN, Kamis, 18 Mei 2023 | 05:28 WIB - Redaktur: Kusnadi - 872
Bacan, InfoPublik - Tiap daerah dan etnis yang mendiami wilayah Nusantara memiliki tradisi dan budaya berbeda-beda yang dilestarikan sebagai wujud penghormatan terhadap karya dan karsa pedahulunya. Adakalanya tradisi itu berupa ritual berbentuk tarian, sesajian, sedekah lautan, pengobatan tradisional dan tawaf desa dengan doa- doa tertentu yang diyakini mampu menolak wabah, hama, bencana maupun mala petaka.
Ritual yang dilakasankan oleh masyarakat tradisional di daerah-daerah adat memiliki simbol-simbol religiusitas yang syarat dengan nilai-nilai penghormatan dan kebersamaan.
Sama halnya yang sering dilaksanakan oleh masyarakat kesultanan Bacan Kabupaten Halmahera Selatan yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram.
Ritual itu lazim dikenal dengan istilah Popas Lipu, yang artinya tawaf kampung (kota raja) dan tidak hanya sekedar menjadi simbol budaya masyarakat setempat, akan tetapi di dalamnya terkandung kekuatan nilai perekat persatuan dan kesatuan serta jati diri bangsa Nusantara.
Di mana rangkaian dari pelaksanaan ritual Popas Lipu melambangkan Bacan, salah satu dari wilayah kesultanan di Maloku Kie Raha, yang terdiri dari kesultanan Bacan, Jailolo, Tidore dan Ternate.
Ritual Popas Lipu biasa dilakasakan oleh perangkat Adat Kesultanan Bacan dan lazim dikenal sebagai Bobato Akhirat yang dikepalai orang seorang sesepuh adat bergelar Ompu Kale serta seluruh perangkat Imam dan Badan Syara Masjid Kesultanan Bacan.
Ritual ini dilaksanakan pada hari lahirnya Islam yang jatuh pada tanggal 1 Muharram usai salat Subuh Berjemaah di Masjid Sultan Bacan.
Dahulu pelaksanaan ritual Popas Lipu sering digelar sebelum fajar pagi menyingsing untuk menghindari pantangan tertentu yang bisa membatalkan ritual tersebut.
Namun seiring perkembangan zamam, keaslian ritual itu telah mengalami pergeseran
Ritual tawaf kampung yang dikenal sebagai budaya tradisi Popas lipu hanya dapat di laksanakan dengan batas-batas tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan para leluhur pendahulu secara turun-temurun.
Batas- Batas ritual Popas Lipu itu mengitari lingkup kota raja kesultan Bacan yang disebut dengan nama Amasing Kota.
Namun saat ini Amasing Kota telah dimekarkan menjadi amasing kota, Amasing kota barat dan Amasing kota utara.
Oleh sebab kalimat "Popas Lipu" menyimpan makna dari ritual itu sendiri yang dimaknai sebagai tawaf mengitari kota raja (Lipu) yang berarti mengenang kronologis timbulnya delta amasing kota yang awalnya adalah lautan.
Setelah delta itu mengering dan melebar menjadi daratan dari suatu peristiwa yang berkait dengan hal- hal spiritual, kemudian ditetapkanlah untuk dijadikan Kota Raja Kesultanan Bacan pada jaman Sri Sultam Nurus Shalat abad 15-16 M.
Para tetua adat terdahulu meyakini fenomena itu terjadi bertepatan pada tanggal 1 muharram, sehingga untuk mengenang peristiwa sebagaimana di maksud maka Kota Raja tersebut diberi nama Amasing (Wai Masing) yang artinya Air Asin /Air Laut.
Ritual Popas Lipu dilaksanakan pada tanggal 1 muharram yang dimulai dari serangkaian prosesi permohonan restu Jaib dan Idin dari sang Sultan oleh ompu kale dan Imam bangsa.
Perangkat adat boboto akhirat kemudian mempersiapkan segala kelengkapan yang diperlukan dalam syarat ritual popas Lipu.
Perangkat adat Bobato Akhirat yang dikepalai oleh Ompu Kale dan Bobato Dunia salat subuh berjemaah. Setelah salat subuh mereka langsung melanjutkan dengan pembacaan hadrat turunan dan khadiat khusus dan lain sebagainya.
Setelah rangkaian di atas selesai rombongan popas lipu pun lansung bergerak melaksanakan ritual dengan berjalan melantunkan dzikir khusus menuju arah timur.
Sesampainya di titik pemberhentian pertama maka para Bobato Akhirat membacakan doa khusus dan prosesi ritual siloloa dan Rorasa Nagari.
Lalu berjalan menuju selatan menuju titik pemberhentian yang kedua dan dilaksanakan prosesi ritual khusus selanjutnya menuju ke barat lalu ke utara dan kembali ke masjid Sultan untuk menutupnya dengan serangkaiyan doa Selamatan Nagari dan Tutulak Bala.
Setelah prosesi doa selamatan nagari dilaksanakan, para bobato perangkat adat pun menuju laut untuk mengunci rangkaian popas lipu dengan ritual loyakang nahas. Namun saat ini ada beberapa prosesi tidak lagi di laksanakan sesuai aslinya.
Kemanfaatan dari ritual popas lipu terhadap dampak kemaslahatan adalah untuk keselamatan penghuni nagari dari wabah penyakit dan diyakini dengan pertolongan Allah dapat membentengi wilayah kota raja pada khususnya dan Halmahera Selatan pada umumnya dari berbagai musibah dan mala petaka yang sewaktu-waktu mengancam kehidupan masyarakat.
Prosesi ritual ini juga telah di yakini sebagai penebus berbagai kemurkaan Sang Pencipta akibat perbuatan dosa manusia dalam setahun.
Inilah salah satu bagian dari simbol kearifan lokal yang masih dilestarikan di Kesultanan Bacan.
Sejarah di atas dirangkum dari berbagai sumber keterangan berdasarkan budaya dan tutur para tua adat Nagari Kesultanan Bacan terdahulu. (MC Kab. Halsel)