:
Oleh MC KOTA SUBULUSSALAM, Selasa, 25 Agustus 2020 | 04:09 WIB - Redaktur: Tobari - 389
Subulussalam, Info Publik - Banyak hal istilah yang tidak diketahui orang awam menyangkut hal ikhwal kesehatan termasuk di kalangan paramedis.
Maka untuk meningkatkan kualitas wawasan kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Subulussalam menggelar sosialisasi terkait zonosis, bertempat di Sinabang Hall Hotel Hermes One Subulussalam, Senin (24/8/2020).
Para bidan desa dan paramedis yang bertugas di puskesmas se-Kota Subulussalam mengikuti kegiatan tersebut selama tiga hari sejak 24 hingga 26 Agustus 2020, ungkap Kabid P2P Dinas Kesehatan Irhamni.
Dikatakannya kegiatan ini dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan kapasitas paramedis meningkatkan wawasan di bidang kesehatan.
Di saat situasi ini, di masa Covid-19 kegiatan ini diatur sedemikian rupa agar kegiatan tidak mengumpulkan banyak orang maka dibagi tiga hari dan dibuat shift kehadirannya sebagai upaya melakukan pencegahan penyebaran Covid-19.
Kita mengenal Covid-19 yang bermula kejadiannya di Wuhan Tiongkok, dengan santernya pemberitaan terkait kejadian yang sangat luar bisa sehingga menjadi pandemic sedunia hingga WHO pun mengingatkan semua negara akan bahaya Covid-19.
Dalam paparannya, Kabid P2P Irhamni mengatakan zonosis adalah berbagai penyakit dan infeksi yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, beberapa penyakit tidak membuat hewan sakit, namun bisa membuat manusia sakit, sebutnya.
"Banyak kita tidak menyadarinya, sering bergaul dengan berbagai hewan kesayangan namun tidak mengetahui dampak terburuk dari penularan penyakit," pungkasnya.
Sebagai contoh rabies atau penyakit anjing gila adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat. Penyakit ini bersifat zonotik yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui gigitan hewan penularan rabies terutama anjing, kucing dan kera.
Untuk antisipasi dampaknya perlu kita menyiapkan rabies center, katanya.
Banyak hal positif apabila rabies center telah dibentuk karena sangat bermanfaat untuk kita semuanya.
Rabies Center adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan fungsi tata laksana kasus gigitan hewan penularan rabies dan promosi kesehatan.
Kegiatan Rabies Center meliputi upaya kesehatan yang mencakup upaya promotif, preventif yang terkait pengendalian rabies dan pelayanan tata laksana kasus gigitan hewan rabies yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan dan atau sosialisasi pengendalian rabies.
Kegiatan utama dari rabies center adalah pelayanan tata laksana kasus gigitan hewan penularan rabies juga memastikan kasus tersebut menyelesaikan seluruh tahap dari pemberian vaksin anti rabies. Selain itu juga melaksanankan penyelidikan epidemiologi, pencatatan dan pelaporan.
Rabies center dapat terselenggara dengan baik apabila petugas telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Pertama, memberi pelayanan pertama berupa cuci luka dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit terhadap semua penderita kasus gigitan hewan penular rabies yang datang kerabies center.
Kedua, melakukan anamnesa dengan baik terhadap penderita gigitan hewan menular rabies, untuk menentukan protap tatalaksna kasus dengan tepat.
Ketiga, melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap semua kasus gigitan hewan penular rabies. Keempat, melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap stok logistik VAR dan SAR.
Kelima, melakukan koordinasi dengan sektor peternakan setiap ada penderita gigitan hewan penulran rabies yang datang kerabies center.
Keenam, memberikan penyuluhan sederhana kepada masyarakat tentang pencegahan penularan rabies, ketujuh, melakukan konsultasi atau rujukan terhadap kasus-kasus yang berat kerumah sakit, kedelapan, melakukan pengamatan epidemiologis sederhana terhadap rabies.
Rabies di indonesia 98% ditularkan oleh anjing yang terinfeksi virus rabies. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesahatan.
Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan Kesehatan Hewan.
Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2011 Tentang pengendalian Zoonosis International Health Regulation Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis-jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2014 tetang Penanggulan Penyakit Menular.
Sementara narasumber dari perwakilan Kemenkes RI dilakukan melalui vicon aplikasi zoom membahas terkait leptospirosis. Para peserta mendengarkan paparan yang berkaitan leptospirosis.
Dikatakannya, leptospirosis adalah penyakit demam akut pada manusia maupun hewan yang disebabkan oleh Bakteri Leptospira sp.
Bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang luka, lecet atau selaput lendir (mata, mulut, nasofaring atau esofagus) dari urin binatang yang sakit/karier.
Merupakan zonosis dengan jangkauan terluas di dunia, masa inkubasi 7 -10 hari, dalam kondisi berat/komplikasi dapat menyebabkan kerusakan organ “Weils disease” yang diawali dengan adanya ikterus, pendarahan dan gagal ginjal.
Sebelum tata laksana Leptospirosis dilakukan, maka Nakes harus mengetahui Status Pasien OTG, ODP, PDP maupun Konfirm Covid 19 sesuai Juknis yang ada pada masa pandemi Covid 19.
Tata laksana Leptospirosis tetap mengacu pada Pedoman Pengendalian Leptospirosis Kemenkes RI, ucapnya. (MC Kota Subulussalam/toeb)