Jembul Tulakan, Tradisi Turun-Temurun di Jepara

:


Oleh MC KAB JEPARA, Kamis, 19 Juli 2018 | 08:52 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 2K


Jepara, InfoPublik - Puluhan pria mengarak usungan (ancak) berisi aneka hasil bumi dan olahan makanan tradisonal berhias dari iratan bambu tipis, oleh masyarakat Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo menyebutnya “Jembul”.

Terdapat dua jenis jembul yang mereka arak, yaitu “Jembul Wadon” (perempuan) dan “Jembul Lanang” (laki-laki). Jembul Wadon berukuran lebih kecil dan tidak menjulang, sedangkan Jembul Lanang sebaliknya lebih besar dan menjulang (menggunung).

Di antara para pria yang mengarak jembul, juga ada yang mengarak makanan dengan ditempatkan pada anyaman bambu dengan cara dipikul. Terdapat pula barisan ibu-ibu dan penampilan kesenian tradisonal, serta puluhan warga di bagian paling belakang. Arak-arakan jembul diarak dari empat asal dusun, Krajan, Ngemplak, Winong, dan Drojo, menuju halaman rumah petinggi dan disambut kesenian tayub.

Tampak sejak pagi, ribuan orang telah memadati sepanjang jalan permukiman untuk menyaksikan upacara tradisi Jembul Desa Tulakan. Tradisi ini diadakan berdasarkan pada kepercayaan masyarakat setempat pada masa itu, oleh adanya sumpah dari Nyai Ratu Kalinyamat “Ora pisan-pisan ingsun jengkar soko topo ingsun, yen ingsun durung biso nganggo keset jambule Aryo Penangsang”.

Sumpah tersebut diterima dan dipahami oleh masyarakat Desa Tulakan bahwa, kesetiaan, kecintaan dan pengbdian Sang Ratu terhadap suaminya Sultan Hadlirin yang telah dibunuh oleh Aryo Penangsang, untuk mewujudkan cita-citanya menegakkan kebenaran, keadilan, keamanan dan ketertiban pada waktu itu.Nyai Ratu Kalinyamat dengan kesadaran dan keikhlasannya yang tinggi, bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana untuk mendapatkan keadilan dari Tuhan atas pembunuhan terhadap suaminya tersebut, dengan bertapa di Bukit Donorojo atau kini disebut Sonder.

Sebab itulah masyarakat Desa Tulakan terpanggil dan bergerak hatinya untuk ikut memberikan bantuan secara moril. Yaitu dengan jalan mengadakan upacara perayaan Jembul Tulakan yang rutin digelar setiap Senin Pahing dibulan Apit (penaggalan jawa).

“Dalam perkembangan selanjutnya upacara atau perayaan Jembul Tukaan dijadikan sarana sedekah bumi, yang melambangkan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, terhadap masyarakat Desa Tulakan,” kata Petinggi Tulakan, Sutrisno, Senin (16/7).

Upacara Jembul Tulakan itu sendiri, dimulai dengan mencuci kaki petinggi dengan kembang setaman. Setelah pencucian kaki petinggi, dilakukan selamatan, dilanjutkan dengan acara mengitari Jembul sebanyak tiga kali, yang merupakan inti dari proses Jembul Tulakan. Prosesi mengitari jembul ini, dilakukan oleh petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayub dan para perangkat desa. Tiga hari sebelum tradisi Jembul Tulakan tersebut dimulai, warga memggelar tradisi manganan. Yaitu, selamatan dilanjutkan dengan makan bersama di kantor balai desa.

Hal senda juga dikatakan Bupati Jepara Ahmad Marzuqi. Tradisi sedekah bumi adalah wujud terimakasih dan rasa syukur kepada sang pencipta atas hasil bumi yang melimpah. Tradisi ini menurutnya, membuat Desa Tulakan jadi satu lagi deretan tempat menarik untuk dikunjungi di Kabupaten Jepara. “Jembul Tulakan yang merupakan satu di antara potensi wisata budaya Kabupaten Jepara diharapkan dapat terus dilestarikan. Syukur-syukur prosesi ini kedepan dapat dijadwalkan secara menarik, sehingga menjadi daya tarik wisatawan,” ujar dia. (DiskominfoJepara/AchPr/Eyv)