:
Oleh MC GEREJA PROTESTAN MALUKU, Sabtu, 26 Mei 2018 | 14:54 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 789
Maluku, InfoPublik - Gereja Protestan Maluku (GPM) menggelar pelatihan pengolahan makanan dan jajanan dari bahan dasar Sagu, bahan makanan khas wilayah timur Indonesia. Pelatihan ini dilakukan sebagai upaya memasyarakatkan Sagu menjadi salah satu makanan pokok selain beras.
Pelatihan berlangsung di kantor Yayasan Sagu Salempeng (YSS), di Baileo Oikumene Jumat (25/5/2018) dan diikuti oleh masyarakat binaan yang berasal dari Negeri Waai, Negeri Suli, Negeri Rumah Tiga, dan Desa Poka.
"Jangan hanya beras yang dapat dimakan secara rutin, tetapi sagu juga dapat diolah untuk menjadi makanan layak makan selain beras," ujar YYS, Pdt.J.E.Mahupale.
Fasilitator yang hadir memberikan materi adalah ahli asal Universitas Pattimura, Ambon Dr. Febby Polnaya SP, serta dari YYS, Pdt.D.Wattimanela.
Salah satu hal untuk menjawab permasalahan kemiskinan adalah ketahanan pangan untuk masyarakat sekitar. Membuka jejaring dengan lembaga lain untuk dapat merespons isu tersebut. Menanamkan sejak dini pada kegiatan-kegiatan resmi diharapkan menggunakan pangan lokal sebagai konsumsi bersama.
"Sagu banyak ditemukan pada wilayah kita. Sagu memiliki kandungan luar biasa dibandingkan beras. Gereja berharap pangan lokal dapat menjadi pola konsumsi kita sampai pada anak cucu. Kami berharap tidak hanya berhenti pada kegiatan pelatihan saja, tetapi melalui pelatihan tersebut kreatifitas pengolahan Sagu dengan berbagai varian dapat dijadikan sumber ekomoni keluarga, sebab sagu punya nilai ekonomi," ujar D.Wattimanela.
Sementara Sekretaris Departemen Pemberdayaan Teologi dan Pembinaan Umat -PTPU yang membuka kegiatan, Pdt.N.Nahusona mengatakan bahwa Maluku memiliki generasi dan proses regenerasi terus berlangsung. Sagu dikatakannya adalah identitas makanan pokok orang Maluku, maka mengolah sagu dalam berbangai bentuk hingga dipasarkan dalam kemasan yang mengidetintaskan Maluku dengan sendirinya menanamkan nilai kecintaan dan kebanggaan.
Kandungan utama sagu disebut pati. Bagi masyarakat Maluku Sagu memiliki fungsi sosial, ekonomi, bahkan memiliki fungsi adat dan budaya bagi masyarakat setempat. Dimana ada sagu disitu ada air. Sagu memiliki sumber karbohidrat paling tinggi. Tetapi umur sagu 8 tahun baru dapat berproduksi merupakan panjang waktu hingga dapat memanen sagu.
"Sagu dan jenisnya meliputi seperti sagu molat (Metraxylon sagu Rootball), sagu Tuni (M.rumphii Martius), sagu ihur (M.sylvestre Martius), sagu makanaru (M. longispinum Martius), sagu duri rotan (M.micracanthum Matius)," kata Febby J Polnaya.
Sagu hanya berada terbesar dan sebarannya di Indonesia. Papua yang memiliki lahan terbesar jumlah sagu. Sagu dapat diolah menjadi makanan atau jajanan berupa sagu tumbu, sagu lempeng, sarut dan sanoli, papeda, bagea kerupuk, dan lainnya.
"Orang Maluku harus tumbuh seperti sagu, saat yang tua sudah ditebang maka yang muda siap bertumbuh. Kita tidak usah kuatir akan hutan sagu akan punah atau habis, karena faktanya tidak akan habis jika tidak ditebang atau alih fungsi," tambah Polnaya.
Pangan lokal menunjukan keraifan lokal Maluku dalam ikatan emosional kehidupan. "Sagu perlu dilestarikan sekreatif mungkin karena kedepan sagu akan memiliki nilai ekonomi yang mahal," tambah Wattimanela.
Usai mendapatkan materi dan pelatihan diharapkan peserta mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang pembuatan aneka makanan dan jajanan berbahan dasar Sagu. (MR/TR)