:
Oleh MC GEREJA PROTESTAN MALUKU, Senin, 7 Mei 2018 | 08:18 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 2K
Ambon, InfoPublik - Perwakilan Persekutuan Gereja-gereja Iindonesia Wilayah (PGIW), dan Staf Dewan Gereja Asia yang berasal dari berbagai denominasi gereja, berjumpa di Kota Manado. Tema kegiatan ini adalah “Tuhan Kirimlah Cahayamu dan Kebenaranmu untuk Menuntun Kami”. Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM).
Melalui AEYA ini pemuda Asia datang berjumpa dan mengkaji isu-isu yang terjadi dalam skala Asia serta menunjukkan respons ekumenis dalam rangka pewartaan yang lebih efektif. Dewan Gereja Asia sebelumnya telah mengadakan kegiatan seperti ini pada tahun 1964 di Filipina dan tahun 1984 di New Delhi, India dan tahun ini adalah ketiga di Manado, Indonesia. Kegiatan AEYA ini adalah suatu pertemuan yang diprakarsai oleh Gereja Asia untuk memperkuat pergerakan ekumenis di kalangan pemuda Asia sekaligus mengembangkan kepemimpinan ekumenis untuk masa depan gereja.
Setelah ibadah pembukaan, seluruh peserta mengikuti Sesi 1 dengan tema Menghadapi Dunia yang Berubah : Tantangan bagi Pemuda- Pemudi Asia. Setelah itu diadakan diskusi panel degan tiga pembicara yakni Ruth Mathen dari Gereja Malankara Syria Ortodox India, Pdt, Jimmi Imanuel dari Indonesia (GPIB), dan Kim Minji dari Pusat HAM gereja Nasional Korea. Ruth Mathen menyampaikan paparan tentang Fundamentalisme Agama dan Extremisme Nasionalis sebagai bentuk ekpresi iman berkedok politis di India. Ia juga menyinggung tentang kekuasaan patriaki yang sangat kental dalam wajah keberagamaan di India. Ia menyampaikan bahwa fundamentalisme agama bermental patriaki menggeser peran perempuan dalam komunitas gereja. Ia menyampaikan point penting yakni kesetaraan perempuan dan laki- laki.
Pdt Jimmi Imanuel menjelaskan tentang isu intoleransi agama di Indonesia dan secara luas di Asia Selatan dengan memberi contoh pemboman di Indonesia, Pakistan dan Bangladesh. Kim Minji lebih banyak menyoroti tentang HAM. Kim Minji menantang seluruh peserta untuk berani mengapresiasi HAM seseorang khusus bagi mereka yang ditindas. Menurut saya, pembicaraan mengenai kesetaraan gender, HAM dan intoleransi sebenarnya memiliki keterhubungan yang kuat. Terdapat pola pelaku dan korban. Pelaku yang saya maksudkan adalah pelaku pribadi maupun pelaku komunal. Di dalam diri korban terbesit sebuah pertanyaan dimanakah Allah? Menurut J.B Banawiratma, Allah diwakili oleh para korban. Perbuatan bagi dan bersama korban merupakan perbuatan bersama dan bagi Allah. Allah hadir dalam kesetiakawanan itu. Di luar kesetiakawanan itu yang hadir adalah anti Allah. Istilah extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) sebaiknya diganti dengan extra solidaritium victimarum nulla salus yang berarti di luar kesetiakawanan terhadap para korban tidak ada keselamatan.
peserta menyampaikan pendapat serta menyampaikan pertanyaan kepada panelis. Selesai diskusi panel, peserta dibagi dalam kelompok (Focus Group Discussion) dengan 5 isu yang dibahas yakni : Intoleransi dan Politisasi Agama, Trafficking, Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Pemuda Asia, HIV AIDS dan Seksualitas Manusia, dan Kesetaran Gender dan Nilai-Nilai budaya Asia, Dalam setiap kelompok dipandu oleh seorang fasilitator.
Dalam refleksi paskah dari Yohanes 3 : 19 dan Yohanes 14 : 16- 17 , Ketua PGI Pdt Dr H Lebang mengatakan dengan lantang bahwa paskah membawa kita pada pembaharuan hidup. Kita terima segala sesuatu atas anugerah Allah, iman menjadi harapan yang selalu membara di hati kita. Kuasa kebangkitanNya membaharui diri kita, membaharui gereja dan masyarakat. Oleh karena itu, kebangkitan Kristus membaharui kita untuk berjalan dalam terang, Kita terus berkomitmen untuk selalu mejadi saksi Tuhan dalam menghadapi setiap tantangan sebab terang Allah selalu bersinar. Di akhir khotbahnya, Beliau mengajak Peserta dari Indonesia sama-sama mengucapkan “Torang samua ciptaan Tuhan “ dan direspons oleh peserta dari luar negeri dengan mengatakan “ Torang samua basudara”.
Dalam kesempatan itu, Menteri Hukum dan HAM , Dr Y. Laoly berbicara tentang relevansi Gereja di Indonesia dalam merawat kesatuan berdasarkan pancasila. Hal mendasar yang dtekankan adalah kehadiran gereja di ruang publik untuk bekerjasama dengan pemerintah membangun akhlak manusia yang bermental pancasilais dan berjiwa kasih. Ia menambahkan bahwa gereja adalah media pendidikan politik bagi anggota jemaat dalam rangka menciptakan wawasan politik yang sehat.
Parade paskah didukung oleh drumband dari sekolah-sekolah , dan banyak mobil hias yang berasal dari dinas-dinas di Kota Tomohon. Jamuan makan di Tondano dihidangkan berbagai makanan khas Minahasa. Yang uniknya adalah semua makanan tersaji di atas daun pisang, semua peserta diajak makan tanpa memakai piring dan menyantap beberapa makanan yang dimasak di dalam bambu. Setelah makan malam semua peserta kembali ke Manado.
Tentu saja kegiatan ini berdampak bagi peserta karena memperluas jaringan, saling berbagi ide- ide hebat dan bertemu orang – orang yang menginspirasi serta berkomitmen untuk terus menjadi terang dunia melalui jalinan ekumenis. Di sisi yang lain, dengan berjumpa dengan berbagai karakter orang, setiap peserta akan menyadari bahwa kegiatan –seperti ini adalah ajang untuk membangun karakter diri yang positif (Character Buliding) seperti mendisiplinkan diri sendiri, berusaha tepat waktu tanpa dikomando panitia, mengatur diri sendiri, serta memberikan apresiasi kepada orang lain. Salah satu peserta GPM, Vikry Paays mengatakan “ Kita satu dalam keberagaman. AEYA memberikan ruang perjumpaan para pemuda dan pemudi dalam skala Asia. Saya belajar bahwa (1) budaya bukan menjadi ciri khas suatu agama tertentu. Agama berbaur dengan budaya agar bisa bersatu dengan masyarakat. (2) Permasalahan sosial yang sangat kompleks dihadapi oleh masing – masing orang dari berbagai suku bangsa. (3) memahami orang lain yang berbeda ras, suku dan bangsa serta bahasa, (4) Semua Negara bertujuan untuk mewujudkan keadilan dengan cara mereka masing – masing berdasarkan konteksnya. Kita semua hidup dalam budaya yang berbeda, tapi tujuan kita sama yaitu membagikan terang Kristus. Terang menurut saya adalah sebuah perjuangan menyejahterakan kehidupan sesama. AEYA memberikan kontribusi penting dalam kehidupan saya”, ungkap Shema Aponno saat mengikuti AEYA dan menulisnya secara lugas dihalaman resmi GPM. (MC. Maluku/Eyv)