:
Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Kamis, 15 Februari 2018 | 10:44 WIB - Redaktur: Elvira Inda Sari - 490
Ungaran, InfoPublik – Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra menyampaikan stabilisasi harga beras akan lebih efektif jika ditunjang oleh sistem monitoring harga. Oleh karena itu, aplikasi Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi) Provinsi Jawa Tengah diharapkan terus dikembangkan. Sehingga dapat optimal dalam memonitor dan mempercepat stabilisasi harga beras di pasaran.
SiHaTi harus dikembangkan lagi untuk memonitor harga tingkat penggilingan atau di sentra-sentra produksi beras, mengingat saat ini SiHaTi masih tergantung dari harga yang ada di Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
“Sihati sangat tergantung dari harga di Kementan dan kita tidak memantau di sentra-sentra produksi. Usul saya dari enam eks-karesidenan mungkin kita pilih dua atau tiga penggilingan terbesar untuk kita pantau harganya, karena di sana terjadi konversi dari produksi gabah ke beras. Sehingga kita tahu dengan cepat seberapa besar Jateng produksinya,” terangnya saat Pembukaan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng di Kabupaten Semarang, Senin (12/2) malam.
Rahmat juga mengusulkan untuk mengadopsi strategi dari Pemprov DKI Jakarta yang menggunakan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menyerap produksi beras. Apalagi, meski bukan sentra penghasil beras, namun sebagai daerah konsumsi mereka bisa menekan harga pangan.
“DKI bukan sentra produksi tapi sentra konsumsi tapi tahun lalu DKI inflasinya yang terbaik karena mereka bisa menekan harga pangan. Itu semua peran dari pasar induk yang ditopang BUMD. Mungkin Jateng bisa diusulkan untuk dibuat semacam pasar induk yang artinya nanti bisa dipastikan minimal 20 persen produksi beras bisa ditahan,” pungkasnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP yang juga Ketua Harian TPID Jateng menyampaikan pihaknya terus berusaha menekan kenaikan harga beras yang berlangsung sejak September 2017 lalu. Salah satunya, melalui operasi pasar (OP) bersama BI dan Bulog.
Diakui, perlu adanya strategi-strategi yang efektif dalam pengendalian dan penstabilan inflasi. Di antaranya, membuat mapping ketersediaan pasokan pangan, menstabilkan harga pangan di pasar yang bisa dijangkau masyarakat, serta memangkas dan memperpendek distribusi perdagangan. Selain itu, pihaknya akan dorong BUMD untuk membuat program kerja yang mendukung ketahanan pangan.
“Nanti CMJT akan kita panggil karena perannya belum nampak. Kita punya anak perusahaan dari CMJT yang mengurusi urusan pangan,” ujarnya.
Sri Puryono berharap melalui pengoptimalan ketahanan pangan tersebut, inflasi di Jateng bisa dikendalikan dengan baik. Sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga dapat ditingkatkan.
“Jika inflasi terkendali dengan baik ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan juga berkurangnya kemiskinan. Kita masih punya PR besar terkait kemiskinan karena angkanya masih 12,23 persen atau sekitar 4,5 juta jiwa lebih,” terangnya. (MCJateng/Vira)