:
Oleh MC Gereja Protestan Maluku, Minggu, 7 Januari 2018 | 11:01 WIB - Redaktur: Elvira Inda Sari - 2K
Ambon, InfoPublik - Perayaan Natal Sinode Gereja Protestan Maluku berlangsung di Klasis GPM Pulau - Pulau Lease, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Jumat (5/1).
Perayaan digelar oleh Panitia Haris Besar Gerejawi Tingkat Sinode GPM diketuai oleh Sekretaris DPRD Provinsi Maluku R.Manuhutu.
Perayaan hari besar agama adalah suatu perbuatan simbolik. Simbol adalah bentuk praksis dari pesan bermakna milik komunitas pembuat dan pemiliknya. Dalam dunia agama, simbol lalu dikitari oleh konsepsi sakral dan magis. Padahal simbol itu adalah wujud dari cara masyarakat membahasakan pesan secara material sehingga menjadi tanda yang memiliki tujuan khas.
Perayaan Natal Sinode GPM dihadiri oleh Ketua Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM Pdt.Dr.J.Chr.Ruhulessin,M.Si, para Ketua Klasis Kota Ambon, Pulau Ambon, Pulau Ambon Timur, para pendeta se Klasis Pulau-Pulau Lease.
Dari unsur pemerintah hadir Gubernur Maluku yang diwakili oleh Maritje Lopulalan, Asisten II Bidang Kesejahteraan Sosial dan Administrasi Setda Maluku, Eky Sairdekut (Anggota DPRD Maluku), Wellem Wattimena (Anggota DPRD Maluku), juga para undangan lainnya.
Sekretaris Umum MPH Sinode GPM Pdt. E T Maspaitella, M.Si mengatakan semua simbol di dalam agama, termasuk istilah atau slogan, menjadi penting bagi pemangkunya. Ketika simbol itu direproduksi secara kontekstual, terkadang terbangun beberapa aspek dan tujuan yang khas.
Pertama, makna dasar dari simbol itu tetap dipelihara sebagai konsep utama untuk memelihara legitimasi atau kesakralan simbol itu.
“Misalnya ketika pohon natal dibuat dari berbagai macam bahan, modelnya tetap dan tidak berubah. Pohon natal tanpa lampu kelap kelip pun tidak utuh disebut pohon natal. Lampu kelap kelip tanpa pohon natal pun demikian,”ujarnya.
Kedua, tambahnya, reproduksi kontekstual suatu simbol mengandung pesan dan tujuan kekinian. Di sini pesan diproduksi menurut kepentingan pemberi makna simbol. Dengan sendirinya penggunaan suatu unsur material untuk membentuk simbol disesuaikan dengan pesan yang mau diserukan.
Ketiga, komunitas pemberi makna menjadikan simbol itu sebagai nilai pembentuk perilaku (attitude) komunitas.
“Artinya pesan khusus simbol harus terungkap dalam praksis bermasyarakat,” urai Maspaitella.