:
Oleh MC Kabupaten Bulukumba, Senin, 6 November 2017 | 08:53 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 8K
Bulukumba. InfoPublik- Ada yang sangat berbeda dari gelaran Festival Pinisi delapan kali ini, selain mempromosikan kekayaan wisata bahari, event tahunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulukumba juga mempromosikan kekayaan adat budayanya.
Pada Festival Pinisi ini, ada dua ritual sakral ditampilkan, yaitu ritual Andingingi dan ritual Attunu Panroli yang dihadiri oleh Bupati Bulukumba, A.M. Sukri A. Sappewali, Kapolres Bulukumba, AKBP M. Anggi Naulifar Siregar, Dandim 1411/Bulukumba, Letkol Arm Sutikno, Kajari Bulukumba, Muh. Ihsan di Kawasan Hutan Kajang, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sabtu, (4/10).
Kedua ritual yang termasuk sakral itu dilakukan di dalam kawasan hutan Kajang yang mengharuskan tamunya masuk harus mengenakan pakaian serba hitam dan tanpa beralas kaki, meskipun tamu yang datang sekelas Bupati, Gubernur bahkan Menteri sekalipun yang ingin masuk ke kawasan hutan Kajang tersebut.
Meskipun ritual kali ini dihadiri oleh puluhan photografer dari berbagai daerah yang mengikuti Jambore Fotografi pada gelaran Festival Pinisi 8, para peserta fotografi tidak boleh mengambil gambar apabila belum ada ijin dari para pemangku adat, jadi tidak semua prosesi ritual bisa diabadikan.
Ritual Andingingi yang artinya ‘mendinginkan’ adalah salah satu ritual yang dilaksanakan oleh suku Kajang untuk meminta hujan kepada Yang Maha Kuasa agar hujan bisa turun tepat waktu, sehingga pertanian masyarakat Bulukumba memperoleh hasil yang maksimal.
Salah satu pemangku adat Kajang, Baso Tanrialo Kahar (Loha Lombo) mengungkapkan bahwa selain memohon hujan ini adalah salah satu cara untuk memohon kepada Tuhan, ritual ini juga dilaksanakan untuk tetap menjaga kelestarian adat budaya suku Kajang.
“Adat istiadat adalah aset kekayaan kita, jadi sudah wajib dijaga oleh semua orang. Andingingi adalah proses untuk meminta hujan sehingga alam bisa asri dan tanaman yang ditanam oleh rakyat bisa jadi hasilnya,” ungkap Baso Tanrialo Kahar.
Sementara itu, dr. Ronald EL, SpB. yang merupakan salah satu dokter bedah dari 80 dokter bedah seluruh Indonesia yang mengikuti ritual adat ini mengaku sangat kagum oleh apa yang dilaksanakan oleh masyarakat dan suku Kajang Bulukumba.
“Ini adalah hal baru dan sangat istimewa bagi kami, karena bisa mengikuti dan melihat langsung prosesi ritual adat Kajang, nilai magis dan spiritualnya sangat kuat, setiap kali kami hadir di salah satu kota, kami hanya disuguhkan oleh wisata alam. Baru kali ini kami disuguhkan wisata adat budaya yang sangat luar biasa, kami sangat berterima kasih kepada Pemkab bisa diundang untuk menyaksikan adat budaya Bulukumba yang luar biasa,” ujar dr. Ronald.
Ritual yang paling menarik perhatian adalah ritual Attunu Panroli atau ‘Membakar Linggis’ dimana ritual ini dilakukan untuk mengungkap kebenaran dari salah satu masalah yang dialami oleh masyarakat suku Kajang.
Terlihat Bupati Bulukumba, A.M. Sukri A. Sappewali juga menyempatkan dirinya untuk mencoba menyentuh linggis panas tersebut.
“Ritual Attunu Panroli dilakukan ketika ada masalah kemudian tidak diketahui pelakunya, biasanya dilakukan dalam kasus pencurian, jadi barang siapa yang memegang linggis yang dibakar dia merasa panas maka dialah pelakunya, namun apabila bukan pelaku maka dia akan merasakan yang sebaliknya,” ujar Camat Kajang, Andi Buyung Saputra sekaligus salah satu pemangku adat Kajang. (MC Bulukumba,A3/Intan/Eyv).