:
Oleh MC Kab Agam, Senin, 4 September 2017 | 10:57 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 780
Agam, InfoPublik-Bupati Agam Indra Catri Dt.Malako Nan Putiah beserta Keluarga sembelih satu ekor Sapi Qurban di Halaman Samping Masjid Agung Nurul Falah Lubuk Basung Sabtu (2/9) dan lima ekor sapi kurban lainnya dari Jamaah Masjid Agung Nurul Falah, Turut hadir Ass II Isman Imran selaku pengurus masjid beserta anggota lainnya dalam pelaksanaan kurban kali ini.
Bersamaan dengan penyembelihan sapi kurban bupati dan keluarga juga dilakukan penyembelihan 4.805 ekor hewan qurban yang tersebar diseluruh nagari Kabupaten Agam, dengan rincian 4.520 ekor sapi jantan, 140 ekor sapi betina, 2 ekor kerbau dan 143 ekor kambing (Data hewan terperiksa Dinas Pertanian)
Hakikat kurban Idul Adha adalah bahwa kita harus kembali kepada tujuan hidup, yaitu beribadah kepada Allah. Karena manusia dan jin tidaklah diciptakan, kecuali untuk beribadah.
Sebagaimana ujian Allah kepada nabi Ibrahim, hikmah dari segala peistiwa qurban tidak lain tidak bukan adalah untuk memperoleh ridha Allah melalui ibadah dengan menjalankan apa yang menjadi perintah Allah.
Namun, tidak sekadar ibadah, kita harus ikhlas dalam menjalankan setiap perintah Allah. Kalau tidak, apa yang kita kerjakan dan menurut kita ibadah, itu menjadi sia-sia karena tidak dilakukan dengan ikhlas. Inilah hakikat dari peristiwa kurban dalam Idul Adha.
Serbagaimana arti kata kurban yang bermakna karib atau dekat kepada Allah, maka hakikat kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangannya.
Karena itu, makna qurban dalam pengertian Islam adalah bentuk pendekatan diri kita kepada Allah melalui lantaran hewan ternak yang dikurbankan atau disembelih.
Dengan begitu, kita merelakan sebagian harta kita yang sebetulnya milik Allah untuk orang lain. Ini menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Allah. Syaratnya, dalam qurban kita harus benar-benar untuk mencari ridha Allah, bukan untuk yang lain. Inilah hakikat qurban dalam Islam yang sebenarnya.
Ibadah korban adalah memanifestasikan rasa syukur dan puncak takwa. Ia menjadi tanda kembalinya manusia kepada Allah s.w.t setelah menghadapi berbagai macam ujian dan terpedaya rayuan setan sehingga menjauhkan diri daripada Allah dan mengingkari larangan-Nya.
Korban disyariatkan untuk mengingatkan manusia bahawa jalan menuju kebahagiaan memerlukan pengorbanan berat. Akan tetapi, yang dikorbankan bukanlah manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusiaan tetapi hewan sebagai pertanda bahawa pengorbanan harus ditunaikan dan bahwa yang dikorbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia saperti sifat rakus, tamak, ego, mengabaikan norma, nilai dan sebagainya. Secara harfiah, kesempurnaan ibadah korban ini bermakna membunuh segala sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia.
Berdasarkan kisah Habil dan Qabil tentang korban yang diterima oleh Allah, jelas menunjukkan bahawa keikhlasan itu adalah sifat yang paling utama dalam ibadah. Amalan berkorban harus dengan hewan yang baik (sehat) dan berkualitas baik, tidak cacat, cukup umur serta banyak dagingnya.
Walaupun darah atau daging itu tidak sampai kepada Allah, tetapi yang lebih penting adalah ketakwaan kepada Allah. Korban tidak akan memberi makna bagi Allah, kerana Allah tidak memerlukan apapun.
Dengan korban tersebut diharapkan agar ketakwaan kita kepada Allah semakin meningkat. Dan kita adalah hamba-Nya yang sentiasa memerlukan bimbingan serta petunjuk-Nya. Oleh karena itu, amal kebajikan, baik yang bersifat sosial maupun yang individual kuncinya ialah takwa. Dalam hal ini Allah s.w.t berfirman yang artinya :
”Daging dan darah binatang korban yang kau persembahkan itu tidaklah sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa.” (Al-Hajj: 37).
Bila pelaksanaan korban hewan ternak sebagai ritual keagamaan yang dilakukan pada hari-hari tertentu pada bulan haji, maka segala bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh umat Islam pada hari-hari yang lain juga dapat disebut dengan pengorbanan apabila disertai dengan takwa kepada Allah s.w.t.
Kurban dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional, dimana kelompok dhuafa mendapatkan tambahan pasokan daging yang siap dikonsumsi.
Meskipun sifatnya sangat temporer, tapi paling tidak, kurban ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat, yang saat ini baru mencapai angka tujuh kilogram per kapita per tahun, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging warga Tetangga yang mencapai angka 44 kg per kapita per tahun.
Rendahnya konsumsi daging ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging.
Melalui kurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging kurban dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi umat. (mcagam/eyv)