Balai Arkeologi Maluku Paparkan Sejarah Budaya Aru

:


Oleh MC Provinsi Maluku, Selasa, 13 Desember 2016 | 08:54 WIB - Redaktur: Tobari - 1K


Ambon, InfoPublik - Balai Arkeologi Maluku memaparkan sejarah budaya Kepulauan Aru pada workshop internasional di Universitas Linnaeus Swedia akhir November 2016.

Peneliti Balai Arkeologi Maluku Marlon Ririmasse di Ambon, Senin (12/12), mengatakan kegiatan ini dilaksanakan Pusat Studi Kolonial dan Poskolonial, Universitas Linnaeus dengan tema "Kepulauan Aru - Masa Lalu Indonesia Timur dalam Kajian Multi disiplin".

"Kami berkesempatan memaparkan sejarah dan budaya kepulauan Aru bersama para ilmuwan, peneliti internasional dari berbagai universitas di Inggris, Finlandia, Amerika Serikat, Jenewa dan Swedia," katanya.

Kepala Balai Arkeologi Maluku Muhammad Husni MM dan Peneliti Arkeologi, Marlon Ririmasse dalam kesempatan ini secara spesifik mendiskusikan tinjauan Kolaborasi Riset Arkeologi dengan Institusi dan peneliti asing yang telah dilakukan di Maluku dan Maluku Utara serta arah dan prospek pengembangan ke depan.

Tujuan workshop ini untuk menciptakan ruang diskusi akademis bagi himpunan peneliti internasional yang memiliki minat kajian terkait sejarah budaya di wilayah Kepulauan Aru, Maluku, untuk saling bertukar hasil riset, informasi dan pengetahuan bersama guna mengamati prospek riset ilmiah tentang Kepulauan Aru ke depan.

"Hadir dalam kegiatan ini adalah para ilmuwan terkemuka yang aktif melakukan penelitian di Kepulauan Aru dan Maluku," ujarnya.

Marlon menjelaskan, rangkaian kegiatan workshop meliputi presentasi dan diskusi yakni paparan terkait maksud dan tujuan kegiatan yang disampaikan ilmuwan dari Universitas Linnaeus.

Dilanjutkan dari Oxford English Dictionary, Inggris, yang membahas mengenai Toponomi atau sejarah dibalik nama-nama tempat di Kepulauan Aru.

Presentasi dilanjutkan dari Universitas Alberta, Kanada, dan Pemerhati Budaya Aru Sonny Jonler yang bersama-sama secara kritis mencoba melihat bagaimana kelanjutan segenap penelitian budaya, sejarah dan linguistik yang dilakukan di Aru.

"Topik yang sangat menarik disampaikan oleh Prof Hans Hagerdahl, sejarahwan Universitas Linnaeus, yang mediskusikan sejarah perlawanan menentang Belanda di Aru pada tahun 1787-1791 dari sudut pandang masyarakat Maluku," ujarnya.

Melalui kegiatan ini lanjutnya, ada beberapa data sejarah baru disajikan, termasuk mengenai kehadiran tokoh-tokoh perjuangan lokal di Aru yang ternyata telah memiliki kolaborasi politik dengan Kerajaan Tidore.

Dia mengakui, hasil workshop ini adalah kesepakatan untuk mendorong adanya publikasi bersama di tahun 2017 atas himpunan naskah akademis yang disajikan. Publikasi dipandang penting, karena akan menjadi salah satu kontribusi riil pertemuan atas minimnya referensi sejarah budaya tentang Kepulauan Aru.

"Hal lain yang juga disepakati bersama adalah gagasan besama untuk mendorong sebuah pertemuan ilmiah serupa di Maluku, yang menghadirkan para peneliti internasional dan nasional dengan minat kajian tentang Kepulauan Aru dan Maluku di Ambon atau Dobo pada tahun 2018," kata Marlon.

Ia menambahkan, kerjasama dan kolaborasi penelitian internasional untuk pengembangan kompetensi para peneliti muda di Maluku sekaligus menjadi ruang belajar pada lintas bangsa.

"Diharapkan pertemuan ilmiah ini dapat menjadi gerbang untuk terus mendorong peran riset ilmiah bagi pengembangan Kepulauan Aru sekaligus berkontribusi dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan di Maluku," ucapnya. (ant/LL/toeb)