:
Oleh Prov. Banten, Selasa, 30 Agustus 2016 | 18:35 WIB - Redaktur: Tobari - 601
Serang, InfoPublik - Pemerintah Provinsi Banten mengharapkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang tergabung dalam "Rumpun Hijau" saling mempererat hubungan kerjasama dalam memantapkan kebijakan ketahanan pangan guna terwujudnya kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan.
"Ada lima isu strategis ketahanan pangan yang menjadi pokok pikiran para kepala SKPD Rumpun Hijau yang perlu disepakati dalam penyelesaian bersama," kata Asisten Daerah Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten Eneng Nurcahyati, di Serang, Senin (29/8).
SKPD yang tergabung dalam Rumpun Hijau adalah Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Hubungan erat dan kuat kerjasama antara SKPD Rumpun Hijau Provinsi Banten itu juga disampaikan Eneng Nurcahyati pada pembukaan "Forum SKPD Rumpun Hijau Provinsi Banten Tahun 2016" di Hotel Le Dian Kota Serang, Senin (22/8).
Eneng menyebutkan lima isu strategis yang perlu dituntaskan, antara lain, kelembagaan ketahahan pangan di kabupaten/kota yang belum optimal.
Amanat Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ketahahan pangan di kabupaten/kota merupakan urusan wajib, sedangkan amanat PP No. 41/2007 bahwa ketahahan pangan termasuk dalam rumpun urusan yang diwadahi dalam bentuk badan.
Lebih dipertegas lagi oleh Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan pembagian urusan pemerintahan bidang pangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
"Artinya, harus ada lembaga yang mengkoordinasikan dan menangani pangan, baik di pusat maupun di daerah, dengan eselonering yang memadai," kata Eneng pada acara yang dihadiri juga Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Banten Khairul Amri Chan.
Terbatasnya aspek ketersediaan pangan di Banten meliputi alih fungsi lahan pertanian, produktivitas pertanian yang perlu dioptimalkan, pasokan dan harga pangan strategis yang fluktuatif.
Serta pengadaaan cadangan pangan pemerintah daerah yang belum menyeluruh, termasuk penguatan cadangan pangan masyarakat yang belum dikelola dan dibina secara merata.
Isu strategis lainnya adalah masih terdapatnya daerah rentan pangan yang apabila tidak segera ditangani dengan tepat dan terpadu dikhawatirkan akan menjadi daerah rawan pangan dan rendahnya keterjangkauan pangan.
Antara lain, masih rendahnya aksesibilitas pangan baik secara fisik, sosial, dan ekonomi, serta belum lancarnya distribusi pangan, pasokan pangan dan stabilisasi harga pangan.
Eneng juga menyebutkan isu strategis yang santer terdengar adalah belum beranekaragmnya konsumsi pangan masyarakat dan masih tingginya ketergantungan pada bahan pangan pokok beras dan terigu.
Selain itu, belum optimalnya pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan yang ditandai masih terdapatnya pangan yang mengandung bahan berbahaya, seperti penggunaan formalin, boraks, zat pewarna dan penggunaan pestisida berlebihan.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk menghadapi isu-isu strategis tersebut, kata Eneng, di antaranya dengan menerbitkan Perda No. 5/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk mengantisipasi tidak terkendalinya alih fungsi lahan. Hal ini juga untuk mendukung terwujudnya kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Langkah selanjutnya pengoptimalisasian dan perluasan pembangunan jaringan irigasi untuk menjangkau lahan sawah yang semula berpengairan nonteknis atau sawah tadah hujan sekaligus upaya pengganti lahan sawah teknis yang terus berkurang.
Mempercepat peningkatan produksi pangan pokok, khususnya padi, jagung, dan kedele melalui upaya khusus dan gerakan penyuluhan berbasis balai penyuluhan pertanian adalah langkah yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan.
Eneng juga menyebutkan langkah selanjutnya, yaitu mengalokasikan cadangan pangan pemerintah provinsi sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahahan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Langkah berikutnya, menyusun peta keamanan dan kerentanan pangan sebagai bahan untuk melalukan intervensi, mempercepat perbaikan dan perluasan infrastruktur untuk memperlancar distribusi pangan dan meningkatkan operasi pasar secara berkelanjutan, dan mempermudah aksesibilitas bagi pelaku usaha pangan/UMKM melalui fasilitas gerai pangan lokal (GPL).
Langkah lain yang patut diperhatikan, kata Eneng, mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan melalui kawasan rumah pangan lestari dan meningkatkan promosi dan publikasi.
Serta meningkatkan pengawasan bahan berbahaya terhadap pangan dengan menerbitkan Keputusan Gubernur Banten No. 520/KEP.129-HUK/2016 tentang Pembentukan Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan serta penumbuhan jejaring keamanan pangan tingkat Provinsi Banten. (MC Prov Banten/toeb)