:
Martapura, InfoPublik – Pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana dan program.
Menurut Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS harus dilakukan dalam penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan jangka menengah dan panjang, kebijakan dan program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau risiko terhadap lingkungan hidup.
“Mudah-mudahan kajian ini akan mampu meningkatkan dan memaksimalkan kondisi alam Kabupaten Banjar, sebagaimana visi Kabupaten Banjar, yaitu terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banjar dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia melalui pemerintahan yang baik,” harap Sekda Banjar H Nasrun Syah ketika membacakan sambutan Bupati Banjar pada Seminar Laporan Akhir Kajian Lingkungan Hidup Strategis (LKHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Banjar Tahun 2016-2021, di Aula Barakat Martapura, Rabu (8/6).
Pada acara ini hadir Kepala Bappeda Banjar M Rusdi, Kepala BLH Banjar H Farid Soufian, Kepala Disperkim Banjar Boyke W Triestiyanto, kepala SKPD lainnya. Tampil sebagai narasumber H Gusti Muhammad Hatta, Guru Besar Unlam, yang juga merupakan mantan Menristek RI era Presiden SBY, Ichsan Ridwan, Badaruddin, Syarifuddin Kadir yang ketiganya merupakan dosen pengajar di Fakultas Kehutanan Unlam.
Sementara itu, H Gusti Muhammad Hatta dalam paparannya mengungkapkan bahwa setiap tahun Provinsi Kalsel selalu mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup. “Siapa yang mau kita salahkan dan bertanggung jawab terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup kita, tidak ada yang mau disalahkan. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama,” ungkap Hatta.
Disampaikan, saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlangsung karena instrumen lingkungan yang ada saat ini belum memadai. Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) saat ini merupakan salah satu instrumen yang dikenal untuk mengintegrasikan lingkungan hidup di dalam proses pembangunan.
Namun, menurutnya, Amdal memiliki keterbatasan di dalam mengupayakan keberlanjutan pembangunan, karena banyak permasalahan lingkungan yang timbul di luar cakupan yang ada di dalam studi Amdal.
“Hal ini terjadi karena dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) belum berwawasan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, lahirlah aplikasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategis Environmental Assessment (SEA). KLHS merupakan instrumen untuk pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap kebijakan, rencana atau program,” jelasnya.
Hatta menyarankan di dalam penyusunan kebijakan, rencana atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan agar dampak atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
“Sedangkan dalam evaluasi kebijakan, rencana atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana atau program yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,” usul Hatta. (Hum/fii/Mcbanjar/zay/Kus)