- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Senin, 25 November 2024 | 11:58 WIB
: Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti dan Mendikdasmen Abdul Mu'ti (Foto: Dok Kemendikdasmen)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 25 November 2024 | 06:54 WIB - Redaktur: Untung S - 81
Jakarta, InfoPublik – Literasi menjadi salah satu kunci untuk menciptakan generasi yang inklusif, saling menghormati, dan bebas dari kekerasan. Memahami pentingnya literasi dalam membangun karakter, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus menggalakkan program pendidikan karakter berbasis literasi untuk mencegah dan menangani kekerasan, terutama di lingkungan pendidikan.
“Kekerasan adalah masalah krusial. Solusinya adalah membangun kesadaran sosial dan peradaban baru yang berfondasi pada literasi,” ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, Senin (25/11/2024).
Kegiatan ini digelar melalui kolaborasi antara Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikdasmen dan Nasyiatul Aisyiyah, dengan tujuan memperkuat pemahaman literasi di kalangan pendidik dan masyarakat.
Mendikdasmen menyoroti rendahnya kemampuan anak dalam memahami bacaan sebagai akar masalah literasi. “Target kami adalah meningkatkan kemampuan membaca yang diiringi dengan pemahaman, sehingga literasi tidak hanya menjadi aktivitas membaca, tetapi juga membangun kesadaran sosial,” katanya.
Kemendikdasmen juga berkomitmen mengurangi beban kurikulum dan memperbanyak bahan bacaan di sekolah untuk memberi ruang refleksi bagi siswa.
Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti, memaparkan data kekerasan terhadap anak yang menunjukkan tren mengkhawatirkan. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 262 kasus kekerasan terhadap anak pada 2023, sementara data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) 2024 mencatat 763 kasus kekerasan di satuan pendidikan.
“Upaya penguatan karakter dan literasi kesetaraan menjadi solusi strategis dalam menghadapi tantangan ini. Literasi yang dikembangkan mencakup pendidikan nilai, moral, kesetaraan gender, dan kemampuan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan,” tegas Suharti.
Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari, memperkenalkan Rumah Literasi Nasyiatul Aisyiyah (RALINA). “RALINA tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga ruang pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan, serta penguatan karakter anak-anak,” ungkapnya.
Sementara itu, Desi Ratna Sari, Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur, menyampaikan apresiasi atas kegiatan ini. “Kami saling memotivasi dan berbagi pengalaman dalam mendirikan RALINA sebagai sarana literasi berbasis komunitas,” tuturnya.
Kegiatan itu dihadiri oleh 196 peserta yang terdiri atas pimpinan wilayah dan pusat Nasyiatul Aisyiyah serta organisasi otonom Muhammadiyah di Sumatra Utara. Harapannya, program literasi ini dapat menjadi langkah strategis untuk menciptakan generasi yang berkarakter kuat, bebas kekerasan, dan memiliki kesadaran sosial tinggi.