- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Senin, 13 Mei 2024 | 13:10 WIB
: Pemaparan terkait Selat Muria oleh Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo/ foto: Fajri InfoPublik
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 28 Maret 2024 | 21:06 WIB - Redaktur: Untung S - 209
Jakarta, InfoPublik – Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, menyampaikan bahwa dahulu terdapat selat yang memisahkan antara Pulau Jawa dengan Muria. Namun, pada jaman kolonial Belanda saat itu banyak terjadi eksploitasi hutan dan tanah, sehingga terjadi proses sedimentasi yang mengakibatkan air laut di selat muria tertutup tanah dan akhirnya menjadi daratan seperti saat ini.
Hal itu disampaikan oleh Eko dalam acara Media Launge Discussion yang diselenggarakan oleh BRIN pada Kamis (29/3/2024), dengan mengangkat tema “Fenomena Selat Muria, Mungkinkah Muncul Kembali” di ruang Media Launge Gedung B.J. Habibie, Jalan H.H. Tamrin, Jakarta Pusat.
Eko menyampaikan bahwa bencana banjir yang menggenang wilayah Demak saat ini, tidak akan memunculkan kembali perairan selat muria. Ia menjelaskan, selat muria akan muncul kembali melalui proses geologi selama jutaan tahun, tidak akan mungkin terjadi dalam waktu dekat seperti yang banyak diisukan oleh masyarakat.
“Jika ditanya apakah selat muria akan muncul kembali di wilayah terdampak Banjir demak saat ini, butuh proses secara geologi selama jutaan tahun untuk kembalinya perairan menjadi selat meria. Jika dalam waktu dekat ini secara proses geologi tidak memunculkan kembali selat muria,” ujar Eko.
Ia menegaskan, bahwa banjir yang terjadi di Demak justru akan membuat sedimentasi baru, sehingga daratan di area selat muria akan bertambah material tanahnya. Hal itu juga yang mematahkan bahwa selat muria akan kembali muncul sebagai perairan laut seperti jalan dahulu.
“Banjir itu justru menjadi sedimentasi baru, karena air banjir yang menggenang akan membawa material tanah baru, sehingga jika banjirnya nanti surut maka daratan akan kembali muncul,” ujarnya.
Namun, ia menyampaikan bahwa selat muria memungkinkan muncul kembali jika terjadi kejadian teknonik yang melanda, sehingga adanya penurunan tanah dengan ekstrem.
Berdasarkan penyampaiannya tersebut dapat disimpulkan bahwa isu yang mengatakan selat muria akan muncul kembali akibat adanya genangan Bajir di daerah Demak tidak akan terjadi dalam umur manusia, namun membutuhkan proses geologi selama jutaan tahun.
Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, turut menyampaikan, bahwa proses mitigasi bencana yang terjadi, butuh peran regulasi pemerintah daerah, khususnya dalam kebijakan pengelolaan tanah. Ia mengatakan, untuk mencegah terjadinya penurunan tanah ekstrem, sebaiknya dalam proses pengeboran sumur untuk mendapatkan air tanah harus nmengebor pada kedalaman lebih dari 100 meter.
“Butuh peran dari pemerintah daerah untuk membuat regulasi terkait pengelolaan kebijakan pengeboran tanah, baiknya pengeboran dilakukan lebih dari 100 meter di bawah tanah, sehingga dapat memperlambat terjadinya penurunan air,” ujar Adrin.