:
Oleh G. Suranto, Kamis, 16 Maret 2023 | 21:32 WIB - Redaktur: Untung S - 561
Jakarta, InfoPublik - Perbedaan terkait penentuan awal Ramadan dan hari raya masih sering diperdebatkan hingga saat ini. Perbedaan muncul bukan dikarenakan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan), tetapi karena perbedaan kriteria. Ilmu Astronomi hadir untuk memberikan kemudahan dalam penentuan kriteria yang bisa disepakati bersama.
Kriteria Wujudul Hilal digunakan Muhammadiyah, sedangkan kriteria Imkan Rukyat digunakan oleh NU dan beberapa ormas lain.
Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa BRIN, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI mengatakan penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria.
“Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ungkap Thomas Djamaluddin pada Media Lounge Discussion mengusung tema “Pertimbangan Astronomis dalam Penentuan Ramadan, Syawal, dan Dzuhijjah di Lobby Gedung BJ Habibie, BRIN, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Lebih lanjut Thomas menjelaskan, kriteria hilal yang diadopsi adalah kriteria berdasarkan pada dalil syar’i (hukum agama) tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih. Kriteria juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama. Termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Thomas menyebut ada potensi kesamaan awal Ramadan. "Apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat (3-6,4). Dan pada saat bersamaan juga sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal (WH). Sehingga dua kriteria tersebut menjadi seragam, baik versi 3-6,4 dan WH bahwa 1 Ramadan 1444 pada 23 Maret 2023.
Di sisi lain, Thomas menyebut adanya potensi perbedaan terkait Idulfitri 1444. Hal itu disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS. Namun di sisi lain, sudah memenuhi kriteria wujudul hilal (WH). Jadi ada potensi perbedaan yaitu Versi 3-6,4, 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, sedangkan versi (WH) 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023.
Sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha yang terus berulang, jelas Thomas, karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal.
Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama. Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. "Kriteria diupayakan untuk disepakati Bersama," pungkas Thomas.
Sumber Foto: InfoPublik