:
Oleh G. Suranto, Minggu, 1 Maret 2020 | 09:53 WIB - Redaktur: Untung S - 19K
Jakarta, InfoPublik - Apakah radioaktif itu? Pertanyaan ini sering muncul dari warga pemukiman Batan Indah, Kec. Setu, Tangsel, yang selama 2 minggu ini dihebohkan dengan adanya temuan zat radioaktif oleh Bapeten. Paparan yang menunjukkan di atas ambang batas menjadikan sebagian warga panik namun sebagian lainnya merasa biasa saja.
"Lalu, apakah radioaktif itu?" ungkap Kepala Bidang Keselamatan Kerja dan Dosimetri, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Heru Prasetio melalui pesan tertulisnya yang diterima, Minggu (1/3/2020).
Menurut Heru, Radioaktif merupakan kata sifat yang mempunyai arti senantiasa memancarkan energi yang kita kenal sebagai energi radiasi. Sehingga, zat radioaktif dapat diartikan sebagai suatu zat yang senantiasa memancarkan energi.
"Radiasi di sini biasanya lebih merujuk kepada radiasi nuklir, radiasi yang dipancarkan dari inti atom. Radiasi yang dipancarkan zat radioaktif dapat berupa radiasi gamma, radiasi beta, radiasi alfa atau sinar-X," kata Heru.
Energi radiasi ini tutur Heru, memiliki energi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya ion, atau sering disebut pula dengan radiasi pengion (ionizing radiation). Energi inilah yang apabila dalam jumlah yang diperbolehkan akan memberi manfaat bagi manusia namun bila berlebihan akan membahayakan.
Ia menuturkan, di alam juga terdapat zat radioaktif, termasuk di dalam tubuh manusia, juga terdapat zat radioaktif. Radiasi alam yang terdapat di dalam tubuh manusia yaitu Kalium-40, sehingga semua orang senantiasa mendapatkan paparan radiasi alam, baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh.
Kalium-40 tersebut terkandung dalam buah pisang. Jika kita memakan satu buah pisang dengan berat sekitar 150 gr, maka kita akan mendapat dosis radiasi sebesar 1 mikro sievert. Bisa dibayangkan bila setiap hari kita makan 3 pisang, berarti selama setahun kita mendapatkan dosis radiasi sekitar 1000 mikroSievert atau setara 1 mili sievert.
“Lantas apakah kita menjadi sakit gara-gara makan buah pisang? Tentunya tidak, bahkan kita malah jadi sehat. Secara alamiah setiap manusia mendapatkan paparan radiasi alam pada kisaran 2 miliSievert per tahun," tegasnya.
Dalam ukuran kecil, seperti yang ada di alam, zat radioaktif tidak berbahaya bagi manusia, jelas Heru. Oleh sebab itu sampai jumlah tertentu zat radioaktif dapat digunakan tanpa membahayakan tubuh. Sebagai contoh di bidang kesehatan, radiasi digunakan untuk diagnosis ataupun terapi penyakit.
Terkait dengan limbah radioaktif, Heru menjelaskan bahwa hal ini masih tergolong dalam bentuk zat radioaktif. Dalam jumlah yang kecil tentunya limbah ini tidak berbahaya, namun ketika dalam jumlah yang besar maka limbah ini akan berbahaya.
"Besar atau kecil ini, bisa dilihat dari besarnya paparan radiasi yang diberikan. Sebagai acuan bisa dibandingkan dengan penggunaan zat radioaktif yang terbukti aman saat ini," tegasnya.
Heru Prasetio mencontohkan, peralatan CT scan yang sering digunakan di rumah sakit, akan memberikan paparan radiasi yang diterima tubuh sekitar 7-50 milisievert per pemeriksaan. Artinya paparan radiasi sampai dengan setara nilai tersebut, dapat dikategorikan masih dalam batas aman dan tidak mengganggu kesehatan tubuh manusia.
Oleh sebab itu, jelas Heru, ketika ada paparan radiasi, maka yang perlu dilihat adalah berapa laju paparannya. Laju paparan ini biasanya dinyatakan dengan miliSievert/jam (mSv/jam). Karena paparan radiasi biasanya dalam nilai kecil, maka sering dinyatakan dalam mikroSv/jam, dimana 1 mSv/jam sama dengan 1000 mikro Sv/jam.
"Sebenarnya masyarakat dapat menghitung berapa paparan radiasi yang diterima, yaitu laju paparan radiasi dikalikan dengan lamanya waktu dia berada di situ, di area terpapar radiasi" tambahnya.
Sebagai ilustrasi, Heru mencontohkan, untuk laju paparan 1 mikro sievert/jam, artinya selama 1 jam berada di tempat yang mengeluarkan radiasi, akan mendapatkan 1 mikroSievert atau 0,001 miliSievert. Dengan angka paparan ini, bisa diketahui berbahaya atau tidak limbah radioaktif tersebut.
"Sebagai informasi tambahan, laju dosis berbanding terbalik dengan jarak, artinya semakin jauh letaknya maka semakin kecil besaran paparan radiasi yang diterima. Besarnya paparan radiasi sebanding dengan waktu, semakin pendek waktu berada di daerah tersebut, semakin kecil mendapatkan paparan radiasi," pungkasnya.(Foto: Istimewa/Humas BATAN)