PKNI Luncurkan Publikasi Nasional Situasi Perempuan Pengguna Napza

:


Oleh Juliyah, Senin, 5 Desember 2016 | 23:14 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 555


Jakarta, InfoPublik - Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), bekerjasama dengan University of Oxford akan meluncurkan sebuah publikasi baru bernama Perempuan Bersuara. Publikasi ini untuk memahami pengguna napza perempuan di Indonesia.

Peluncuran ini masih dalam rangka kampanye Hari AIDS Sedunia yang jatuh di tanggal 1 Desember 2016 dan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dimana kampanye #16daysofactivism dari Entitas Perserikaan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan - UNWomen yang dimulai pada tanggal 25 November 2016 dan berakhir pada 10 Desember 2016.  

PKNI di Jakarta, Senin (5/12) menyampaikan bahwa publikasi ini menjelaskan hasil awal dari penelitian yang dilakukan pada pengguna napza perempuan di Indonesia yang pernah dilakukan sampai saat ini. Studi ini mendaftarkan lebih dari 730 perempuan dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Laporan ini adalah untuk para pembuat kebijakan, penyedia layanan kesehatan, dan advokat gender yang prihatin tentang penggunaan napza, kekerasan dan HIV/AIDS di kalangan perempuan.

Disebutkan, perempuan yang menyuntikkan napza cenderung mengalami perkembangan lebih cepat dari penggunaan napza menjadi ketergantungan napza, tingkat HIV yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria pengguna napza, keterlibatan yang lebih rendah dalam terapi ketergantungan napza, peningkatan kematian terkait AIDS, dan stigma dan diskriminasi yang lebih tinggi. 

Meskipun situasi yang di hadapi perempuan-perempuan ini sangat kritikal, belum ada program-program sosial di Indonesia yang berfokus untuk memahami dan menanggapi perempuan dalam konteks penggunaan napza.  Laporan ini memberikan gambaran komprehensif pertama dari pengalaman perempuan yang menyuntikkan napza di Indonesia. 

Laporan studi ini berusaha untuk menginformasikan program dan kebijakan berbasis bukti yang ditujukan untuk mendukung salah satu kelompok yang paling terpinggirkan di Indonesia. Temuan utama dari studi ini meliputi pengguna napza suntik perempuan sering terabaikan oleh upaya penanggulangan HIV dan pencegahan kekerasan yang ada saat ini.

Hal ini memberikan kontribusi terhadap rendahnya akses pada layanan kesehatan dan dukungan, dan rendahnya tingkat kesehatan dan kesejahteraan para pengguna napza perempuan.

Sekitar 42 persen dari perempuan melaporkan terinfeksi HIV. Tingkat ini lebih tinggi dari rata-rata nasional di kalangan pengguna napza suntik di Indonesia - tapi hanya kurang dari setengah (44 persen) yang menggunakan terapi ARV yang menyelamatkan jiwa mereka.   Kekerasan dari pasangan intim terpercaya sering terjadi: 76 persen perempuan mengalami kekerasan verbal, fisik dan seksual.

Kepala Sub Direktorat HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual, Endang Budi Hastuti mengatakan, banyak faktor struktural dan kultural yang memengaruhi kemampuan perempuan untuk menegosiasikan perilaku yang lebih aman dan mengakses layanan pencegahan dan pengobatan.

Sebuah program yang efektif akan mengakui bahwa perempuan memiliki kebutuhan khusus dan memerlukan pendekatan yang ditargetkan. “Kami memiliki kewajiban untuk menyediakan pilihan yang menyelamatkan jiwa bagi kelompok yang paling terpinggirkan. Pilihan layanan ini harus mudah untuk diakses dan peka terhadap kebutuhan mereka," katanya.

Claudia Stoicescu, kandidat PhD dari Universitas Oxford Departemen Kebijakan Sosial dan Intervensi dan peneliti utama studi tersebut mengatakan, perempuan yang menyuntikkan napza menghadapi risiko ganda untuk terinfeksi dan menginfeksi HIV melalui praktek seks yang tidak aman dan perilaku menyuntik napza. 

Selain itu, praktek dan kebijakan yang menghukum, korupsi dan pelecehan oleh polisi, pasangan dan suami dan penyedia layanan kesehatan, mendorong perempuan ke dalam perilaku yang semakin berisiko yang menyebabkan infeksi HIV, dan mencegah mereka untuk mencari perawatan kesehatan karena takut dilaporkan atau karena stigma yang tinggi.