Menaker: Pembangunan BLK Butuh Sharing APBN dan APBD

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 15 Maret 2016 | 19:36 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 2K


Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dakhiri menyatakan, pemerintah pusat mendukung perluasan akses bagi para pencari kerja dan pengangguran yang ingin menambah kompetensi dan keterampilan kerja dengan membangun dan mengembangkan Balai Latihan Kerja di berbagai wilayah Indonesia.

Namun, model pembangunan dan pengembangan BLK di masing-masing provinsi, kabupaten/kota diarahkan pada sharing tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pembangunan dan pengembangan BLK diperlukan untuk menguatkan akses dan mutu pelatihan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan siap membantu dalam aspek pelatihan instruktur, bantuan peralatan pelatihan dan bantuan paket program pelatihan melalui dana dekonsentrasi, kata Hanif saat menerima audiensi Bupati Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Aunur Rafiq di kantor Kemnaker, Selasa (16/3).

Bupati Karimun menemui Menaker untuk memberikan ekspose usulan rencana pembangunan BLK di Kabupaten Karimun. Saat ini di Kepulauan Riau baru ada tiga BLK di kota Tanjung Pinang, Batam dan Kabupaten Natuna.

Menurut Hanif, pembangunan dan pengembangan BLK di berbagai provinsi, kabupaten dan kota memang dibutuhkan. Apalagi kualitas lulusan BLK memang dibutuhkan oleh pasar kerja. Namun, dari segi penganggaran hal itu tidak bisa lagi dilakukan melalui dana APBN secara murni.

Anggaran atau biaya pembangunan BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) diarahkan dibiayai APBD. Pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan mendukung untuk pengembangan sarana dan prasarana penunjangnya.

Keputusan tersebut dijalankan sejak tahun 2011 sesuai arahan DPR RI dan Kementerian Keuangan kepada Kemnaker untuk membatasi pembangunan BLK. Sejak itu seluruh biaya pembangunan untuk BLK UPTD diarahkan dibiayai dengan APBD.

Untuk penyiapan lahan, pembangunan gedung, pemeliharaan dan perawatan gedung, pengangkatan instruktur serta biaya operasional merupakan tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah selaku pemilik BLK, ujarnya.

Data Kemnaker menyebutkan saat ini terdapat 17 BLK milik Kemnaker dan 262 BLK milik pemerintah daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.

Kepada Bupati Karimun yang berencana  akan membangun BLK UPTD, Hanif memberikan arahan agar menyiapkan lahan pembangunan BLK seluas 10 hektar dengan posisi clean and clear alias tidak dalam status sengketa.

Tahap awal lanjut Menaker, disarankan agar menyelesaikan pembangunan dua sampai tiga workshop kejuruan yang prioritas terlebih dahulu sesuai dengan potensi daerah dan kebutuhan serta minat masyarakat.

Jangan langsung membangun seluruh gedung workshop. Pembangunan selanjutnya dilakukan setelah workshop yang terbangun dapat dioperasionalkan secara maksimal dan berjalan dengan baik, saran Hanif.

Kemudian, lanjut Hanif, peta lokasi rencana pembangunan. Artinya, mudah diakses oleh masyarakat, dijangkau oleh transportasi umum, studi kelayakan yang harus menggambarkan potensi daerah, analisa kebutuhan pelatihan, kelayakan pembangunan BLK, kapasitas BLK yang dibutuhkan, serta jenis program pelatihan yang diperlukan oleh masyarakat dan perlu dikembangkan di BLK.

Hal lain yang perlu disiapkan pemda adalah persetujuan DPRD atau pemerintah daerah, Rencana  Anggaran Biaya (RAB), gambar site plan, izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan atau IMB, struktur organisasi dan sumber daya manusia dan program pelatihan harus mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), yang berlaku di seluruh Indonesia.

Pemilihan workshop kejuruan yang dibangun harus cermat mengacu pada feasibility study serta memperhatikan potensi daerah dan minat masyarakat disekitar wilayah BLK dibangun, tukas Hanif.