:
Oleh Astra Desita, Selasa, 15 Maret 2016 | 12:03 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 329
Jakarta, InfoPublik - Keanekaragaman hayati (biodiversities) Indonesia memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku obat. Untuk itu, penelitian terkait hal ini sudah seharusnya digalakkan dan diperbanyak.
"Kurang lebih 92 persen bahan baku obat di Indonesia masih diimpor dari negara lain. Akibatnya, harga obat yang beredar di masyarakat masih mahal," tutur Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, dalam acara pembukaan Ristekdikti-Kalbe Science Awards 2016 di Gedung Kemristekdikti Senayan Jakarta, Selasa (15/3).
Jadi, kata M Nasir, kalau 92 persen impor, bagaimana BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan menggunakan obat? Dampaknya dirasakan oleh masyarakat yang ditanggung BPJS dan akibatnya beban negara semakin besar.
Nasir berharap agar lebih banyak bahan baku obat dari Indonesia yang digunakan oleh industri farmasi. Agar hal tersebut bisa dicapai, penelitian terkait keanekaragaman hayati Indonesia harus lebih banyak dilakukan.
Nasir menambahkan sudah ada beberapa obat yang dihasilkan dari tanaman asli Indonesia. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan harapan adanya sinergi dengan industri farmasi agar obat-obat ini bisa digunakan. "Kalau sudah dalam bentuk kaplet gitu kan tidak bisa disebut obat tradisional lagi, sudah dibuat dengan teknologi. Penelitiannya juga sudah ada obat kolesterol dan obat hipertensi," katanya.
Sementara itu, Direktur Manufaktur PT Kalbe Farma Tbk, Pre Agusta, mengatakan untuk menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat luas, perlu ada sinergi yang baik antara akademisi, pemerintah dan industri. Adanya Ristekdikti-Kalbe Science Awards 2016 ini diharapkan bisa memunculkan penelitian dan inovasi baru dari Indonesia di bidang kesehatan.
"Dengan adanya sinergi akan dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki masing-masing pihak dan nantinya Indonesia bisa bersaing dengan negara lain terutama di bidang kesehatan," pungkasnya.