Dubes RI di Timteng Diminta Kawal Kebijakan Moratorium TKI

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 15 Maret 2016 | 07:02 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 583


Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menegaskan, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal, pemerintah telah menghentikan penempatan ke 21 negara Timur Tengah sejak tahun lalu.

Atas kebijakan pemerintah tersebut, Hanif meminta kepada para Duta Besar RI (Dubes) di Negara-negara Timur Tengah untuk turut mengawal kebijakan moratorium tersebut.

Dubes RI di Negara Timur Tengah agar mengawal kebijakan moratorium TKI informal, kata Hanif saat mengadakan pertemuan dengan Dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI (LBBP) untuk Uni Emirat Arab (UEA), Husin Bagis di kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) Jakarta, Senin (14/3).

Pertemuan dengan Dubes LBBP UEA Husin, membahas beberapa langkah untuk meningkatkan perlindungan TKI di negara penempatan di Timur Tengah.

Selain membahas persoalan keamanan penempatan TKI, pada kesempatan tersebut Hanif meminta Dubes RI di Negara-negara Timur Tengah untuk turut memperhatikan kondisi pemenuhan hak-hak TKI di Timur Tengah yang selama ini kerap terabaikan. Seperti hak libur, cuti dan sebagainya.

Memberikan pelayanan kepada TKI yang cuti dan melakukan perpanjangan kontrak kerja dengan tetap mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak TKI, pinta Hanif.

Hanif mengungkapkan, sejak dilakukan moratorium pada tahun 2015 hingga saat ini, masih ada oknum Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang nekat menempatkan TKI pada sektor informal atau Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di Timur Tengah.

Salah satu modus yang digunakan PPTKIS nakal tersebut adalah pelanggaran terhadap perjanjian kerja/kontrak kerja, dimana dalam kontrak kerja TKI dijanjikan untuk bekerja di sektor formal namun kenyataanya mereka bekerja pada sektor informal.

Saya minta agar dilakukan pengetatan pemberian endorsement demand letter/job order kepda PPTKIS yang akan melakukan penempatan TKI di kawasan Timur Tengah.

Selain itu, menginvestasikan upaya membuka peluang pada pengguna berbadan hukum (formal) di setiap negara Timur Tengah, terang Hanif.

Hanif pun meminta kepada Dubes RI di Timur Tengah untuk saling berkoordinasi dengan instansi/lembaga yang berkaitan dengan penempatan TKI, agar upaya perlindungan TKI berjalan maksimal.

Koordinasi antara perwakilan RI di negara penempatan TKI dengan Kementerian terkait perlu ditingkatkan guna menguatkan perlindungan TKI, kata Hanif.

Moratorium tentang pelarangan penempatan TKI informal, diberlakukan untuk 21 negara Timur Tengah yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman dan Yordania.

Pernyataan senada juga disampaikan Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari, bahwa sampai saat ini masih terjadi migrasi ilegal, dengan berkedok TKI bekerja pada perusahaan.

Banyak TKI diberi visa sebagai woman cleaner, di Job order tertulis akan bekerja di perusahaan. Namun sampai di Timur Tengah, malah dipekerjakan di rumah tangga, kata Dita.

Pihak Kemnaker juga menyesalkan sejumlah kedutaan Timur Tengah yang masih saja mengeluarkan visa House Maid untuk majikan perorangan. “Nama-nama TKI yang berangkat sudah kami pegang. Juga perusahaan pengerahnya,” ungkap Dita.

Menurutnya, ada sekitar 3000 TKI dari 57 PPTKIS yang nama-nama TKI nya telah terdaftar di Sisko TKLN milik BNP2TKI. Mayoritas berdomisili Jakarta. TKI-nya saat ini ada di penampungan milik PPTKIS menunggu diberangkatkan.

Meskipun saat ini sistem online sudah dikunci untuk TKI perempuan ke Timur Tengah, namun kami yakin masih saja ada yang lolos. Apalagi visanya diobral begitu. Keberangkatan terbanyak dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, juga dari Bandara Juanda di Surabaya, ujarnya.

Kemnaker, lanjut Dita, akan bertindak secara adil terhadap masalah ini, dengan mengedepankan kepentingan TKI dan memberi sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.

Semua jajaran akan kami panggil untuk selesaikan persoalan ini, terutama pihak swastanya. 3000 TKI yang sudah terdata ini akan diputuskan. Jika mau dipulangkan ke kampungnya, harus dipikirkan bagaimana caranya. Sanksi bagi oknum pemerintah dan swasta juga akan diputuskan setelah pertemuan. Terpenting, para pihak, termasuk calon TKI, agar bersabar mengikuti langkah-langkah yang sedang dikerjakan Kemnaker, tukas Dita.