:
Oleh H. A. Azwar, Senin, 14 Maret 2016 | 09:00 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 301
Jakarta, InfoPublik - Badan Nasional Pennggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, sesungguhnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Wilayah Riau dan Kalimantan Timur sudah berlangsung hampir tiga minggu terakhir dengan jumlah hotspot yang fluktuatif.
Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, bahwa, jumlah total hotspot di Kalimantan Timur lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. "Penyebab karhutla di beberapa wilayah di Indonesia tetap sama yaitu akibat kecerobohan dan pembakaran. Artinya, hutan dan lahan memang sengaja dibakar," ujar Sutopo, Minggu (13/3).
Dijelaskannya, memang saat ini terjadi anomali, dimana karhutla sebelumnya di Kalimantan Timur relatif sedikit dibandingkan dengan yang lain. “Karhutla yang terjadi pada Pebruari 2016, bukan hanya membakar hutan dan kebun tapi, orang utan satwa langka yang dilindungi pun ikut terbakar,” jelasnya.
Sutopo menambahkan, meskipun berbagai upaya antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah dilakukan oleh pemerintah bersama pemerintah daerah, dunia usaha dan lainnya secara masif, namun karhutla terus saja terjadi, khususnya di Riau dan Kalimantan Timur.
Berdasarkan pantauan satelit Modis sensor Terra Aqua dari NASA terdeteksi ada 151 hotspot di wilayah Indonesia pada Minggu (13/3) pukul 05.00 WIB. Sebaran hotspot karhutla tersebut adalah Kalimantan Timur 76 titik, Riau 45, Aceh 11, Kalimantan Utara 7, Sulawesi Tengah 2, Gorontalo 2, Sulawesi Selatan 2, Sumatera Selatan 1, Sumatera Utara 1, Maluku Utara 1, dan Jawa Timur ada 1 titik hotspot.
Dari 45 hotspot di Riau tersebut tersebar di Kabupaten Bengkalis 16, Indragiri Hulu 2, Kepulauan Meranti 20, Pelalawan 4, Rokan Hilir 1, dan Siak 2. Sedangkan 76 hotspot di Kalimantan Timur tersebar di Kabupaten Berau 9, Kutai Kartanegara 16, Kutai Timur 50, dan Bontang 1.
Sutopo mengatkan, kondisi cuaca di Riau dan Kalimantan Timur saat ini sedang kering. Wilayah di Riau saat ini memasuki kemarau periode pertama hingga April mendatang.
Namun, kemarau yang terjadi tidak sekering saat kemarau periode kedua pada Juli hingga September mendatang. Meskipun demikian kondisi air sumur dan air permukaan sudah mulai menipis sehingga menyulitkan petugas saat memadamkan api.