:
Oleh H. A. Azwar, Kamis, 10 Maret 2016 | 21:19 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 650
Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri mengungkapkan, meskipun terdapat peningkatan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) 2015, dibanding tahun 2014, namun pemerintah masih harus kerja keras agar nilai IPK meningkat signifikan.
Pemerintah juga perlu merubah status keseluruhan IPK nasional, yang saat ini masih berada pada status “menengah bawah” (atau kriteria nilai 50,00-65,99).
Guna meningkatkan IPK 2016 mendatang, menurut Hanif, diperlukan kerjasama semua pihak baik pemerintah, DPR, dunia usaha dan serikat pekerja mengingat permasalahan ketenagakerjaan merupakan hak dasar yang sangat menentukan hajat hidup orang banyak.
Meski IPK naik tapi tidak melompat. Kita tetap butuh terobosan untuk pastikan melompat ke atas. Konsekuensinya mendorong daerah agar memberi alokasi anggaran lebih memadai di bidang ketenagakerjaan. Ini menjadi perhatian bersama dan prioritas nasional, ujar Hanif saat memberikan paparannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan Jakarta, Kamis (10/3).
Dalam raker yang dipimpin oleh Asman Abnur (F-PAN), Ermalena (F-PPP) dan Pius Lustrilanang (F-Gerindra) itu, Hanif menjelaskan, bahwa masalah IPK menjadi penting karena isu IPK selama ini dianggap pinggiran. Padahal isu IPK sangat penting dalam konteks untuk memerata hasil pembangunan.
Jadi, problem yang dihadapi saat ini adalah kesenjangan sosial dan kesenjangan sosial itu sebagian disumbang oleh faktor ketenagakerjaan seperti kesenjangan antara pekerja terampil dan tidak terampil, upah satu sektor dengan sektor lain. Ini menjadi perhatian serius pemerintah di waktu yang akan datang, jelas Hanif.
Hanif menyebut, selama ini penyusunan IPK berdasarkan umpan balik (feed back) dari keberhasilan perencanaan tenaga kerja yang telah dilakukan daerah (provinsi). IPK juga sebagai dasar evaluasi pembangunan di masing-masing daerah dan sebagai dasar permulaan (starting point) pembangunan ketenagakerjaan.
IPK lanjut Hanif, juga dapat menentukan kegiatan dan program yang menjadi prioritas untuk dipacu lebih keras, sehingga seluruh kegiatan dan program yang menjadi prioritas untuk dipacu lebih keras, agar dapat berjalan secara sinergis, terarah dan sesuai harapan masyarakat.
Dikatakannya, ada Sembilan indikator utama IPK yakni perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan pekerja serta jaminan sosial tenaga kerja.
“Indikator utama itu merupakan gambaran aktivitas utama dalam bidang ketenagakerjaan,” kata Hanif.
Hasil pengukuran IPK, menurut Hanif ada empat isu yang harus digenjot dalam indikator utama IPK yakni pengupahan dan kesejahteraan pekerja, pelatihan dan kompetensi kerja, hubungan industrial.
“Empat indikator itu masih cukup rendah. Jadi, mesti digenjot melalui periodisasi program lebih baik dan alokasi anggaran lebih memadai,” ujarnya.
Diungkapkannya, IPK tahun 2015 provinsi, kategori menengah atas diduduki oleh provinsi Kepri dengan nilai 69,16, diikuti oleh DKI Jakarta (65,68). Sedangkan IPK kategori menengah bawah menjadi milik DIY (64,80), Kaltim (63,57), Papua Barat (62,07) dan Bali (61,77).
Sementara untuk posisi empat besar Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan kategori rendah secara berurutan ditempati oleh Lampung dengan nilai IPK 49,94, disusul oleh provinsi Papua (48,02), Sulbar (47,81), Kalbar (47,52) dan juru kunci Maluku (43,78). “Sedangkan IPK rata-rata nasional masih tergolong menengah bawah yakni 55,73. Jadi, masih perlu digenjot lagi,” ungkap Hanif.
Menyangkut strategi dan program peningkatan nilai IPK, dikatakan Hanif, pemerintah memiliki target jangka pendek dan jangka panjang. Pada intinya pemerintah mendorong agar daerah bisa memenuhi indikator-indikator dari IPK secara lebih baik.
Dengan kata lain bidang ketenagakerjaan harus menjadi prioritas di daerah, baik dari segi perumusan program dan alokasi anggaran. Dengan demikian diharapkan IPK di daerah-daerah bisa meningkat dan angka agregat nasional IPK bisa meningkat, tukas Hanif.