Pendampingan Oleh Keluarga Turunkan Risiko Demensia dan Alzheimer

:


Oleh Juliyah, Kamis, 10 Maret 2016 | 21:05 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Peran keluarga sebagai care giver atau pendamping untuk merawat, membantu orang dengan lanjut usia (Lansia) untuk melakukan perilaku hidup sehat akan mampu menurunkan risiko Demensia dan Alzheimer sehingga Lansia tetap sehat dan produktif serta mampu melakukan aktifitasnya sehari-hari.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek. Menurutnya, dengan usia harapan hidup Indonesia yang meningkat menjadi 72 tahun di 2015 juga meningkatkan berbagai risiko penyakit tidak menular.

"Semakin tua maka risiko penyakit tidak menular menjadi meningkat, yang merupakan faktor utama penyebab penurunan fungsi kognitif yang kelak akan meningkatkan prevalensi penyakit Alzheimer dan Demensia pada kelompok lansia," kata Menkes disela-sela peluncuran Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia, di Kemenkes Jakarta, Kamis (10/3).

Selain itu menurutnya, penuaan akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi maupun kesehatan, rentan terhadap berbagai keluhan fisik baik karena faktor ilmiah maupun karena penyakit.

Penurunan fungsi kognitif pada lansia berdampak pada menurunnya aktifitas sosial sehari-hari, menjadi tidak produktif sehingga memunculkan problem dalam kesehatan masyarakat dan pada bertambahnya pembiayaan keluarga, masyarakat dan pemerintah.

"Untuk itu sedini mungkin kita harus bisa mencegah penyakit ini menjaga agar fungsi kognitif dapat terus bekerja dengan baik tanpa mengalami Demensia, disamping meningkatkan peran keluarga sebagai care giver atau menjadi pendamping, merawat, membantu Lansia dalam keluarga dan memberikan perhatian menjadi sangat penting," ungkapnya.

Gejala awal Demensia seperti mudah lupa, gangguan dalam berbahasa, disorientasi (waktu, tempat, orang), kesulitan mengambil keputusan, kemunduran (motivasi, inisiatif, minat), serta adanya tanda-tanda depresi. Jika penyakit Demensia sudah parah maka akan terjadi ketergantungan pada orang lain dalam hal penderita mengalami kesulitan untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari.

Hasil Susenas 2014 menyebutkan,  jumlah Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6 persen dari total jumlah penduduk.

Adapun estimasi jumlah penderita penyakit Alzheimer di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.

Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan dan biasa disebut pikun. Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensi) dan deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik.